Konten Media Partner

Belajar dari Cara Berpikir Sherlock Holmes

12 Juli 2019 0:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi: inverse.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: inverse.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otak manusia ibarat loteng, kata Sherlock Holmes. Mereka yang belum tahu, akan menjejali setiap sudutnya dengan segala macam perabot dan barang-barang. Akibatnya, informasi berguna seolah "hilang" dalam kekacauan. Sedangkan mereka yang lebih bijak, kata tokoh fiksi itu, hanya akan menyimpan alat yang berguna, serta mengatur "letaknya" sedemikian rupa hingga bisa diakses dengan mudah. Trik ini akan mengurangi kekacauan informasi dalam otak, ketika kamu hendak mengambil suatu keputusan.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, sulit bagi kita menentukan langkah jika ada begitu banyak gangguan yang mencegah kita mengevaluasi fakta. Emosi, kesan pribadi, dan gangguan irasional lainnya, bisa memperpanjang waktu kita melakukan pertimbangan. Bahkan, mendorong kita mengambil keputusan yang buruk.
Kita bisa saja menambah, mengatur ulang, dan mengubah jenis informasi yang kita simpan dalam otak. Sesekali ambil "simpanan" informasi di "loteng" otak kita, dalam rangka evaluasi; apakah informasi yang kita simpan membuat kita produktif, mendorong kita mengambil keputusan dengan cerdas dan tepat waktu? Atau kita hanya mengumpulkan kekacauan? Teori Berpikir yang diambil dari tokoh utama novel karangan Sir Arthur Conan Doyle ini diutarakan oleh Maria Konnikova, dalam tulisannya Lessons from Sherlock Holmes: Cultivate What You Know to Optimize How You Decide.
ADVERTISEMENT
Konnikova mengatakan, Sherlock Holmes adalah contoh yang baik dalam membuat keputusan cerdas lebih cepat dengan fakta-fakta di ujung otaknya. Terutama ketika menyangkut pengambilan keputusan, analogi Holmes sangat tepat.
Ketika membuat keputusan, mudah sekali untuk terganggu jika terlalu banyak kekacauan yang menumpuk di loteng pikiran kita. Kita perlu belajar bagaimana cara membersihkan lapisan debu di memori kita dan hanya menggunakan apa yang relevan, serta mencegah yang tidak relevan mengaburkan penilaian kita.
Tak peduli berapa banyak fakta yang tersedia, seberapa luas dan dalam ingatan kita (dan ada orang-orang yang bakatnya dalam menghafal sangat mengejutkan), semua tidak ada gunanya kecuali kita tahu bagaimana dan apa yang harus diterapkan pada situasi tertentu. Bahkan, "apa" adalah komponen utama dari "bagaimana." Mengetahui apa yang harus digunakan dan apa yang harus diabaikan adalah salah satu keterampilan dasar dari pembuat keputusan yang baik -dan pemikir yang baik.
ADVERTISEMENT
[Penulis : Izzudin|Editor : Nadhira]
#nilaiizzu : 2