Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Mengapa Budaya Massa Miskin Imajinasi?
20 Oktober 2023 9:02 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Thaufan Arifuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Theodor Adorno dan Max Horkheimer (1947) menciptakan istilah industri budaya untuk menggambarkan produk dan proses budaya massa. Mereka mengeklaim bahwa komoditas budaya yang diproduksi oleh industri budaya ditandai oleh keseragaman (homogenitas).
ADVERTISEMENT
Film, radio, dan majalah misalnya membentuk suatu sistem yang seragam secara keseluruhan. Semua budaya massa terlihat identik dan miskin imajinasi dan kreativitas.
Dengan kata lain, semua komoditas budaya yang diproduksi oleh industri budaya selalu dapat diprediksi. Misalnya, film bisa diketahui awal, konflik dan akhirnya. Musik pun bisa diterka irama dan nadanya. Hasilnya adalah reproduksi konstan dari hal yang sama sehingga membosankan (Storey, 2003).
Budaya massa menciptakan keseragaman dan kemapanan. Massa dimanipulasi oleh budaya massa. Film dan musik menjadikan massa sebagai korban yang tak berdaya dan melemahkan kekuatan imajinasinya.
Bahkan, industri budaya telah melemahkan kelas pekerja dan hanya membatasi horizonnya pada tujuan politik dan ekonomi yang dapat diwujudkan dalam kerangka masyarakat kapitalis yang menindas dan eksploitatif.
ADVERTISEMENT
Herbert Marcuse (1968) menyatakan dalam One-Dimensional Man bahwa produk yang tak terhindarkan dari industri hiburan dan informasi adalah sikap dan kebiasaan yang telah ditentukan serta reaksi intelektual dan emosional tertentu yang mengikat konsumen dengan produsen secara keseluruhan.
Produk budaya massa memanipulasi massa dan mempromosikan kesadaran palsu. Dengan demikian, muncul pola pemikiran dan perilaku satu dimensi di mana gagasan, aspirasi, dan tujuan yang berdasarkan kontennya melampaui ranah pembicaraan dan tindakan yang mapan.
Industri budaya adalah alat untuk mengikat kesadaran massa. Ini menghambat perkembangan individu yang otonom. Industri budaya bertujuan untuk menghentikan dan mengurung imajinasi budaya dan politik sehingga semakin sulit berpikir di luar struktur kekuasaan yang berlaku.
Industri budaya membuat kita menerima dunia tanpa perubahan, menumpulkan imajinasi dan bahkan meracuni nalar kita. Kita terjebak dalam lingkaran berputar yang mereduksi kemanusiaan dan memperdalam kontrol sosial. Industri budaya juga meredam imajinasi politik.
ADVERTISEMENT
Dwight Macdonald (1957) berpendapat bahwa budaya massa dipaksakan dari atas. Ini dibuat oleh teknisi yang disewa oleh pengusaha, audiensnya adalah konsumen pasif, partisipasi mereka terbatas pada pilihan antara membeli atau tidak.
Pemilik budaya massa mengeksploitasi kebutuhan massa untuk mendapatkan keuntungan dan menjaga kepentingan kelas mereka. Munculnya massa di panggung politik telah memperlihatkan kenaifan nalar massa dan degradasi otonomi individu sehingga menciptakan budaya yang buruk (Storey, 2003).
Alhasil, budaya massa menciptakan budaya homogen, instan, miskin imajinasi dan melemahkan perjuangan politik. Artinya, menjauhi budaya massa akan lebih baik dan bisa membawa kepada kejernihan dan kedalaman budaya kata Adorno dan Horkheimer.
ADVERTISEMENT