Konten Media Partner

3 Wilayah di Panggang Gunungkidul Sulit Akses Layanan PLN

11 September 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Rentan, Saktya Rini Hastuti
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Rentan, Saktya Rini Hastuti
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
3 Wilayah di Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul hingga saat ini masih mengalami kendala dalam pasokan listrik akibat kondisi alam dan cuaca ekstrem seperti hujan dan badai. Wilayah yang mengalami kendala tersebut antara lain di Kelurahan Giriwungu, Girikarto, dan Girimulyo. Upaya perbaikan disebut sudah berusaha dilakukan melalui PLN.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, warga di tiga desa tersebut berkali-kali mengamati listrik padam sehingga membuat aktivitas warga menjadi terhambat. Suara masyarakat hingga saat ini masih belum terdengar dengan baik dalam menyampaikan berbagai keluhan kepada pihak terkait.
Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Rentan, Saktya Rini Hastuti menyampaikan pihaknya telah melakukan pendalaman masalah melalui indepth interview yang ada di tiga desa di Kapanewon panggang. Ia menyebut jika jaringan PLN sulit untuk bisa masuk di wilayah tersebut.
“Ketika saya menginap kemarin kondisinya memang seperti itu. Sebenarnya kita perlu memaklumi karena ada kemungkinan jaringan PLN sulit ditangani ketika berada di daerah perbukitan,” katanya kepada wartawan pada Selasa (10/9/2024).
Oleh karena itu pihaknya mendorong untuk wilayah di DIY yang mengalami kendala dalam mendapatkan aliran listrik bisa menggunakan energi alternatif terbarukan dengan memanfaatkan solar panel.
ADVERTISEMENT
“Sebetulnya untuk mengantisipasi listrik mati ada energi alternatif yang bisa digunakan masyarakat. Kita dapat mengkonsumsi solar matahari angin tapi memungkin energi matahari dan selama ini kalau untuk lampu jaringan kecil sebenarnya murah murah tapi Ini beberapa dana desa dan alternatif seperti CSR PLN, itu bisa diarahkan ke sana,” ujarnya.
Rini juga mendorong agar desa mulai kepada arah Energi Baru dan Terbarukan seperti yang digaungkan oleh pemerintah di tahun 2030 untuk bisa mencapai target tersebut.
“Ini (pemanfaatan EBT) guna memaksimalkan potensi masyarakat bisa dirasakan oleh masyarakat seluruh desa. Memang hingga saat ini belum ada kebijakan yang tepat melalui Perda DIY yang membahas soal dana,”katanya.
Pemerintah melalui Perda DIY No 15 Tahun 2018 juga telah mengatur terkait upaya yang perlu dilakukan menuju EBT dengan memanfaatkan solar panel di berbagai level masyarakat sehingga tidak lagi bergantung lagi kepada energi solar. Namun ia menyampaikan jika belum ada kebijakan yang membahas tentang anggaran yang digunakan dalam pemanfaatan EBT.
ADVERTISEMENT
Dari analisis lapangan yang dilakukan, kondisi tersebut agak berbeda dengan wilayah Jawa Tengah yang telah memiliki instrumen sendiri untuk fokus kepada program penggunaan sumber daya yang terbarukan melalui pemanfaatan Dana Desa dalam program Desa Mandiri Energi.
Gunung Kidul disebutnya saat ini pemanfaatan EBT baru bisa dilakukan secara perorangan untuk kegiatan bisnis dan bukan dikelola melalui desa.
Dirinya mengingatkan bahwa pemanfaatan EBT merupakan tanggung jawab bersama atas pola konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption). “Beberapa menggunakan solar panel belum dari desa yang mengelolanya,” katanya.
“Ada penginapan Girimulyo itu menggunakan solar panel secara perorangan dan tidak dikelola desa. Dulu memang ada yang begitu karena dermaga di bongkar di setup ulang. Kita belum sampai ke sana karena biayanya yang cukup tinggi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Belum maksimalnya pelayanan pemerintah selama ini untuk membangun jaringan listrik yang kuat di wilayah yang tertinggal disebutnya bukanlah sebuah kegagalan. Hanya saja memang selama ini perhatian dari pemerintah yang dinilai masih kurang.
Upaya masyarakat dalam melakukan tuntutan kepada pemerintah belum tersalurkan dengan baik karena minimnya forum. Selain itu dirinya menyebut masyarakat masih belum memahami cara dalam menyampaikan kendala yang ada di wilayahnya termasuk para perangkat desa yang dinilai masih belum bisa bersuara banyak.
“Kesetaraan memang penting agar sama sama ada budayanya. Tapi powernya belum terlalu kuat sehingga masyarakatnya tidak berani menyampaikan kelurahan. Kalaupun berani tidak direspons dengan baik,” tuturnya.
“Caraya memang kerja sama melalui jaringan mendorong kesetaraan bisa terjadi, kalau hanya dari konsumen saja yang mendorong agak berat. Ya kita harus dorong sebagai penengah, sehingga ini mungkin masyarakat di sana harapannya bisa (menyampaikan keluhan,” katanya. (Hadid Husaini)
ADVERTISEMENT