Konten dari Pengguna

2025 PPN 12%, Masyarakat Semakin Di Peras, Nasib Rakyat Semakin Sengsara?

Timothy Oliver Tjiuindra
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
17 November 2024 12:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Timothy Oliver Tjiuindra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva.com (by: Timothy Time)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva.com (by: Timothy Time)
ADVERTISEMENT
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 merupakan kebijakan yang memiliki dampak signifikan. Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan penerimaan negara, namun memunculkan berbagai tantangan etika dan sosial yang perlu dianalisis secara mendalam. Etika hukumnya mengacu pada prinsip-prinsip moral yang mendasari pembentukan, penerapan, dan pelaksanaan hukum. Dalam konteks kebijakan pajak, aspek etika hukum menjadi penting karena kebijakan tersebut menyangkut keadilan distribusi beban ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Landasan Hukum dan Etika dalam Kebijakan PPN:
PPN merupakan pajak konsumsi yang dikenakan atas barang dan jasa tertentu. Kenaikan tarif ini didasarkan pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan mengoptimalkan penerimaan negara. Namun, secara etika, kebijakan ini menimbulkan perdebatan. Pajak konsumsi cenderung bersifat regresif, artinya lebih membebani masyarakat berpenghasilan rendah dibandingkan yang berpenghasilan tinggi. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah kebijakan ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial.
Dampak Kenaikan PPN terhadap Masyarakat Berpenghasilan Rendah:
Kenaikan PPN menjadi 12% dapat memperbesar beban hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Karena pajak ini dikenakan pada barang dan jasa yang dikonsumsi sehari-hari, dampaknya dirasakan langsung oleh kelompok rentan. Harga kebutuhan pokok yang menjadi lebih mahal dapat menurunkan daya beli masyarakat miskin, yang berpotensi meningkatkan ketimpangan sosial. Secara etika, kebijakan ini dapat dianggap tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang ekonominya sudah tertekan.
ADVERTISEMENT
Dampak Kenaikan PPN terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha:
Selain masyarakat umum, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) juga terdampak oleh kenaikan PPN. Beban pajak yang lebih tinggi berpotensi meningkatkan harga jual produk dan jasa, sehingga mengurangi daya saing. Konsumen, pada sisi lain, mungkin akan mengurangi konsumsi, yang berdampak pada penurunan pendapatan usaha. Secara etika, hal ini memunculkan dilema karena kebijakan fiskal yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara malah dapat menekan perekonomian lokal.
Perspektif Etika tentang Transparansi dan Penggunaan Dana:
Kebijakan kenaikan PPN juga harus dilihat dari perspektif transparansi. Masyarakat sering kali mempertanyakan apakah peningkatan penerimaan pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan publik, seperti pembangunan infrastruktur atau layanan sosial. Ketika kepercayaan publik terhadap pemerintah rendah, kebijakan semacam ini dapat dianggap tidak etis karena kurang melibatkan akuntabilitas yang jelas.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan Antara Kebijakan dan Implementasi:
Dalam pelaksanaannya, permasalahan etika juga muncul terkait kesenjangan antara kebijakan dan implementasi. Misalnya, ada potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses pemungutan pajak atau ketidaksesuaian antara peraturan yang diterapkan di lapangan dan aturan resmi. Hal ini dapat menurunkan legitimasi hukum dan menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak.
Efek Jangka Panjang terhadap Ekonomi Nasional:
Dalam jangka panjang, kenaikan PPN dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional jika penerimaan pajak digunakan secara efektif. Namun, tanpa perencanaan dan alokasi dana yang jelas, kebijakan ini dapat menimbulkan stagnasi ekonomi karena melemahnya daya beli masyarakat. Pertimbangan etika menjadi penting dalam memastikan bahwa tujuan kebijakan ini sejalan dengan kepentingan nasional yang lebih luas.
Strategi Mengurangi Beban Sosial dan Ekonomi:
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah perlu mengembangkan strategi mitigasi, seperti memberikan subsidi atau insentif kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan UKM. Selain itu, barang dan jasa tertentu yang dianggap kebutuhan dasar bisa dikecualikan dari kenaikan tarif PPN. Langkah ini penting untuk menjaga keseimbangan antara keadilan sosial dan kebutuhan fiskal negara. Dari sudut pandang etika hukum, kebijakan ini harus dipertimbangkan ulang dengan melibatkan dialog publik yang lebih luas. Prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas harus menjadi pijakan utama. Tanpa pendekatan etis yang komprehensif, kebijakan kenaikan PPN dapat menimbulkan ketidakpuasan masyarakat dan menciptakan ketegangan sosial yang tidak diinginkan.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Kenaikan PPN menjadi 12% mulai 2025 adalah kebijakan yang memunculkan berbagai permasalahan etika hukum, terutama terkait keadilan sosial, transparansi, dan dampak terhadap kelompok rentan. Meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan masyarakat kecil secara tidak proporsional. Rekomendasi utama adalah memperkuat transparansi penggunaan pajak, melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, serta menyediakan langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak negatif. Dengan demikian, kebijakan ini dapat diterima secara luas dan berkontribusi pada pembangunan yang berkeadilan.
ADVERTISEMENT