Pejuang Muda, Perguruan Tinggi, dan Menara Gading

Teuku Muhammad Shandoya
Hanya seorang mahasiswa yang sedang mengosongkan gelas di Universitas Syiah Kuala dan sedang merintis untuk menjadi penulis meskipun buku-buku tak lebih hanya menjadi etalase di kamar ku.
Konten dari Pengguna
19 November 2021 16:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Teuku Muhammad Shandoya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kementerian Sosial Republik Indonesia telah menggagas konsep program Pejuang muda yang menjadi salah satu kontributor dalam pengentasan permasalah sosial di seluruh penjuru tanah air. Kampus menjadi wadah candra dimuka Mahasiswa dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan, penelitian, dan pengabdian, semua itu tertuang dalam sebuah konsep Tri Darma Perguruan Tinggi, pilar pengabdian menjadi pondasi utama bagi mahasiswa yang dituntut agar masuk di setiap sendi kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebagai agen perubahan, Pejuang Muda hadir di setiap penjuru negeri, di seluruh Kabupaten/Kota se-Indonesia, program Pejuang Muda menjadi laboratorium sosial kepada mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan serta pemahaman kepada masyarakat terhadap apa yang telah dipelajari selama masa studi dengan maksimal.
Program Pejuang Muda membuka ruang terhadap keterlibatan seluruh elemen masyarakat setempat dalam berkolaborasi membangun negeri, Program ini tak menutup keterlibatan partisipasi dari Pemerintah daerah, tokoh masyarakat setempat serta seluruh pemangku kepentingan gerakan sosial di daerah tersebut, dengan harapan agar terciptanya sinergitas dalam prinsip gotong royong.
Misi utama Pejuang Muda yaitu melakukan survei dalam rangka verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), selama ini kerap terjadi permasalahan dalam pendataannya, serta membuat project program pengentasan kemiskinan yang dewasa ini kerap ditemukan kejanggalan dari setiap data yang ada di daerah, oleh karena Pejuang Muda hadir dan berupaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan basis pengabdian sosial.
ADVERTISEMENT
Ada banyak sekali realitas janggal yang hadir, misalnya nama ASN/PNS yang tercantun dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial(DTKS), artinya bahwa ada ketimpangan sosial di mana masyarakat yang seharusnya berhak menerima malah tidak mendapatkan apa-apa, sebaliknya ada orang yang dianggap garis ekonomi menengah ke atas malah mendapatkan bansos berupa Program Keluarga Harapan dan Bantuan Pangan Non Tunai(BPNT)
Di samping itu program Pejuang Muda terbagi dalam beberapa konsentrasi, misalnya pengembangan program bantuan sosial, pemberdayaan fakir miskin dan lansia, pola hidup sehat dan kesehatan lingkungan, dan yang terakhir fasilitas untuk kepentingan umum. Semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pilar pengabdian, terlepas daripada pengerjaannya yang terbilang cukup rumit apabila dikerjakan dalam waktu yang relatif singkat, namun pada prinsipnya pengerjaan program tersebut sedapat mungkin dioptimalkan.
ADVERTISEMENT
Dalam aktivitasnya, Pejuang Muda ini melakukan kegiatan dengan berkoordinasi ke setiap Camat, Kepala Desa, dan elemen lainnya, dan tentunya dibawa naungan Dinas Sosial Kota/Kabupaten setempat. Sebagai langkah proaktif dalam membangun masyarakat berbasis dengan konsepsi yang telah disusun. Tentu hal ini bersifat vital karena menyangkut dengan koordinasi dengan otoritas setempat.
Kampus Bukan Menara Gading
Dewasa ini, mahasiswa digerogoti dengan sikap apatisme yang cenderung signifikan, hal ini ditandai dengan masih melekatnya paradigma berkuliah hanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan berada di zona kenyamanan kelak, sebagai batu emas loncatan untuk mendapatkan kerja, namun kenyataannya kampus masih menjadi kontributor yang besar dalam menciptakan pengangguran.
Kampus yang saat ini dihuni oleh Generasi Z, yang kerap diberi label sebagai generasi borderless generation. Sebagai Generasi Z tentunya memiliki harapan, minat, dan sikap yang berbeda terhadap pekerjaan dan dipandang sebagai tantangan bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, global, dan mempengaruhi budaya dan sikap kebanyakan orang. Hal yang paling menonjol dari Gen Z yaitu mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Teknologi menjadi instrumen yang sangat melekat dalam aktivitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Tantangan terbesar generasi Z adalah untuk tidak menjadi menara gading, menurunnya kesadaran dalam bermasyarakat yang ditandai dengan peran kampus yang semakin lama jauh dari masyarakat itu sendiri. Menara Gading menjadi cerminan kondisi di mana pendidikan menjadi tempat belajar bagi mahasiswa yang terasing dari masyarakat, dan setelah selesai kembali ke masyarakat, tanpa memahami perubahan cepat yang terjadi di luar kampus.
Tentunya Pejuang Muda dalam hal ini dapat berperan nyata dalam menangkis paradgima kampus sebagai menara gading, sinergitas pembangunan negeri harus bermula dari kesadaran masyarakat dan menumbuh kembangkan kesadaran bermasyarakat. Sejatinya sebagai mahasiswa yang tak mungkin jauh dari kehidupan bermasyarakat, karena hal tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh ibarat koin yang tak mungkin dipisahkan antara sisinya.
ADVERTISEMENT
Membangkitkan Sense of Crisis
Cerdas menjadi salah satu aspek yang harus dimiliki kaum intelegensia dalam hal ini yaitu mahasiswa, kehadiran mahasiswa setidaknya dapat memberikan efek positif dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, tentunya ketika mengilhami kata-kata “Ing Ngarsa Sung Tulodho” yang mana mahasiswa harus menjadi pelopor dalam memberikan contoh yang baik.
Krisis pada hari ini menjadi tanggung jawab bersama, mahasiswa yang tak lagi seperti dahulu menjadi tanggungjawab moral bagi mahasiswa itu sendiri, tidak ada yang salah dalam hal ini namun hanya perbedaan zaman yang menciptakan imajiner konvergensi perbedaan yang sangat kontras bila dibandingkan.
Dalam konteks kemahasiswaan, mahasiswa tidak cukup hanya sebatas agent of change namun lebih dari itu menjadi agent for change dengan menjadi patron bagi masyarakat untuk menggerakkan keperdulian antar sesama, kebangkitan kesadaran menjadi tanggungjawab ketika menyandang gelar yang katanya “Maha” daripada kaum pelajar.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka seorang Bapak Republik yang terlupakan oleh bangsa ini pernah berkata “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”.
Begitu pentingnya arti sebuah pengabdian agar tak menjadi menara gading yang hanya bisa melihat tanpa bertindak, pembuktian dilakukan seminimal mungin sebagai sebuah kontribusi kecil dalam rangka membangun negeri. Pejuang muda hadir dalam menjawab tantangan mahasiswa generasi Z saat ini.
Krisis terhadap pengabdian semestinya disadari oleh penyandang gelar “Maha” tersebut, sepintar apapun mahasiswa bila tak terlibat mengabdi untuk masyarakat sama saja tidak berarti apa-apa, Mari bangkitkan kesadaran pilar pengabdian sejak detik ini sebagai bukti layak sebagai penyandang gelar “Maha” dari kaum terpelajar.
ADVERTISEMENT
Penulis merupakan salah saru peserta Program Pejuang Muda Kementerian Sosial RI, penempatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh.