Konten dari Pengguna

Jejak-Jejak Politik di Akhir Jabatan Jokowi

Teguh Imam Wahyudi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga.
2 September 2023 15:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teguh Imam Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/8). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/8). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Tahun 2024 yang akan datang ritual pesta demokrasi 5 tahunan akan dihelat. Ini menandakan masa presiden Jokowi akan berakhir. Asam-manis perjalanan Presiden Jokowi selama 10 tahun memimpin bangsa ini telah mencapai akhir. Menahkodai kapal besar memang tidak mudah, tapi presiden Jokowi bisa dibilang cukup berhasil sejauh ini. Terbukti lewat hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat 78,5%. Ini jelas angka yang cukup baik bagi presiden yang menjabat selama 2 periode.
ADVERTISEMENT
Di balik suksesnya Presiden Jokowi menahkodai kapal besar selama kurang lebih 9 tahun meninggalkan jejak-jejak politik yang sedikit menggelitik. Salah satu di antaranya, yakni masuknya Gibran yang tidak lain adalah anak sulung dari Presiden Jokowi dalam kontestasi wali kota Solo. Alhasil, Gibran menang pada pemilihan pilkada wali kota Solo sekaligus membuat wacana akan dinasti politik keluarga jokowi semakin santer terdengar. Untuk itu, menarik melihat leles politik di akhir jabatan Presiden Jokowi.
Kontestasi pemilihan kepala daerah pada tahun 2020 diwarnai dengan beberapa peristiwa yang menarik diperbincangkan. Salah satu peristiwa yang menyita perhatian kita adalah ketika Akhyar Nasution dan Achmad Purnomo yang notabene adalah politikus senior sekaligus petahana pimpinan daerah gagal mendapat rekomendasi dari partainya sendiri, yaitu PDIP Perjuangan.
ADVERTISEMENT
Mereka dikalahkan oleh dua anak muda yang minim akan pengalaman dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Keduanya adalah anak dan menantu presiden Joko widodo, yaitu Gibran Rakabumingraka yang maju sebagai calon Wali kota Solo dan Bobby Nasution sebagai calon Wali kota Medan. Memang bukan hal yang baru di Indonesia ketika pemegang kekuasaan meregenerasi legacy mereka kepada keluarganya.
Hal tersebut memang sah-sah saja dilakukan mengingat tidak ada regulasi yang mengatur. Namun, hal tersebut dapat menimbulkan kecurigaan dan mencederai etika politik sebuah demokrasi. Keikutsertaan Gibran dan Bobby dalam kontestasi Pilkada 2020 menimbulkan pembicaraan mengenai bayang-bayang dinasti politik presiden Jokowi. Hal tersebut juga mematahkan citra kepemimpinan presiden Jokowi yang bersih dari keluarga politik.
ADVERTISEMENT
Banyak perspektif muncul dengan pencalonan keluarga presiden Jokowi, tetapi mengingat ini adalah tahun terakhir kepemimpinan presiden Jokowi disinyalir menjadi alasan Gibran dan Bobby maju dalam Pilkada 2020. Presiden Jokowi tidak mau kehilangan momentum untuk mencalonkan anak dan menantunya. Hal tersebut dikuatkan dengan elektabilitas Gibran dan Bobby yang tinggi di daerah mereka masing-masing. Namun, minimnya rekam jejak politik Gibran dan Bobby menuai kritik dari banyak pihak. Tidak adanya regulasi yang mengatur pencalonan anak seorang keluarga elite melanggengkan dinasti politik di Indonesia.
Akibatnya banyak kecenderungan penguasa untuk membangun dinasti kekuasaan kepada ahli warisnya khususnya keluarga. Sehingga saat ini banyak pemain politik yang mentransfer kekuatan politik pada anggota keluarganya untuk membangun, mewariskan, dan mengokohkan kekuasaan sekaligus memonopoli sistem pemilihan.
ADVERTISEMENT
Maraknya anggota keluarga elite politik yang maju dalam Pilkada atau legislatif menjadi permasalahan yang dilematik. Pencalonan Gibran dan Bobby bisa dikatakan sebagai respons rasional bagi keluarga politik (Jokowi) yang dihadapkan dengan situasi dan kondisi sedemikian rupa. Anak-anak muda yang meramaikan kontestasi politik juga menjadi angin segar regenerasi pemimpin dan demokrasi.
Namun, disisi lain hal ini akan menambah daftar panjang dinasti politik para penguasa politik. Hal tersebut dikhawatirkan akan menciptakan sistem demokrasi yang stagnan atau tidak berkembang. Etika politik juga menjadi hal paling relevan dibicarakan dalam masalah pencalonan keluarga dan kerabat penguasa politik. Pencalonan Gibran dan Bobby disinyalir menyalahi etika politik presiden Jokowi yang sekarang masih menjabat presiden Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT