Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Latar Belakang Berdirinya VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)
14 April 2025 9:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Umi Pryatin Dwi Refina Nurlaeli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) adalah sebuah kongsi dagang Belanda yang menguasai monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Apabila ditarik mundur ke belakang, latar belakang berdirinya VOC bermula pada tahun 1560-an hingga 1648, di mana sedang berkobar perang kemerdekaan Belanda melawan Spanyol. Perang ini membawa perubahan yang besar bagi Belanda. Semula Belanda berperan sebagai pengecer rempah-rempah dari Portugal yang dijual ke Eropa Utara. Akan tetapi, pecahnya perang kemerdekaan telah mengacaukan jalur rempah-rempah bagi Belanda. Oleh karena itu, Belanda berkeinginan untuk melakukan pelayaran sendiri menuju Asia untuk mendapatkan rempah-rempah dari daerah asalnya.
ADVERTISEMENT
Dengan berbekal mempelajari pengalaman Portugis yang sudah lebih dulu melakukan pelayaran ke Asia, Belanda mengirimkan ekspedisinya yang pertama pada tahun 1595, dengan membawa 4 buah kapal dengan 249 awak dan 64 pucuk meriam yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Pada Juni 1596, tim ekspedisi Belanda berhasil mendarat di Banten yang pada saat itu merupakan pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat. Orang-orang Belanda segera terlibat dalam konflik dengan orang-orang Portugis maupun pribumi. Kondisi ini memaksa tim ekspedisi Belanda untuk segera meninggalkan Banten.
Mereka melanjutkan perjalanan ke arah timur menyusuri sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Dalam perjalanannya, tim ekspedisi Belanda kembali terlibat konflik dengan orang-orang pribumi hingga menimbulkan banyak kerugian bagi setiap pelabuhan yang mereka singgahi. Mereka juga kehilangan banyak awak kapal, baik sebelum sampai di Banten maupun saat perjalanan menyusuri pantai utara Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1597, sisa-sisa ekspedisi Belanda yang terdiri dari 3 buah kapal dengan 89 awak kembali ke negeri Belanda dengan membawa cukup banyak rempah-rempah. Kepemimpinan yang kurang cakap dari Cornelis de Houtman menyebabkan terjadinya perselisihan dalam ekspedisi tersebut, hingga banyak awak kapal yang meninggal terkena wabah penyakit maupun tewas dalam konflik dengan orang-orang pribumi. Meskipun demikian, keuntungan yang didapat Belanda masih cukup besar untuk menutup semua kerugian selama ekspedisi.
Sekembalinya tim ekspedisi Belanda kemudian menyulut semangat perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda untuk saling bersaing memperoleh rempah rempah. Zaman inilah yang dikenal sebagai zaman pelayaran “liar” atau “tidak teratur”, di mana persaingan sengit memperebutkan rempah-rempah telah dimulai.
Pada tahun 1598, sebanyak 22 kapal milik lima perusahaan yang berbeda berangkat ke Asia, namun hanya 14 armada saja yang nantinya berhasil kembali. Pada Maret 1599, armada Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck menjadi yang pertama mendarat di Maluku yang pada saat itu dikenal sebagai “Kepulauan Rempah”. Mereka diterima dengan baik oleh orang-orang pribumi. Sehingga mereka dapat kembali ke Belanda pada tahun 1599-1600 dengan mengangkut muatan penuh rempah-rempah di kapal mereka. Keuntungan yang diperoleh berkali lipat sebanyak 400 persen.
ADVERTISEMENT
Melihat keuntungan yang sangat besar dari pelayaran ke timur jauh, Belanda kembali mengirimkan empat belas ekspedisi yang berbeda pada tahun 1601. Persaingan antar perusahaan Belanda maupun dengan kongsi dagang dari negara lain dan pedagang di Indonesia tidak dapat dihindarkan. Persaingan tersebut telah menyebabkan naiknya harga rempah-rempah. Namun permintaan pasokan rempah-rempah dari Eropa terus meningkat, sehingga keuntungan yang diperoleh semakin sedikit.
Bersatunya Perusahaan-Perusahaan Belanda dalam Kongsi Dagang VOC
Pada tahun 1598, Dewan Parlemen Belanda (yang paling berpengaruh Amsterdam dan Zeeland) mengusulkan agar perusahaan-perusahaan Belanda bergabung menjadi satu untuk membentuk suatu kongsi dagang. Akhirnya pada tanggal 20 Maret 1602 didirikanlah VOC dengan markas besarnya di Amsterdam. Kepentingan perusahaan-perusahaan Belanda diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk masing-masing dari enam wilayah di Belanda. Setiap majelis dikelola oleh sejumlah direktur yang seluruhnya berjumlah tujuh belas orang, yang dikenal sebagai Hereen XVII (Tuan-Tuan Tujuh Belas). Wilayah Amsterdam mempunyai jumlah direktur terbanyak karena perannya yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Pada tahun-tahun pertama berdirinya VOC, Hereen XVII yang berada di negeri Belanda menangani sendiri segala urusan VOC. Namun, jarak yang sangat jauh antara Belanda dengan Indonesia menyebabkan pengawasan dan pertukaran berita sulit dilakukan. Pada tahun 1610, dibentuklah jabatan gubernur jenderal VOC di bawah pengawasan Dewan Hindia (Raad van Indie) untuk menangani urusan-urusan VOC di kawasan Asia. Gubernur Jenderal VOC yang pertama adalah Jan Pieter Both dengan markas besarnya di Ambon (pada Mei 1619, markas besar VOC dipindahkan ke Batavia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen).
Para pegawai VOC tidak hanya orang-orang Belanda saja, melainkan didominasi oleh orang Eropa, seperti para petualang, penjahat, gelandangan, dan orang-orang yang ingin memperbaiki nasib hidupnya atas dasar sumpah setia. Hal ini sesuai dengan hak oktroi yang diberikan oleh parlemen Belanda. Di mana VOC mempunyai wewenang untuk merekrut personel atas dasar sumpah setia, melakukan peperangan, membangun benteng, mengadakan perjanjian-perjanjian di seluruh dunia, serta mencetak mata uangnya sendiri. Dengan hak oktroi yang mereka miliki, VOC menjelma layaknya sebuah negara dalam negara.
ADVERTISEMENT
Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Berdirinya VOC
Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya VOC, yaitu faktor internal berupa persaingan dagang dengan sesama perusahaan Belanda dan faktor eksternal berupa persaingan dengan kongsi dagang negara lain. Belanda ingin menghindari persaingan dagang dengan sesama perusahaan Belanda lainnya untuk memperoleh rempah-rempah. Di mana persaingan ini mengakibatkan harga rempah-rempah menjadi naik, namun permintaan pasokan rempah-rempah dari Eropa terus meningkat sehingga keuntungan yang diperoleh semakin sedikit. Tidak hanya persaingan dagang dengan sesama perusahaan Belanda saja, tetapi mereka juga bersaing dengan kongsi dagang dari negara lain, seperti Inggris dan Portugis. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan Belanda bersatu dalam sebuah kongsi dagang VOC untuk melawan kongsi dagang dari negara lain maupun para pedagang di Nusantara. Tujuannya tentu saja untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
ADVERTISEMENT