Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
3 Mitos yang Mewarnai Plengkung Gading
14 Februari 2019 12:34 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
ADVERTISEMENT
Yogyakarta memiliki beribu spot situs sejarah. Tidak hanya bangunan bertingkat, tetapi juga bangunan yang sekedar dilewati tanpa peduli bagaimana sejarahnya. Salah satunya adalah plengkung. Istilah plengkung, digunakan oleh masyarakat Yogyakarta pada zaman dahulu untuk mendefinisikan gerbang masuk dan keluar dari kompleks Keraton Yogyakarta. Sampai saat ini, 5 plengkung yang ada di Yogyakarta kerap tak dipandang oleh pengendara.
ADVERTISEMENT
Plengkung Gading, menjadi salah satu plengkung yang bangunannya masih utuh seperti ketika pertama kali dibangun. Sebenarnya, plengkung ini tidak bernama Plengkung Gading, akan tetapi Plengkung Nirbaya. Adapun makna dari Nirbaya sendiri ialah bebas dari bahaya duniawi. Adapun mitos yang beredar di masyarakat terkait Plengkung Nirbaya ini.
Sultan yang Masih Bertahta Tidak Boleh Lewat Plengkung Gading
Pintu keluar masuk Sultan dari Keraton Yogyakarta keluar kompleks Keraton adalah lewat 4 plengkung lainnya. Sejak masa pemerintahan Sultan HB I, Plengkung Gading tidak boleh dilewati oleh Sultan yang masih hidup.
“Yang boleh lewat Plengkung Gading adalah Sultan yang sudah wafat,” kata Tedi Katyadi, salah seorang warga yang tinggal di dalam benteng, saat diwawancarai, Minggu (10/2/2019).
ADVERTISEMENT
Plengkung yang terletak di sisi selatan Keraton Yogyakarta ini, menjadi satu-satunya pintu keluar raja yang sudah wafat, yang selanjutnya dimakamkan di Imogiri. Plengkung Gading menjadi satu-satunya plengkung yang memiliki akses untuk menuju ke bagian atas plengkung. Tangga di sisi utara bisa dimanfaatkan wisatawan untuk melihat secuplik Kota Yogyakarta. Dulunya, bagian atas Plengkung Gading digunakan sebagai benteng penjagaan.
Masyarakat Biasa yang Telah Meninggal Tidak Boleh Lewat Plengkung Gading
Akan tetapi hal ini berlaku sebaliknya bagi orang awam alias masyarakat umum. Justru saat ada masyarakat biasa yang meninggal, mereka tidak boleh melewati Plengkung Gading.
“Walaupun dekat dengan pintu keluar (Plengkung Gading), tetap tidak boleh. Harus mencari jalan keluar yang lain,” ujarnya.
Menetralkan Ilmu Hitam
ADVERTISEMENT
Konon, mereka yang memiliki ilmu hitam dan melewati Plengkung Gading akan hilang ilmu hitamnya. Baik secara disengaja maupun tidak disengaja, ilmu hitam akan langsung luntur ketika lewat ke Plengkung Gading ini.
"Pernah ada kejadian nyata, yang ilmu hitamnya benar-benar luntur karena tidak tahu bahwa tidak boleh lewat Plengkung Gading," papar Tedi.
Pada bagian atas, terdapat ukiran burung yang sedang menghisap sari dari bunga, atau yang dalam bahasa jawa disebut Lajering Sekar Sinesep Peksi. Ukiran ini pun memiliki makna kapan Plengkung Gading didirikan. Lajering bermakna satu, sekar bermakna sembilan, sinesep bermakna enam, dan peksi bermakna satu. Dari sini, bisa diketahui bahwa Plengkung Gading didirikan tahun 1961.
Hal unik yang membuat Plengkung Gading berbeda dari 4 plengkung lainnya adalah adanya menara sirine. Sirine akan berbunyi dalam dua momen saja. Yang pertama adalah kemerdekaan Republik Indonesia, dan yang kedua adalah menjelang buka puasa saat bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Plengkung Wijilan, yang juga menjadi plengkung yang bangunannya masih tergolong utuh, Plengkung Gading memiliki lima lengkungan yang menjulang ke atas. Hal ini membuat arsitektur Plengkung Gading berbeda dengan 4 plengkung pada umumnya. (asa/adn)