Membedah Aturan Izin Menanam Ganja

31 Maret 2017 8:32 WIB
ADVERTISEMENT
Tersangka penanam ganja (Foto: Antara)
Pembicaraan soal ganja kembali mengudara akhir-akhir ini. Pasalnya, seorang perempuan yang tinggal di Bunut, Kalimantan Barat, meninggal dunia dalam kasus yang melibatkan konsumsi ganja.
ADVERTISEMENT
Tak seperti kasus biasa di mana ganja dan narkotika lain menyebabkan duka bagi keluarga pengguna, kali ini perempuan tersebut justru meninggal karena ia tidak mengkonsumsi secara rutin seperti biasa.
Adalah Yeni Riawati, ibu dua anak yang menderita penyakit langka Syringomyelia sejak beberapa tahun terakhir. Syringomyelia sendiri adalah penyakit yang menyerang tulang belakang seseorang. Dalam tulang belakang penderita akan terbentuk kista dan rongga yang terus membesar.
Efek kepada penderita akan sangat besar: penyakit tersebut akan menyebabkan nyeri yang amat sangat, tulang menjadi lemah, punggung menjadi kaku, sementara pada taraf yang lebih tinggi juga bisa mengakibatkan kelumpuhan. Dari keterangan keluarga Yeni, tanda-tanda penyakit tersebut sudah lama diderita olehnya. Berbagai pengobatan sudah dicoba, namun peluang kesembuhan yang hanya 1 berbanding 10 memang sulit untuk diraih.
Aparat menyita pohon ganja (Foto: Rahmad/Antara)
ADVERTISEMENT
Penderitaan Yeni sedikit berkurang ketika suaminya, Fidelis Ari Sudarwoto, mengambil langkah ekstrem untuk pengobatan istrinya. Ia menggunakan ekstrak ganja, langkah meringankan derita istrinya yang ia ketahui dari internet. Menurut kesaksian suaminya itu, Yeni mulai mudah tidur dan bertambah nafsu makannya setelah mengkonsumsi ekstrak ganja. Kemampuan tuturnya pun meningkat setelah kondisi tubuhnya semakin membaik.
Namun hidup bagian mana yang berjalan sesuai rencana. Ari ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Ia dijadikan tersangka dengan tuduhan kepemilikan 39 batang ganja dan tindak pidana menanam pohon ganja: ia memiliki 9 batang pohon ganja yang ditanam dalam pot dan diletakkan di depan WC rumahnya.
Setelah Ari ditangkap, istri dan kedua anak Ari-Yeni terpaksa diasuh oleh nenek mereka. Tak lama, tepatnya Sabtu (25/3), Yeni meninggal. Yohana, adik Ari, mengatakan bahwa tiadanya Ari dan ekstrak ganja yang biasa digunakan sebagai obat, menjadi katalis memburuknya kesehatan Yeni hingga kematiannya. Hukum di sini, baginya, telah merenggut nyawa adik iparnya.
Tersangka penanam ganja (Foto: Rahmad/Antara)
Aturan Menanam Ganja
ADVERTISEMENT
Setelah Yeni meninggal dunia, keluarga tersebut masih harus menghadapi ditahannya Ari. Tak main-main, ia terlibat dalam perkara narkoba yang ancaman hukuman terberatnya adalah penjara seumur hidup. Keluarga Ari sendiri berharap bahwa penggunaan narkotika sebagai obat tersebut menjadikan dasar pertimbangan penegak hukum untuk mengurangi hukuman bagi Ari.
Apa yang dilakukan Ari sendiri, apabila berbicara dari sisi hukum, jelas-jelas telah melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 111 UU tersebut mengisyaratkan, Ari mungkin saja dikenai hukuman penjara seumur hidup dan denda yang mencapai Rp 8 miliar.
Berdasarkan Pasal 7 UU 35 tahun 2009, sebenarnya penggunaan narkotika diperbolehkan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dari pelayanan kesehatan itu adalah untuk pengobatan dan rehabilitasi medis. Sedangkan sisi pengembangan iptek memungkinkan aktivitas pendidikan, pelatihan, hingga praktik pengamanan seperti latihan keterampilan anjing pelacak di Bea Cukai dan BNN.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, UU yang sama lewat Pasal 8 ayat (1) mengecualikan izin penggunaan narkotika untuk jenis narkotika yang masuk ke dalam Golongan 1. Padahal, ganja, atau Cannabis, yang ditanam Ari termasuk dalam narkotika golongan 1 itu sendiri.
Dalam Lampiran 1 di UU 35 tahun 2009, ganja dan semua tanaman genus cannabis dengan semua bagiannya termasuk dalam kategori yang sama dengan daun koka, opium, juga tanaman Papaver Somniferum hingga heroin.
Benih ganja yang dijadikan bukti (Foto: Rahmad/Antara)
Akan tetapi, UU yang sama dalam Pasal 8 ayat (2) memperbolehkan penggunaan narkotika Golongan 1 dalam jumlah terbatas untuk kepentingan pengembangan iptek serta kebutuhan reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium. Artinya, narkotika Golongan 1 bisa digunakan untuk mendeteksi suatu bahan apakah narkoba atau bukan, serta dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan narkotika Golongan 1.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana peraturan terkait penanaman ganja? Bukankah aturan yang disebut di atas memperbolehkan penggunaan narkotika Golongan 1 untuk pengembangan iptek dan kesehatan?
Pertanyaan tersebut dijawab pada Pasal 11 UU yang sama. Dalam Pasal 11 dikatakan bahwa Menteri dapat memberi izin khusus untuk produksi (pembudidayaan) narkotika kepada industri farmasi tertentu setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Misalnya saja, Kementerian Kesehatan telah memberikan izin kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kementerian Kesehatan untuk memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan tanaman Papaver, Ganja, dan Koka. Izin tersebut diberikan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 02.02/ MENKES/ 118/ 2015.
Lalu, apakah Ari dan keluarganya telah memiliki izin tersebut? Tentu saja tidak. Bahkan, Pasal 11 dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 menyiratkan hanya “industri farmasi tertentu” yang bisa mendapat izin khusus dari Menteri. Untuk perseorangan, UU tersebut belum mengatur lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Setelah tidak adanya izin di pihak Ari, maka peraturan yang berlaku bukan lagi soal produksi di Pasal 11, melainkan Pasal 111 yang isinya: “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar.”
Untuk Ari, yang memiliki 9 batang pohon ganja, berlaku peraturan, “Jika perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana nasib Ari? Apakah ia, yang tes urinnya menunjukkan negatif narkoba, harus dijatuhi ancaman hukuman penjara seumur hidup?