Pemerintah yang Antikritik Itu Mengancam Demokrasi dan Kebangsaan

Tri Setya
Mahasiswi S1 Teknik Lingkungan Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
28 April 2023 10:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Setya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia sebagai negara demokratis telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam memperkuat demokrasi dan kebebasan untuk berbicara. Namun, dalam beberapa tahun belakangan, banyak yang menyuarakan kekhawatiran apabila pemerintah telah menjadi bagian dari antikritik, membatasi kebebasan untuk berbicara, dan mengancam demokrasi serta kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Kebebasan berbicara dan berpendapat sendiri adalah hak dasar setiap individu dan menjadi salah satu nilai demokrasi yang paling penting. Secara umum istilah kebebasan selalu terkait dengan ketiadaan hambatan, batasan, kewajiban, atau keterpaksaan dalam melakukan suatu hal.
Seperti halnya akhir-akhir ini, pemerintah seolah enggan mendengarkan aspirasi maupun kritikan yang dilontarkan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat mengenai kebebasan berpendapat yang telah tertuang di dalam Undang-Undang Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai contoh, akhir-akhir ini Indonesia digemparkan dengan adanya video dari seorang TikToker Bima Yudho Saputro yang sedang mengkritik pemerintah, khususnya mengkritik Pemerintah Provinsi Lampung.
Menurutnya, Provinsi Lampung tidak mengalami perkembangan. Salah satu poin yang menjadi kritikannya, yaitu persoalan banyak jalan rusak yang dibiarkan selama bertahun-tahun sehingga menyulitkan mobilisasi perekonomian di Lampung.
Wawancara eksklusif kumparan bersama Bima Yudho. Foto: Retyan Sekar Nurani/kumparan
Selain itu, dia juga menyorot mengenai pembangunan Kota Baru di Lampung Selatan yang telah menghabiskan anggaran sebanyak miliaran rupiah tetapi mangkrak begitu saja tanpa adanya keberlajutan.
ADVERTISEMENT
Bima dilaporkan ke Polda Lampung yang diduga telah menyebarkan ujaran kebencian yang mengandung SARA melalui video kritikannya tersebut. Dalam video tersebut, Bima menggunakan kata “Dajjal” pada saat memberi kritikan tersebut.
Tindakan tersebut memicu keprihatinan mengenai arah demokrasi dan kebebasan di Indonesia. Kebijakan antikritik ini dapat mengancam demokrasi dan kebangsaan yang menyebabkan ketakutan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain itu, juga mempersempit ruang gerak kebebasan berbicara dan berpendapat, serta menghalangi partisipasi masyarakat dalam mengaspirasi di kehidupan politik dan sosial. Kritik merupakan bagian integral dari berdemokrasi.
Sebagai negara demokratis, tentunya Indonesia harus memastika kebebasan berbicara dan berpendapat, dan memastikan masyarakat yang mengekspresikan kritikan terhadap pemerintah tidak dilakukan penindakan dengan keras atau intimidasi. Hal ini menjadi pembatas dan penghalang masyarakat ikut andil dalam berpartisipasi dalam kemajuan demokrasi dan kebangsaan.
Pengendara melintas di dekat mural bertema korupsi benih lobster di Jalan Raya Transyogi, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (19/4/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dengan demikian, pemerintah harus memperkuat pengawasan atas kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan dan menjamin mereka untuk bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia dimintai pertanggungjawaban secara adil dan transparan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga harus membangun kepercayaan pemerintah dan masyarakat serta menciptakan lingkungan di mana masyarakat dapat menyuarakan pendapat dari mereka dengan bebas dan terbuka.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan adanya kritik konstruktif yang dapat membantu pemerintah untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan pelayanan publik. Oleh karena itu, diharapkan pula pemerintah harus membuka diri terhadap kritik dan memperkuat kebijakan yang mendukung adanya keterbukaan dan transparansi.
Dengan cara ini, Indonesia dapat membangun sistem demokrasi dan kebangsaan yang jauh lebih kuat, dan melayani masyarakat dengan lebih baik.