Mengapa Harus Berhenti Nonton Porno? (Bukan Sekadar Alasan Normatif)

Konten Media Partner
9 Desember 2019 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Kontroversi pornografi kerap menjegal beberapa public figure di Indonesia. Terakhir kali kita bahas mengenai kontroversi yang dilakukan Sandhy Sandoro di Twitter. Temali mencoba membedahnya dari kacamata psikolog dalam artikel ini. Lalu, beberapa hari yang lalu kita juga mendengar pernyataan Ganjar Pranowo dalam Podcast di channel Youtube Deddy Corbuzier.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya menonton film porno salahnya di mana? Saya dewasa, punya istri," ujarnya dalam video yang diunggah pada channel Deddy.
Menurutnya, hal yang kemudia menjadi salah adalah ketika seseorang mengirimkan video porno kepada orang lain, karena itu termasuk tindakan menyebarkan dan bisa terjerat UU ITE.
"Kadang-kadang sebagai orang dewasa kan perlu, saya sehat kok, kecuali tiap hari saya bicara hal tentang pornografi, saya sebarin, sorry lah," sambungnya.
Pernyataan tersebut tentunya mengundang berbagai komentar dari netizen. Apalagi Ganjar merupakan seorang gubernur terpandang di masyarakat. Tidak hanya itu, organisasi masyarakat islam juga mengirimkan surat terbuka untuk Ganjar agar mengoreksi perkataannya karena terkait dengan UU pornografi tentang pencegahan.
Cukup rumit ya. Tapi Temali jadi ingat pada salah satu bahasan di TED Talks, tentang mengapa seseorang harus berhenti menonton porno. Hal ini disampaikan oleh Ran Gavrieli, seorang penulis, influencer dan dosen yang sering membahas gender dan seks. Is membahasnya dalam TED Talks berjudul "Why I Stopped Watching Porn".
ADVERTISEMENT
Ran mengatakan dua alasan dasar, mengapa ia berhenti meononton konten porno. Yang pertama adalah karena film porno membawa fantasi emosional yang keras dan kemarahan tanpa alasan ke dalam kehidupan pribadinya.
Ia merasa saat itu, ada perasaan lain yang menjadikan dirinya seperti orang lain. Begitu buruk, sehingga ia ingin meninggalkan perasaan-perasaan itu dengan berhenti menonton konten porno. Alasan kedua, adalah karena Ran sadar ketika ia menonton konten porno, ia mendukung untuk mendokumentasikan prostitusi.
"Karena pornografi sebenarnya adalah adegan prostitusi yang didokumentasikan. Pornē mewakili kata prostusi dan graphia mewakili dokumentasi dan tak ada siapapun yang bermimpi ada dalam adegan prostitusi " tegas Ran.
Ia sadar secara bertahap, ketika ia menjadi seorang relawan di lingkungan prostitusi. Sebagian dari perempuan dan laki-laki tersebut adalah korban dari perdagangan manusia, pelayan dalam rumah prostitusi yang dipaksa melayani di manapun bahkan di kolong jembatan atau sudut jalan.
ADVERTISEMENT

Porno adalah genre bukan komunikasi seksual yang sehat

Foto: Unsplash
Porno adalah sebuah genre, bukan sebuah seni yang erotis ataupun komunikasi seksual yang sehat. Ran menjelaskan, bukan hanya praktik seksual saja yang ditunjukkan dalam konten porno, tapi ada tujuan untuk menunjukkan hirarki gender di dunia. Di mana laki-laki menjadi seseorang yang mendominasi dan perempuan berada di bawah kuasanya.
Dalam konten porno tak ada komunikasi yang sehat, seperti yang ditunjukkan dengan kasih sayang. Yang ditunjukkan hanya kebrutalan dan nafsu yang berlebih. Begitupun dalam galeri website porno mainstrem biasanya yang disediakan adalah kanal kategori seperti pelecehan, kekerasan, kriminal dan lain sebagainya.
Ran juga mengatakan efek dari kebiasaan menonton konten porno sangat menakutkan. Pornografi bisa menaklukan pikiran seseorang dan menyerang otak secara brutal. Saat itu, Ran mengalaminya ketika pikirannya sulit dialihkan dari bayangan-bayangan potongan scene dalam film tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya pernah mencoba untuk masturbasi dengan hanya menutup mata. Mencoba untuk berfantasi sendiri secara mati-matian. Namun hal itu tidak berhasil, karena kepala saya dibombardir oleh bayangan perempuan yang dipaksa tunduk dan berpura-pura menikmati ritual pornografi," jelas Ran.

Efek dari pornografi

Foto: Unsplash
Lalu, kedepannya pornografi tidak akan pernah menjadi lebih baik. Semua orang rentan terhadap pornografi, bukan hanya anak muda tetapi semua kalangan. Seperti tubuh yang harus diberikan asupan gizi dan nutrisi yang baik, otak pun demikian. Kita perlu memberikan asupan yang baik untuk pemikiran kita dengan menonton tontonan yang baik.
Untuk yang telah sampai pada tahap ketagihan, bukan hanya ketergantungan yang akan terjadi. Tetapi mereka memiliki kemungkinan besar untuk meniru terutama untuk anak muda. Berbagai pemikiran erotis tentang urusan kejantanan yang sesuai dengan konten pornografi akan hinggap dan menjadi acuan. Misalnya tentang ukuran penis dan ereksi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Yang paling parah adalah saat laki-laki menjadi lumpuh dan melibatkan emosi mereka. Ada begitu banyak pelecehan seksual yang terjadi dalam hubungan cinta remaja atau hubungan orang dewasa.
"Mereka melakukannya karena apa yang dilihat, bukan karena benar-benar berbicara tentang seks," tegas Ran lagi.
Lalu, untuk perempuan, karena pornografi muncul anggapan bahwa perempuan layak dicintai, jika penampilannya seksi dan layak untuk memenuhi hasrat seksual. Sekarang hasrat seksual menjadi sama, yaitu menjadi seperti bintang porno.
Ketika Ran bergabung menjadi seorang pengajar di junior high school, banyak perempuan yang mau untuk didokumentasikan keintimannya hanya untuk memuaskan laki-laki yang ia taksir. Lalu, laki-laki tersebut menghianati kepercayaannya dengan menjual video tersebut di Whatsapp atau web porno.
ADVERTISEMENT
Sang perempuan akhirnya yang menanggung malu, ia putus sekolah atau mungkin pindah sekolah. Pindah dari kota ke kota lain, mengalami gangguan makan, depresi dan dihantui oleh berbagai ancaman sosial. Yang paling buruk dari kasus ini adalah bunuh diri.
"Banyak dari mereka yang tidak sampai pada umur 50, dengan alasan narkoba, penyakit seksual yang menular, dibunuh pasangan dan lagi-lagi bunuh diri," tutur Ran.
Jadi porno bukan hanya kasus kecil di masyarakat tapi juga mencakup hidup dan mati para bintang pornografi tersebut. Ran menegaskan pornografi bukanlah perwujudan dari kebebasan tapi eksploitasi seks yang bekerja sama dengan perdagangan manusia, prostitusi dan lain sebagainya.
Lalu, ketika kalian duduk berpartisipasi dengan menonton di kamar gratis. Berarti, kalian telah menciptakan permintaan dan di mana ada permintaan, akan selalu ada persediaan.
ADVERTISEMENT
Dengan seperti itu, dalam video ini Ran secara terang-terangan mengatakan berhenti menonton konten pornografi untuk kesejahteraan pribadi dan mendapatkan kendali serta tanggung jawab atas pikirannya. Selain itu, dia juga ingin benar-benar berhenti berkontribusi pada industri seks dan mengusulkan berbagai gagasan tentang seks yang aman secara fisik ataupun emosional.
"Jadi saya ingin meminta kalian untuk benar-benar membicarakan hal ini, karena dengan hanya diam tak ada manfaat yang didapatkan dari diri kita. Namun, ketika kita berbicara akan ada banyak identifikasi baru, kesadaran baru dan tentunya akan menghasilkan perubahan nyata bagi kehidupan yang lebih aman," tutupnya***