Konten dari Pengguna

Ketika Ambisi Kekuasaan Membara di Trowulan

Adriyanto M
Pekerja mandiri, alumni Universitas Mulawarman, multi minat.
3 April 2025 10:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adriyanto M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Raja Hayam Wuruk pasca era kejayaannya (Sumber: Dokumentasi Karya Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Raja Hayam Wuruk pasca era kejayaannya (Sumber: Dokumentasi Karya Pribadi)
ADVERTISEMENT
Langit senja di Trowulan, ibukota Majapahit yang megah, memerah keemasan. Cahaya terakhir menyentuh atap-atap candi dan pendopo, memantulkan kemegahan kerajaan yang membentang dari ujung barat hingga timur Nusantara. Namun, di balik ketenangan visual itu, bara persaingan kekuasaan mulai menyala.
ADVERTISEMENT
Tahun-tahun kejayaan di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada telah berlalu. Sang Mahapatih yang gagah berani, dengan Sumpah Palapa yang melegenda, telah berpulang. Kepergiannya meninggalkan kekosongan yang menganga, bukan hanya di hati sang raja, tetapi juga di tampuk kepemimpinan Majapahit.
Hayam Wuruk, seorang raja yang bijaksana namun kini mulai merasakan beban usia, menyadari betul bahaya yang mengintai. Tanpa tangan besi Gajah Mada, berbagai faksi di dalam istana mulai berani menunjukkan ambisi tersembunyi mereka. Para bangsawan tinggi, para panglima perang yang haus akan pengakuan, dan bahkan beberapa anggota keluarga kerajaan, mulai memainkan bidak-bidak politik mereka.
Salah satu tokoh yang paling menonjol adalah Arya Wiraraja II, seorang bangsawan senior yang memiliki pengaruh besar di kalangan para sesepuh dan kaum konservatif. Ia dikenal sebagai sosok yang tenang dan berpengalaman, namun menyimpan kekecewaan mendalam karena tidak pernah diangkat menjadi Mahapatih menggantikan Gajah Mada. Kepergian sang Mahapatih kini dilihatnya sebagai kesempatan emas.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, muncul pula figur-figur muda yang lebih ambisius dan berani. Di antaranya adalah Raden Kusuma, seorang panglima muda yang namanya mulai melambung berkat keberhasilannya memimpin beberapa ekspedisi militer kecil di wilayah timur. Ia memiliki karisma dan dukungan kuat dari kalangan prajurit, yang melihatnya sebagai penerus semangat juang Gajah Mada. Raden Kusuma tidak segan-segan menunjukkan ketidaksabarannya untuk segera memegang tampuk kekuasaan yang lebih tinggi.
Intrik dan lobi-lobi rahasia menjadi pemandangan sehari-hari di istana. Arya Wiraraja II mendekati para bangsawan senior, mengingatkan mereka akan pentingnya stabilitas dan tradisi. Ia menekankan pengalamannya dan kesetiaannya kepada kerajaan selama bertahun-tahun. Sementara itu, Raden Kusuma bergerilya di kalangan para perwira muda, membakar semangat mereka dengan visi kejayaan Majapahit yang lebih gemilang di bawah kepemimpinan yang lebih dinamis.
ADVERTISEMENT
Hayam Wuruk tidak tinggal diam. Ia mengamati dengan seksama setiap pergerakan para pembesarnya. Sang raja mengadakan pertemuan-pertemuan tertutup dengan para penasihat terdekatnya, mencoba menimbang-nimbang siapa yang paling layak menggantikan Gajah Mada. Ia sadar, kesalahan dalam memilih Mahapatih bisa berakibat fatal bagi keutuhan Majapahit.
Suatu malam, di tengah rembulan yang bersinar samar, Hayam Wuruk memanggil Arya Wiraraja II dan Raden Kusuma secara terpisah kehadapannya. Kepada Arya Wiraraja II, sang raja menyampaikan rasa hormatnya atas pengabdiannya selama ini. Namun, ia juga menekankan bahwa Majapahit membutuhkan pemimpin yang memiliki visi ke depan yang lebih segar dan mampu menginspirasi generasi muda.
Kepada Raden Kusuma, Hayam Wuruk memuji keberanian dan semangat juangnya. Akan tetapi, ia juga mengingatkan akan pentingnya kebijaksanaan dan kesabaran dalam memimpin. Sang raja menekankan bahwa kekuasaan yang terburu-buru diraih bisa berujung pada kehancuran.
ADVERTISEMENT
Pertemuan-pertemuan itu tidak menghasilkan keputusan yang pasti. Hayam Wuruk masih bimbang. Ia merasakan tekanan dari berbagai pihak. Para pendukung Arya Wiraraja II mulai menyebarkan desas-desus tentang ketidakstabilan yang akan terjadi jika seorang pemimpin muda seperti Raden Kusuma naik ke tampuk kekuasaan. Sementara itu, para pengikut Raden Kusuma tidak segan-segan menunjukkan kekuatan mereka melalui demonstrasi kecil di sekitar istana.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika Arya Wiraraja II secara terbuka mengajukan diri sebagai kandidat Mahapatih dalam sebuah pertemuan besar para bangsawan. Ia menyampaikan pidato yang penuh dengan retorika tentang pentingnya menjaga warisan Gajah Mada dan melanjutkan tradisi kepemimpinan yang kuat.
Tidak mau kalah, Raden Kusuma juga melakukan hal yang sama. Ia mengumpulkan para perwiranya dan berbaris menuju alun-alun istana. Di hadapan rakyat yang berkumpul, ia berpidato dengan penuh semangat tentang visinya untuk membawa Majapahit menuju era kejayaan yang lebih tinggi, dengan memanfaatkan kekuatan militer dan semangat inovasi.
ADVERTISEMENT
Hayam Wuruk menyaksikan semua ini dengan hati yang berat. Ia tahu, keputusan yang akan diambilnya akan menentukan arah Majapahit ke depan. Jika ia memilih Arya Wiraraja II, mungkin stabilitas akan terjaga, namun inovasi dan semangat baru bisa terhambat. Jika ia memilih Raden Kusuma, Majapahit mungkin akan kembali ke jalur ekspansi yang agresif, namun risiko konflik internal bisa meningkat.
Setelah berminggu-minggu mempertimbangkan, Hayam Wuruk akhirnya mengambil keputusan yang mengejutkan banyak pihak. Ia tidak memilih Arya Wiraraja II maupun Raden Kusuma sebagai Mahapatih. Sebaliknya, ia membentuk sebuah dewan kepemimpinan yang terdiri dari beberapa tokoh senior yang berpengalaman, dengan tugas untuk bersama-sama menjalankan roda pemerintahan.
Keputusan ini diambil bukan tanpa alasan. Hayam Wuruk menyadari bahwa tidak ada satu pun individu yang mampu menggantikan sosok Gajah Mada sepenuhnya. Dengan membentuk dewan kepemimpinan, ia berharap dapat menggabungkan kebijaksanaan para sesepuh dengan semangat para pemuda, serta mencegah terjadinya dominasi oleh satu faksi tertentu.
ADVERTISEMENT
Meskipun awalnya menimbulkan sedikit kekecewaan di kalangan para pendukung Arya Wiraraja II dan Raden Kusuma, keputusan Hayam Wuruk pada akhirnya diterima dengan baik oleh sebagian besar pihak. Mereka menyadari bahwa sang raja telah bertindak dengan bijaksana, mengutamakan persatuan dan stabilitas kerajaan di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Senja di Trowulan berangsur-angsur menghilang, digantikan oleh kegelapan malam. Namun, bara persaingan kekuasaan tidak sepenuhnya padam. Benih-benih ambisi masih tersimpan di hati beberapa tokoh. Hayam Wuruk tahu, menjaga keutuhan Majapahit akan menjadi tugas yang berat tanpa kehadiran Gajah Mada. Akan tetapi, dengan kebijaksanaan dan kepemimpinannya, ia berharap dapat membawa kerajaannya melewati masa-masa sulit ini dan terus bersinar sebagai mercusuar peradaban di Nusantara. Perebutan kekuasaan mungkin telah mereda untuk saat ini, namun sejarah selalu mencatat bahwa roda ambisi akan terus berputar.
ADVERTISEMENT
____________
DISCLAIMER: Cerita fiksi pendek ini terinspirasi oleh periode sejarah di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk di Kerajaan Majapahit, terutama setelah wafatnya Mahapatih Gajah Mada. Meskipun berlatar belakang sejarah dan menyebutkan beberapa tokoh yang mungkin ada pada masa itu, alur cerita, dialog, dan karakterisasi tokoh-tokoh di dalamnya adalah hasil imajinasi penulis dan tidak sepenuhnya mencerminkan kejadian atau kepribadian tokoh sejarah yang sebenarnya. Cerita ini bertujuan untuk memberikan gambaran fiksi mengenai dinamika perebutan kekuasaan yang mungkin terjadi pada masa tersebut.