Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Duka Menjalani Ramadan di Kampung Orang, Ini Cerita teman kumparan
3 Maret 2025 17:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Merantau merupakan salah satu budaya yang jamak dilakukan masyarakat Indonesia. Dalam KBBI, merantau diartikan sebagai kegiatan berlayar atau pergi ke negeri lain untuk mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi pemandangan wajar melihat anak muda hingga orang dewasa di negeri ini berpindah dari satu kota ke kota lain. Biasanya, anak muda meninggalkan keluarganya untuk menuntut ilmu di sekolah/universitas terbaik yang ada di kota lain.
Sedangkan orang dewasa merantau karena mencari lapangan pekerjaan di kota yang lebih besar. Merantau memang sering dianggap sebagai pilihan terbaik untuk mengembangkan ilmu, karier, serta pengalaman hidup.
Namun, di balik keseruan dan kebahagiaan menjelajahi kota baru, rasa sepi sering kali menyergap setiap perantau. Terutama di momen-momen khusus, seperti bulan Ramadan .
Banyak teman kumparan yang mengeluhkan dukanya menjadi anak rantau di bulan puasa. Salah satunya Vio Gurdana yang harus serba irit di perantauan. Belum lagi drama bangun sahur kesiangan karena tak ada yang membangunkan.
ADVERTISEMENT
“Sahur kesiangan, akhirnya cuma minum air putih sambil meratapi rezeki,” cerita Vio Gurdana. “Sedangkan buka puasa kadang niatnya masak, tapi ujung-ujungnya beli gorengan goceng. Kalau di rumah kan tinggal makan enak, di rantau mah serba ngirit.”
Meski begitu, Vio mencoba mengambil sisi positif dari drama yang ia alami di bulan puasa selama merantau. Menurutnya, masalah-masalah itu bisa membuatnya meningkatkan skill bertahan hidup.
“Makin lama makin terbiasa, malah jadi skill bertahan hidup,” ucap Vio.
Duka menjalani bulan Ramadan di perantauan juga dirasakan Anggika. Setiap berbuka, ia merindukan suasana rumahnya yang ramai dan penuh kehangatan. Kerinduannya akan bertambah setiap mengingat makanan yang dimasak ibunya.
Meski begitu, tetap terselip kebahagiaan di hatinya karena bisa menikmati momen buka puasa bareng teman-teman sesama anak rantau. Baginya, kebersamaan sederhana ini sedikit mengobati rasa kangennya kepada rumah.
ADVERTISEMENT
“Tiap buka puasa tuh getarannya antara bahagia sama sedih. Bahagia karena bisa nikmatin momen bareng teman-teman sesama anak rantau di kosan, tapi sedih karena kangen suasana rumah,” tutur Anggika.
Namun, sama seperti Vio, Anggika pun menganggap drama yang ia alami di bulan puasa tak perlu diratapi berlebihan. Ia memandang hal itu sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus dinikmati.
“Ya udah, nikmatin aja, toh ini bagian dari perjalanan hidup, kan?” pungkas Anggika.
Yuk join komunitas teman kumparan, temukan ribuan teman baru, dan ikutan event seru! kum.pr/temankumparan