Di Banten, Anak Kurang Mampu Bisa Belajar dalam "Istana"

Konten Media Partner
16 April 2019 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anak-anak mengikuti kegiatan Isbanban Foundation. (Foto: Facebook Isbanban)
Buku dan sekolah itu barang mewah. Setidaknya, ya, bagi anak-anak kurang mampu di desa-desa pelosok Banten. Jangankan memikirkan pendidikan. Untuk makan sehari-hari pun, sulit.
ADVERTISEMENT
Maka sekelompok anak muda mendirikan sebuah "Istana" untuk anak-anak tersebut. Bukan Istana biasa, melainkan Istana dengan 2000 koleksi buku dalam 14 Taman Baca, yang tersebar di 7 kabupaten/kota se-Banten. Didirikan tanggal 10 Februari 2013, "Istana" itu bernama Istana Belajar Anak Banten atau ISBANBAN Foundation.
Ide mendirikan gerakan ini sendiri, Panji akui, sudah ia dapatkan sejak duduk di bangku SMA. Ide tersebut pun bergulir hingga ia menjadi mahasiswa di FISIP Unpad. Tepatnya ketika ia duduk di semester 2, terjadi bencana banjir bandang di Banten. Bersama beberapa kawannya, Panji turun langsung untuk membantu para korban.
ADVERTISEMENT
"Terus di salah satu desa yang kita bantuin ada anak-anak yang bilang mereka tidak punya tempat belajar, buku-bukunya basah, akhirnya mereka nggak bisa sekolah. Kita pun bikin kampanye untuk bantu mereka, bikin taman baca yang lebih bagus pasca banjir," kisah Panji, mengenang awal mula berdirinya ISBANBAN Foundation.
Menggerakan sebuah gerakan pendidikan, tentu menyisakan banyak kesan mendalam dalam hati pria yang menggaet beberapa penghargaan sosial kelas dunia ini. Terutama, ketika berhasil mewujudkan mimpi anak-anak untuk bisa lanjut sekolah.
(Foto: Facebook Isbanban Foundation)
Mulanya, program ISBANBAN hanya seputar pengelolaan Taman Baca dan Kegiatan Belajar-Mengajar oleh relawan di akhir pekan. Namun pada tahun 2015, Panji terpikir untuk melakukan sesuatu yang lebih. Dua tahun kemudian, terealisasikanlah cita-citanya -memberikan beasiswa sekolah untuk anak-anak desa.
ADVERTISEMENT
Ternyata ide itu berasal dari kisah Muniroh, salah satu anak yang tinggal di desa di Lebak, banten. Setiap hari, Muniroh harus menempuh jarak sepanjang 10 KM untuk pergi dan pulang dari sekolahnya. Sebagai gambaran, Muniroh mesti berangkat dari pukul 5 pagi, dan sampai di sekolah sekitar jam 7. Begitu bel pulang berbunyi pada pukul 2, Muniroh pun kembali menempuh perjalanan pulangnya yang panjang hingga sampai di rumah jam 4 atau jam 5 sore. Kisah itu begitu menyentuh Panji dan kawan-kawan, hingga mengilhami mereka untuk memberi gadis tersebut beasiswa.
"Awalnya cuma buat satu orang, tapi Alhamdulillah dana yang terkumpul (saat itu) malah cukup untuk 21 anak. Program tersebut masih terus berjalan hingga sekarang,” ujar Panji.
ADVERTISEMENT
Kini, ISBANBAN Foundation mengemban tiga program utama; membangun Taman Baca untuk meningkatkan minat baca anak-anak, Program Minggu Belajar atau kegiatan belajar-mengajar di akhir pekan yang dipandu relawan untuk meningkatkan wawasan dan kreativitas anak, serta I DREAMS atau ISBANBAN Dream Scholarship, berupa beasiswa bagi anak kurang mampu yang berpotensi.
[Penulis : Izzudin|Editor : Nadhira]