Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Diplomasi Indonesia dalam Konflik Rusia-Ukraina
30 Mei 2024 8:11 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Farrel Yano Tonapa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa nih yang masih asing sama konflik Rusia dan Ukraina?
ADVERTISEMENT
Apakah kalian tau kalau Indonesia pernah berusaha untuk mendamaikan kedua negara tersebut?
Yuk kita bahas satu per satu!
Konflik Rusia-Ukraina
Konflik Rusia dan Ukraina merupakan puncak dari ketegangan geopolitik kedua negara yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Dalam kata lain, invasi Rusia terhadap Ukraina dihasilkan dari berbagai faktor yang beragam dan saling berkaitan. Susetio et al. (2022) menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang menjadi penyebab konflik antara Rusia dan Ukraina. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Sejarah: Rusia dan Ukraina memiliki latar historis yang berkaitan dikarenakan keduanya adalah negara pecahan dari Uni Soviet yang runtuh pada tahun 1991. Hal ini membuat Rusia melihat Ukraina sebagai “saudara yang terpisah” sehingga terdapat justifikasi historis untuk menginvasi Ukraina (Shulman, 2004).
ADVERTISEMENT
2. Ekonomi: Teritorial Rusia dan Ukraina yang bersampingan membuat ekonomi kedua negara saling bergantung. Hal ini terjadi karena Rusia adalah pemasok gas ke Eropa dari pipa-pipa yang disalurkan melalui Ukraina. Di lain sisi, Ukraina juga memiliki beberapa lokasi pelabuhan yang strategis seperti di laut hitam sebagai salah satu pelabuhan terpadat di dunia (Susetio et al., 2022). Tidak hanya itu, Ukraina juga dikenal sebagai negara yang memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, khususnya pada sektor pertambangan dan pertanian (Atok, 2022).
3. Politik-Keamanan: Sikap Ukraina yang lebih pro-barat dan berpotensi untuk bergabung sebagai anggota North Atlantic Treaty Organization atau NATO merupakan sebuah ancaman bagi Rusia (Pridham, 2014). Dalam konteks ini, wilayah Ukraina seharusnya berfungsi sebagai buffer zone atau zona pemisah antara Rusia dan NATO yang merupakan “rival”. Akan tetapi, jika Ukraina benar-benar bergabung dengan NATO, zona pemisah tersebut menghilang dan dapat mengancam keamanan Rusia (Widiasa, 2018). Itu sebabnya, Rusia menganggap invasi terhadap Ukraina merupakan upaya untuk mencegah masalah keamanan yang lebih besar lagi.
ADVERTISEMENT
4. Separatisme: Sejak tahun 2014, wilayah Donbas yang mencakup Donetsk dan Luhansk mengalami konflik antara pasukan pemerintah Ukraina dan kelompok separatis pro-Rusia yang mendeklarasikan kemerdekaan dari Ukraina (Tiara & Mas’udi, 2023). Rusia secara aktif mendukung kelompok separatis ini dengan bantuan militer, logistik, dan politik dengan justifikasi bahwa kelompok tersebut merupakan etnis Rusia. Pada akhirnya, invasi Rusia ke Ukraina juga bertujuan untuk mendukung aksi separatisme kelompok pro-Rusia di sana (Ginano & Riyanto, 2022).
Kemudian, tepat pada tanggal 24 Februari 2022, Presiden Putin melalui siaran media memberikan pidato yang berisi pengumuman tentang operasi militer Rusia ke wilayah Ukraina. Menyusul pengumuman tersebut, pasukan tentara Rusia melakukan mobilisasi untuk menyerang Ukraina. Serangan ini menargetkan kota-kota strategis Ukraina seperti Berdyanks, Kharkiv, Odesa, Sumy, bahkan sebagian wilayah Kyiv selaku ibu kota Ukhantororaina (Saeri et al., 2023). Pada akhirnya, pecahlah perang antara Rusia dan Ukraina.
ADVERTISEMENT
Besarnya kekuatan militer yang dikerahkan kedua negara, di tambah dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi militer yang destruktif membuat konflik ini menjadi sebuah krisis kemanusiaan. Berdasarkan data oleh Statista (2024), konflik ini telah memakan 30,457 korban warga sipil dalam jangka waktu 2 tahun. Dari angka tersebut, 19.875 orang terluka dan 10.582 warga sipil meninggal dunia. Selain itu, terdapat 1.885 anak dibawah umur yang tidak luput menjadi korban akibat konflik ini.
Selain menimbulkan dampak negatif bagi kedua negara, konflik Rusia-Ukraina juga berimbas terhadap kondisi perekonomian negara-negara lain secara luas, yaitu:
1. Terganggunya rantai pasokan global: Konflik ini mengganggu rantai pasokan global yang meliputi distribusi pangan, bahan baku, peralatan elektronik, serta rantai pasokan makanan. Hal ini terjadi karena Rusia dan Ukraina adalah produsen gandum dan minyak bunga matahari terbesar di dunia (Tiara & Mas’udi, 2023).
ADVERTISEMENT
2. Menipisnya cadangan pupuk: Konflik Rusia-Ukraina membuat ketersediaan cadangan pupuk mengalami penurunan, sehingga perdagangan pupuk internasional menjadi menurun. Akibatnya, Primadhyta (2022) menyebutkan terjadi kekurangan cadangan pupuk di sejumlah negara.
3. Kelangkaan energi: Di sektor energi, konflik ini mengakitbatkan terjadinya kelangkaan energi di Uni Eropa. Hal ini adalah akibat dari sanksi Amerika Serikat dan negara-negara lain yang memboikot perdagangan Rusia sebagai sebagai salah satu eksportir terbesar minyak, gas, dan batu bara (Mahmuddin & Burhanuddin, 2024).
Mengingat masifnya dampak yang dihasilkan dari konflik Rusia dan Ukraina, banyak negara di dunia berusaha mendamaikan kedua negara tersebut, termasuk Indonesia. Tulisan ini akan fokus membahas upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam konflik Rusia dan Ukraina, tentunya dengan menggunakan pendekatan ilmiah, yaitu konsep first track diplomacy.
ADVERTISEMENT
Diplomasi Indonesia
Upaya diplomasi Indonesia dalam konflik Rusia-Ukraina berawal dari peran Indonesia sebagai pemegang presidensi sekaligus tuan rumah KTT G20 di tahun 2022. Pada pelaksanaan G20 2022, kondisi geopolitik dan krisis keamanan global adalah salah satu isu yang. Oleh sebab itu, konflik Rusia dan Ukraina otomatis menjadi topik perbincangan diperbincangkan (Julian, 2022). Ini merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia terlebih karena beberapa negara anggota G20 memihak salah satu pihak yang bertikai, seperti Amerika Serikat dan Perancis yang mendukung Ukraina serta China yang mendukung Rusia.
Kemudian, muncul dorongan dari negara-negara Barat (Pro-Ukraina) untuk mengecualikan Rusia dari KTT G20 dan mengundang Ukraina sebagai gantinya. Akibatnya, tekanan tersebut membawa Indonesia pada situasi dilematis, karena ingin menjaga netralitas dan tidak ingin memperparah ketegangan (Tiara & Mas’udi, 2023). Kondisi ini mendorong Indonesia untuk memulai upaya diplomasi proaktif, dengan tujuan mencari solusi damai dan meredakan ketegangan antar kedua negara.
ADVERTISEMENT
First track diplomacy
Salah satu bentuk diplomasi paling umum dalam dunia internasional adalah diplomasi pada tingkat pemerintahan. Istilah lain dari diplomasi antar pemerintah tersebut adalah first track diplomacy. Wehrenfennig (2008) mendefinisikan first track diplomacy sebagai bentuk diplomasi tradisional melalui diskusi antar kepala negara atau pejabat pemerintahan dengan tujuan untuk mencari resolusi konflik. Dengan demikian, first track diplomacy mengharuskan diplomat mengidentifikasi sumber konflik dan mengupayakan perdamaian dengan cara yang damai demi kepentingan bersama (De Magalhães & Pereira, 1988).
Upaya Diplomasi Indonesia dalam konflik Rusia-Ukraina merupakan bentuk first track diplomacy di mana aktor utamanya adalah pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia melakukan komunikasi dan negosiasi secara langsung baik kepada pemerintah Rusia maupun pemerintah Ukraina. Pemerintah Indonesia melakukan diplomasi tersebut melalui saluran telepon dan visitasi langsung ke kedua negara (Tiara & Mas’udi, 2023). Tujuan dari diplomasi tersebut adalah untuk memperjuangan isu kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Pertama, melalui saluran telepon, Presiden Joko Widodo berkomunikasi dengan Presiden Zelensky pada 27 April 2022 (Hantoro, 2022). Dalam percakapan tersebut, Presiden Zelensky memaparkan perkembangan serta dinamika konflik dari sudut pandang Ukraina ke Presiden Joko Widodo. Presiden Zelensky juga menggunakan kesempatan tersebut untuk meminta bantuan Indonesia khususnya bantuan persenjataan. Merespons hal tersebut, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa Indonesia hanya akan memberikan bantuan kemanusiaan kepada Ukraina. Hal ini dikarenakan pemberian bantuan persenjataan tidak sesuai dengan amanat konstitusi dan prinsip politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Selain itu, Presiden Joko Widodo turut mengundang Ukraina untuk hadir dalam KTT G20 yang akan segera dilaksanakan (Komala et al., 2023).
Setelah berkomunikasi dengan Presiden Zelensky, Presiden Joko Widodo juga menelepon Presiden Putin pada 28 April 2022. Melalui percakapan tersebut, giliran Presiden Putin yang menjelaskan situasi konflik dari sudut pandang Rusia. Presiden Putin menyebutkan bahwa negosiasi dengan Ukraina masih akan tetap dilakukan. Presiden Joko Widodo kemudian mengungkapkan harapannya agar konflik Rusia-Ukraina dapat segera menemui titik terang. Presiden Joko Widodo juga turut mengundang Rusia untuk hadir dalam KTT G20. Pada percakapan tersebut, Presiden Putin menyebutkan bahwa Rusia akan hadir dalam KTT G20 yang diselenggarakan oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tahap selanjutnya dari upaya diplomasi Indonesia adalah mengunjungi kedua negara tersebut secara langsung. Pada 29 Juni 2022, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan diplomatik ke Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Zelensky (Kemlu Indonesia, 2022b) . Melalui pertemuan ini, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk membantu resolusi konflik Rusia-Ukraina. Tidak hanya itu, kunjungan tersebut sekaligus merayakan 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina, serta mencatat Indonesia sebagai negara Asia pertama yang berkunjung ke Ukraina paska invasi Rusia (Komala et al., 2023).
Selama pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Zelensky, terdapat empat isu utama yang menjadi topik perbincangan. Pertama, konflik antara Rusia dan Ukraina harus segera diakhiri demi mewujudkan perdamaian global. Kedua, permintaan Presiden Zelensky terhadap Presiden Joko Widodo untuk meyampaikan pesan kepada Presiden Putin agar membuka jalur rantai pasokan termasuk ekspor dan impor bahan pangan. Ketiga, diperlukan adanya stabilitias harga biaya makanan pokok serta ketersediaan energi. Keempat, undangan Presiden Joko Widodo kepada Presiden Zelensky untuk menghadiri KTT G20 di Bali (Kemlu Indonesia, 2022b).
ADVERTISEMENT
Setelah menemui Presiden Zelensky, Presiden Joko Widodo bergegas ke Rusia untuk menemui Presiden Putin pada 30 Juni 2022 (Kemlu Indonesia, 2022a). Pertemuan yang dilaksanakan di Istana Kremlin tersebut membahas mengenai isu perdamaian dan kemanusiaan dalam konflik Rusia-Ukraina. Presiden Joko Widodo kemudian menyampaikan keresahan tentang terancamnya rantai pasokan pangan global yang mengancam perekonomian berbagai negara. Dengan demikian, Indonesia siap untuk berperan sebagai mediator antara kedua negara untuk mengakhiri konflik tersebut.
Presiden Joko Widodo dan Presiden Putin juga membahas dua hal spesifik sebagai topik pertemuan diplomatik tersebut. Pertama, Indonesia menyampaikan pesan Ukraina bagi Rusia agar membuka dan menjaga keamanan jalur suplai pangan, sehingga ketersediaan pasokan pangan tetap terjaga. Presiden Putin merespons permintaan tersebut dengan berkomitmen untuk membuka jalur ekspor gandum Ukraina dan memastikan komoditi kedua negara mampu masuk ke dalam rantai pasok dunia. Kedua, Indonesia juga mengundang Rusia untuk mengikuti KTT G20, terlepas dari kecaman negara-negara barat. Sebagai hasil, Presiden Putin saat itu mengkonfirmasi bahwa Rusia akan hadir dalam pelaksanaan KTT G20 di Indonesia. Tidak hanya itu, Presiden Putin juga mengajak Indonesia bekerja sama dalam bidang transportasi kereta api dan energi nuklir untuk pembangunan proyek Ibu Kota Nusantara Indonesia (Komala et al., 2023; Tiara & Mas’udi, 2023).
ADVERTISEMENT
Penutup
Pada akhirnya, terlepas dari upaya diplomasi Indonesia, konflik Rusia-Ukraina masih berlanjut hingga hari ini. Selain itu, Rusia dan Ukraina juga tidak hadir secara langsung di KTT G20 tahun 2022 di Bali, Indonesia. Akan tetapi, Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 tahun 2022 menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan perdamaian melalui first track diplomacy atau diplomasi tingkat pemerintah. Dengan demikian, Indonesia diakui sebagai negara netral dan kredibel dalam memediasi konflik, dan upayanya telah membuka jalan bagi dibukanya jalur suplai pangan demi menjaga ketersediaan pasokan pangan global.
Referensi
Atok, F. (2022). Analisi Konflik Rusia dan Ukraina (Studi Kepustakaan Status Kepemilikan Krimea). Jurnal Poros Politik, 4(1), 11–15. https://doi.org/10.32938/jpp.v4i1.2502
De Magalhães J. C., & Pereira, B. F. (1988). The pure concept of diplomacy. Greenwood.
ADVERTISEMENT
Ginano, R. S., & Riyanto, S. (2022). RUSSIFICATION IN MODERN DAYS : ANALYZING GEORGIA AND UKRAINE SEPARATISTS AS RUSSIA STRATEGY AGAINST NATO’S EXPANSION. Dinamika Global : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, 7(02), 201–224. https://doi.org/10.36859/jdg.v7i02.1171
Hantoro, J. (2022). Jokowi ke Rusia dan Ukraina, Guru Besar UI: RI Tak Punya Kekuatan Memaksa Damai. Nasional.tempo.co; Tempo. https://nasional.tempo.co/read/1606110/jokowi-ke-rusia-dan-ukraina-guru-besar-ui-ri-tak-punya-kekuatan-memaksa-damai
Julian, M. (2022). Isu Perang Rusia-Ukraina Jadi Bahasan Alot di KTT G20 Bali. Kontan.co.id; Kontan. https://g20.kontan.co.id/news/isu-perang-rusia-ukraina-jadi-bahasan-alot-di-ktt-g20-bali
Kemlu Indonesia. (2022a). Bertemu Dengan Presiden Putin Presiden Jokowi Indonesia Siap Menjembatani Komunikasi Rusia Ukraina | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Kemlu.go.id; Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. https://kemlu.go.id/portal/id/read/3756/berita/bertemu-dengan-presiden-putin-presiden-jokowi-indonesia-siap-menjembatani-komunikasi-rusia-ukraina
Kemlu Indonesia. (2022b). Presiden Jokowi Kunjungan Ke Ukraina Wujud Kepedulian Indonesia Untuk Ukraina | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Kemlu.go.id; Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. https://kemlu.go.id/portal/id/read/3752/berita/presiden-jokowi-kunjungan-ke-ukraina-wujud-kepedulian-indonesia-untuk-ukraina
ADVERTISEMENT
Komala, M., Setiawan, A., Zaman, A. N., & Tohari, A. (2023). Diplomasi Indonesia Menghadapi Konflik Rusia dan Ukraina Tahun 2022. INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia Dan Global, 4(2), 98–112. https://doi.org/10.24853/independen.4.2.97-112
Mahmuddin, N., & Burhanuddin, A. (2024). Peran IEA (International Energy Agency) Dalam Mengatasi Krisis Energi Sebagai Dampak Perang Rusia-Ukraina. Politeia, 16(1), 38–43. https://doi.org/10.32734/politeia.v16i1.12464
Pridham, G. (2014). EU/Ukraine Relations and the Crisis with Russia, 2013-14: A Turning Point. The International Spectator, 49(4), 53–61. https://doi.org/10.1080/03932729.2014.965587
Primadhyta, S. (2022). Harga Pupuk NPK Diprediksi Naik Imbas Perang Rusia-Ukraina. Cnnindonesia.com; CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220314165503-92-771047/harga-pupuk-npk-diprediksi-naik-imbas-perang-rusia-ukraina
Saeri, M., Jamaan, A., Surez, M. F., Gayatri, P., Utami, H. I., & Zarina. (2023). KONFLIK RUSIA-UKRAINA TAHUN 2014-2022. Dinamika Global/Dinamika Global, 8(2), 319–334. https://doi.org/10.36859/jdg.v8i2.1887
ADVERTISEMENT
Shulman, S. (2004). The contours of civic and ethnic national identification in Ukraine. Europe-Asia Studies, 56(1), 35–56.
Statista. (2024). Ukraine civilian war casualties 2024. Statista.com; Statista. https://www.statista.com/statistics/1293492/ukraine-war-casualties/#statisticContainer
Susetio, W., Jaya, I., Kayagiswara, G., Azis, R. A., Nurhayani, & Hikmawati, E. (2022). PERANG RUSIA-UKRAINA: MENCARI KESEIMBANGAN DUNIA BARU. Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas, 8(05). https://doi.org/10.47007/abd.v8i05.5521
Tiara, D. T., & Mas’udi, S. Y. F. (2023). Diplomasi Indonesia dalam Konflik Rusia - Ukraina: Sebuah Kajian Tentang Soft-Power. Journal of Political Issues, 4(2), 74–88. https://doi.org/10.33019/jpi.v4i2.95
Wehrenfennig, D. (2008). Multi-Track Diplomacy and Human Security. Human Security Journal, 7(7), 80–89. https://www.researchgate.net/publication/296668093_Multi-Track_Diplomacy_and_Human_Security/link/56d76b5a08aee73df6c30fc6/download?_tp=eyJjb250ZXh0Ijp7ImZpcnN0UGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIiwicGFnZSI6InB1YmxpY2F0aW9uIn19
Widiasa, R. (2018). Bingkai Identitas dalam Konflik Geopolitik: Intervensi Militer Rusia di Ukraina. Intermestic: Journal of International Studies, 3(1), 60. https://doi.org/10.24198/intermestic.v3n1.5
ADVERTISEMENT