Access Bars: Salah Satu Metode Buang 'Sampah' Tubuh

Konten Media Partner
9 September 2019 9:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Access Bars yang diterima oleh para peserta. Foto: jay.
zoom-in-whitePerbesar
Access Bars yang diterima oleh para peserta. Foto: jay.
ADVERTISEMENT
Pernahkan merasa diri terpenjara? Terkadang kita seakan memiliki tembok dalam diri yang menutup diri kita. Menutup jiwa dengan berbagai pemikiran yang tidak tahu bagaimana cara melepaskannya. Access Bars, cara ini disebut-sebut merupakan sebuah metode mengunlock atau membuka apa yang tersembunyi.
ADVERTISEMENT
Sebagai manusia terkadang seseorang tak sadar telah memasukkan hal-hal buruk. Entah itu kenangan, emosi, pemikiran, dan hal lainnya yang terkadang tak diinginkan oleh tubuh. Semakin lama semakin terpendam dan terkadang tak bisa dikeluarkan dengan sendirinya. Fena Wijaya, salah satu fasilator Access Bars mengatakan dalam diri manusia terkadang harus ada sebuah fasilitas yang bisa membantu seseorang untuk melepaskan hal yang dipendam dalam tubuh.
Access Bars kedengarannya asing di Indonesia. Cara ini diklaim dapat membantu tubuh seseorang untuk mengeluarkan hal yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan emosi maupun sesuatu yang membentengi tubuh. Dalam prakteknya, teknik ini dilakukan dengan cara sang klien diminta untuk berbaring secara rileks. Nantinya akan ada fasilitator yang akan melakukan menyentuh dengan lembut 32 titik kepala selama beberapa saat.
ADVERTISEMENT
"Kita pelaku praktisi bars bukan melakukan terapi. Apa yang kita lakukan adalah bekerja sama, memfasilitasi si tubuh orang tersebut untuk melepaskan file atau data yang tidak diinginkan orang tersebut" ungkap Fena Wijaya, CFMW Bars Facilitator Indonesia, Minggu (8/9/2019).
32 titik tersebut mewakili hal yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang berkaitan dengan keuangan, kreativitas, kebahagiaan, kesedihan, dan masih banyak lainnya. Dengan menyentuh ke 32 titik tersebut, tubuh klien secara otamatis akan merilis sendiri hal yang dirasa perlu oleh tubuhnya.
"32 titik itu yang holistic di dalam area kehidupan kita. Core inti dari access consciousness ya di bars. Dan bahkan tanpa kata-kata, terilis, plong" kata wanita yang sudah mendalami Access Bars sejak 2010.
ADVERTISEMENT
Fena yang juga seorang Energetic Creative Workers of Brilliant Beings mengaku dalam sesi tersebut sama sekali tidak menyalurkan energi atau mempengaruhi klien yang menjalani bars. Fasilitator yang ada disitu hanya berfungsi sebagai mediator untuk tubuh klien. Sisanya, tubuh klien sendiri yang akan memutuskan apakah ingin melepaskan beban yang ada di dalam diri atau tidak.
"Ibarat kayak komputer filenya penuh nih. Setiap kali kita memasukan semua pemikiran, emosi, perasaan ke dalam tubuh. Tubuh nggak tahu cara merilisnya. Nah di sinilah tubuh punya kesempatan untuk merilis tanpa pikiran kita mengatur tubuh kita" imbuhnya.
Klien bars sama sekali tidak akan diminta atau dipaksa untuk mengeluarkan hal negatif. Melainkan tubuhlah yang akan menentukan sendiri pilihan apakah akan membuang hal yang buruk atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Biar tubuh yang melepaskan sendiri. Kita sebagai praktisi tidak memberinkan perintah kepada tubuh (klien). Bahkan kita tidak memposisikan 'aku healing kamu' tidak. Jadi kita benar-benar menghargai pilihan tubuh" pungkasnya.
Respon yang didapatkan setiap orang yang menjalani sesi ini berbeda-beda. Ada yang merasakan sakit saat disentuh di titik tertentu selama sesi Bars. Ada pula yang mengaku sempat merasakan sesak ketika bernafas. Pun ada yang merasa sangat rileks hingga tertidur.
Fena mengatakan respon tersebut dalam tubuh setiap orang berbeda. Mereka selaku praktisi pun tak bisa menjudge sesuatu yang terjadi dalam tubuh si klien. Menurutnya itu murni dari tubuh klien sendiri yang mengalami dan merilis apa yang harus dibuang.
Noris salah satu peserta Bars misalnya mengaku melihat bayangan serta warna samar ketika menjalani proses itu. Dia bahkan tidak dapat mengendalikan pikirannya saat proses tersebut dilangsungkan.
ADVERTISEMENT
"Aku sempet mikir samar. Tentang masa lalu" aku Noris.
Ketika ditanya kepada Fena, dia mengatakan bahwa itu respon alami tubuh yang memang membawa pada titik tertentu. Dia tidak mengatakan bahwa bagian tersebut bermasalah. Namun memang ada yang perlu dilepas di bagian tersebut.
Fena Wijaya, Bars Fasilitator (kiri) dan Intan Maria Halim, praktisi psikologi (kanan), saat memberikan materi seminar di Yogyakarta. FOto: asa.
Dari sisi psikologi, metode access bars sebetulnya bukan cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Melainkan lebih menekankan pada pemberdayaan diri klien dari beberapa aspek.
"Fungsinya empowering bukan menyelesaikan masalah. Empowering membuat berdaya penuh terhadap suatu aspek" ungkap Intan Maria Halim, praktisi psikologi sekaligus pendiri Ruang Pulih.