Bullying Mendewasakan dan Mengajarkan Banyak Arti Kehidupan

Valeria Brigita Sari
Mahasiswi jurusan komunikasi di Universitas Bina Nusantara
Konten dari Pengguna
5 Januari 2021 6:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Valeria Brigita Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Bully-ing atau yang di bahasa Indonesiakan memiliki arti perundungan, penindasan, pengintimidasian merupakan salah satu peristiwa kurang menyenangkan yang seringkali terjadi di lingkungan sekolah. Fenomena berkonotasi negatif tersebut kerap kali terjadi pada usia remaja namun tak luput juga bahwa semua orang bisa mengalami perilaku kurang menyenangkan tersebut.

ADVERTISEMENT
Faktor-faktor yang menyebabkan pelaku melakukan tindakan bullying biasanya berasal dari penggunaan media sosial yang kurang/tidak tepat, menyaksikan tayangan yang tidak sesuai dengan usia dan tidak ada bimbingan maupun penyertaan orang tua, meniru perilaku lingkungan keluarga atau sekitar yang sering melakukan tindakan kekerasan, tidak memiliki rasa peduli antar sesama manusia, dan yang paling sering ditemui ialah hanya ikut-ikutan dengan tren atau teman agar tidak dikucilkan. Biasanya, tindakan bullying dilakukan secara beramai-ramai atau berkelompok terhadap seseorang yang dianggap lemah dan tak berdaya.
Tersangka yang melakukan tindakan bullying biasanya tidak mempunyai alasan yang pasti dan jelas. Mereka biasanya menganggap tindakan yang mereka lakukan hanya sekedar untuk candaan/gurauan semata. Namun, bagi para korban akan menimbulkan efek negatif yang berkepanjangan seperti mengalami gangguan mental (depresi, merasa rendah diri, mudah cemas), sulit tidur dengan nyenyak, berkeinginan untuk menyakiti diri sendiri, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang menjadi korban bully-ing biasanya sangat terlihat dari tingkah lakunya yang menjadi sangat tidak bersemangat, nafsu makan yang berkurang ataupun berlebihan, menghindari ajakan pertemanan, barang-barang hilang/rusak, Selain itu, para korban juga bisa menjadi pengguna dari obat-obatan terlarang seperti narkoba dan juga mengonsumsi obat berlebihan hingga overdosis, tidak ingin berangkat ke sekolah karena takut dan malas, prestasi menurun, ikut melakukan tindakan kekerasan, dan menanam emosi dan sikap untuk balas dendam.
Sekitar 10 tahun yang lalu, ketika saya masih duduk di tingkat Sekolah Dasar dan berumur sekiranya 11 tahun, saya pernah mengalami kejadian buruk tersebut. Saat itu para perempuan hanya membully saya lewat perkataan (verbal) namun para laki-laki sempat mendorong saya ke besi, dinding, pintu kayu, dan lain sebagainya. Saya juga pernah dijepret menggunakan karet ketika saya sedang mengerjakan tugas sekolah. Saat kurikulum sekolah diganti dari Kurikulum 2006(KTSP) menjadi Kurikurum 2013 (Kurtilas), nilai saya mengalami banyak penurunan karena teman-teman memberi saya nilai yang sangat rendah meskipun saya mengerjakan dan mempresentasikan nilai dengan baik, dan berbagai perilaku kurang menyenangkan lainnya. Kepala Sekolah, Wali Kelas, dan guru-guru lainnya mengetahui mengenai kejadian tersebut namun mereka hanya diam dan seakan menutup mata atas kejadian tersebut.
ADVERTISEMENT
Pernah sekali ada seorang guru yang melihat kejadian tersebut dan membela saya, saat itu mereka sempat meminta maaf namun esok harinya mereka kembali menindas saya. Beberapa orang seperti kakak maupun adik kelas sempat bertanya alasan mereka mengucilkan saya. Namun, sampai saat ini masih tidak mengetahui alasan jelas yang menyebabkan saya dikucilkan di sekolah. Beberapa teman yang sempat ikut membully dan menjauhi saya ketika ditanyai alasannya, mereka menjawab bahwa dulu ekspresi dan mimik wajah saya yang sinis, dan berbagai alasan tidak relevan lainnya.
Semenjak saat itu, selama beberapa tahun saya hidup dalam keadaan membenci diri sendiri, tidak percaya diri, bahkan hampir beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Hingga saat ini, berbagai perasaan negatif dan memilukan itu belum sepenuhnya sembuh dan hilang. Beberapa kali, saya masih teringat masa pahit dan kelam itu. Namun, sekian tahun berlalu saat ini saya belajar untuk mensyukuri keadaan yang pernah saya alami.
ADVERTISEMENT
Dari peristiwa bullying yang pernah saya alami, saya belajar untuk menghargai dan menghormati setiap manusia tanpa membeda-bedakan paras, kekayaan, materi, fisik, dan berbagai hal duniawi lainnya karena tidak ada seorangpun yang berhak disakiti oleh manusia lain apapun alasannya.
Selain itu saya juga belajar bahwa dimanapun diri kita berada, pasti selalu akan ada orang yang tidak suka ataupun membenci sebaik apapun kita atau apapun yang kita lakukan akan terlihat menjengkelkan di mata orang yang tidak menyukai kita. Oleh karena itu, fokuslah pada diri sendiri dan cintailah diri sendiri. Karena bagaimanapun hidup yang kita jalani, yang paling mengetahui cerita dan alur perjalanan kehidupan kita ialah diri kita sendiri.
Dari kasus bullying pernah saya alami, saya belajar banyak hal dan menjadi lebih dewasa. Pernah dibully bukan berarti gagal, namun Tuhan ingin kita menjadi orang yang lebih kuat dan tegar kedepannya. Kita juga seakan belajar untuk sabar, rendah hati, lapang dada, dan berbagai sifat perilaku positif lainnya. Juga, mungkin Tuhan mempunyai maksud menjadikan kaki tangan-Nya dalam berbuat kebaikan dan selalu mengandalkan-Nya dalam seluruh proses kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Sebagai korban bully-ing kita bisa menjadi lebih positif, bangkit, menjadi pribadi yang lebih baik namun tak luput kita juga bisa menjadi orang yang selalu mengeluh, menyalahkan orang lain dan keadaan, dan pemikiran negatif lainnya. Semua hal itu tergantung diri kita sendiri mau ke arah yang baik atau buruk.
Terakhir, pesan bagi seluruh masyarakat, menurut saya pendidikan karakter, gemblengan juga pengawasan dari orang tua dan lingkungan sekitar sejak dini sangat penting untuk membangun kepribadian seseorang. Seluruh masyarakat harus diberi awareness mengenai bullying dan menghargai sesama manusia sehingga tindakan kekerasan dan penindasan terhadap orang lain dapat dicegah.