Pembelajaran Kebijakan untuk Transformasi Industri (1)

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
4 Maret 2021 12:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kawasan Bisnis Jakarta. Sumber: pxhere
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kawasan Bisnis Jakarta. Sumber: pxhere
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mengapa kita perlu belajar menentukan policy (kebijakan) yang tepat? Karena setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga mempelajari kebijakan yang tepat adalah poin pertama yang sangat kritikal.
ADVERTISEMENT
Kemampuan berkembang antara satu negara dengan negara lainnya sangatlah bervariasi. Ada negara yang mampu melejit menjadi negara maju dengan pendapatan yang tergolong tinggi (high income) namun banyak pula negara-negara yang stagnan dan bahkan terjebak dalam middle income.
Prof. Kenichi Ohno dari National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Jepang, berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh dinamika yang terjadi di masing-masing negara dan kualitas kebijakan yang dikeluarkan dan diaplikasikan di negara-negara tersebut. Sehingga, bisa dikatakan bahwa kinerja ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh faktor dinamika nasional, kebijakan yang dikeluarkan, dan faktor eksternal yang bersumber dari luar (investasi, sejarah penjajahan, posisi perdagangan, dan seterusnya).
Tiap-tiap negara harus mempelajari mindset/spirit yang dimiliki oleh bangsanya dan mengembangkan teknik dan metode terbaru sehingga bisa dihasilkan kebijakan yang aktif dan tepat.
ADVERTISEMENT
Pengembangan teknik dan metode terbaru meliputi beberapa hal, antara lain: perbandingan internasional, perhatian pada detail yang konkret, dan bimbingan yang memadai dari para ahli/expert.
Secara mendasar, penyebab terhambatnya sebuah negara menjadi negara maju adalah karena ketidaktepatan kebijakan industri yang dipilih sehingga dibutuhkan kebijakan yang bisa sepenuhnya mendukung pengembangan sektor swasta, tidak cukup hanya dengan membuka dan memberlakukan pasar bebas (free market).
Free market bisa menjadi sebuah pedang bermata dua, jika sebuah negara terlibat perdagangan global namun tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas nasional yang memadai, maka akan membuat negara tersebut tertatih dan terseok di perdagangan global. Sebaliknya, jika sebuah negara sudah memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai maka akan membuatnya menjadi pemain besar di kancah global.
ADVERTISEMENT
How Nations Learn karangan Oqubay dan Ohno menuliskan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh bangsa-bangsa agar dapat menentukan kebijakan yang tepat bagi industrinya.
Gambar Struktur Kebijakan untuk Industrialisasi. Sumber: Presentasi Kenichi Ohno pada Workshop on Productivity, Quality, and Innovation for Transforming Economies, 2021
Kebijakan inti dari pengembangan industri adalah bagaimana sebuah negara dapat meningkatkan daya saing bagi SDM-nya dan juga perusahaan-perusahaan lokal yang terlibat di dalam kancah ekonomi nasional.
Selain daripada kebijakan inti, dibutuhkan juga kebijakan-kebijakan pendukung untuk memperkuat proses itu. Pertama adalah kebijakan di bidang infrastruktur. Infrastruktur menjadi penting karena bisa mengurai jalur logistik yang terhambat, meningkatkan kapasitas produksi, serta bisa mendukung terciptanya industrial park (kawasan industri).
Infrastruktur yang memadai di suatu daerah akan membuat logistik dan rantai pasok dapat disalurkan dengan lebih efisien.
Berikutnya diperlukan juga kebijakan yang bisa meyakinkan para pebisnis dan investor bahwa di negara tersebut mudah untuk melakukan bisnis. Hal ini salah satunya perlu didukung oleh reformasi birokrasi dan administrasi yang mudah, cepat, dan sederhana, serta bisa mengefisienkan berbagai proses bisnis di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal terpenting juga yang bisa mendukung kebijakan inti industrialisasi sebuah negara adalah ketiadaan korupsi. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang tercatat berada di posisi 102 dengan nilai 37, hanya lebih baik sedikit daripada Gambia. Malaysia memperoleh skor 51 dan berada di posisi ke-57, sedangkan Indeks Persepsi Korupsi terbaik di Asia Tenggara dipegang oleh Singapura (transparency.org).
Hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah besar bahwa korupsi di Indonesia masih menghambat iklim bisnis dan industrialisasi.

Perbandingan Kualitas Kebijakan Industrial

GRIPS telah melakukan riset di berbagai negara Asia dan Afrika dan memperbandingkan kualitas negara-negara tersebut pada sisi kebijakan industrialnya.
Tabel Perbandingan Kebijakan Industrial dengan Pendapatan. Sumber: K. Ohno, “The Quality of Industrial Policy as a Determinant of Middle Income Traps”, disampaikan pada Singapore Economic Review Conference, Singapore 2015
Singapura menempati posisi pertama, memperoleh nilai A+, bahkan di atas Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Pendapatan per kapita Singapura pun menjadi yang tertinggi. Yang menarik, posisi Indonesia berada di bawah Mauritius, sebuah negara di Afrika, yang mampu memperoleh predikat B. Indonesia pun masih kalah dengan Thailand yang juga mampu memperoleh predikat B.
ADVERTISEMENT
Hal penting yang perlu di-highlight adalah Indonesia masih memiliki skor yang sangat rendah pada tiga kategori berikut ini, antara lain: kompleks industri. Jumlah total luas kompleks industri di Indonesia terdapat seluas 585.77 km2 (kemenperin.go.id), yang mana jika dibandingkan dengan luas Indonesia, angka ini belumlah memadai.
Kedua, industri penyokong dan penghubung antara industri lokal dan industri FDI. Perusahaan-perusahaan lokal belum sepenuhnya dapat menyokong industri FDI dan belum juga mampu bersaing secara langsung di pasar global.
Terakhir, produktivitas, teknologi, dan inovasi yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia masih rendah. Hal ini perlu dijadikan perhatian penting agar Indonesia bisa berkembang menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita yang tinggi.