Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Ada Potensi Sisa Sampah Makanan dari Program MBG di DIY, Ini Kata Pakar
31 Januari 2025 17:40 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tentunya program ini memberikan harapan baru utamanya bagi para siswa di sekolah yang menjadi salah satu sasaran penerima manfaat.
Namun di sisi lain, dikhawatirkan akan ada masalah lain yakni sampah makanan dari program tersebut.
Pasalnya, sebelum program MBG, merujuk pada data SIPSN KLHK pada tahun 2024, sampah sisa makanan di Indonesia sudah cukup mendominasi yakni mencapai sekitar 40 persen dari total sampah yang ada.
Akademisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang sekaligus ahli di bidang persampahan, Hijrah Purnama Putra menyesalkan belum ada sentra-sentra untuk produksi pengolahan sampah sisa makanan itu. Padahal, sampah sisa makanan memiliki kadar air yang tinggi.
"Program ini kan terutama menyasar pada anak-anak. Berarti ada potensi mereka tidak menghabiskan makan, karena mungkin tidak sesuai seleranya entah terlalu manis terlalu asin dan seterusnya akhirnya dia tidak makan. Alhasil ada sisa sampah dari makanan itu. Dsn sampah sisa makanan memiliki kadar air yang tinggi, maka pengolahan yang tepat adalah pengolahan yang mampu mengurai sampah tersebut walaupun dalam kadar air yang tinggi,” kata Hijrah, pada Kamis (30/1/2025).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, ia menyarankan agar pemerintah harus mengalokasikan dana khusus pengolaan sisa sampah makanan dari program tersebut.
"Nah karena sentra-sentra produksi itu belum ada. Tapi seiring program ini berjalan sangat dipastikan akan menghasilkan sampah-sampah makanan cukup besar. Sehingga (pengelolaan) ini perlu direncanakan. Sampah yang bercampur dengan sampah lain, akan menjadi problem yang besar. Tapi sampah yang bercampur makanan dengan kertas seharusnya memiliki nilai jual yang tinggi," ucapnya.
Sentralisasi Pengelolaan Sampah Makanan
Hijrah mencontohkan agar sampah tersebut menurutnya dapat dikelola secara sentralisasi, yang mana pelaksana MBG memanfaatkan pihak ketiga atau vendor untuk mengelolanya. Harapannya, sampah yang diangkut itu dalam kondisi benar-benar sudah terpilah.
"Saya rasa sentralisasi lebih baik ya, yang mana dapur-dapur akan menerima sampah sisa makanan dari penerima manfaat (sekolah). Nah dari dapur tersebut sampahnya dipilah, tinggal vendor yang bisa mengelola sampah sisa makanan tersebut. Jadi jangan ditinggalkan sampah dilokasi tersebut (sekolah), yang penting ada vendor yang mampun untuk mengelola (sampah)," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam menentukkan vendor pun, Hijrah menekankan untuk lebih memperhatikan vendor dari segala aspek agar tidak menambah permasalahan yang ada.
"Saat penentuan vendor tersebut tidak hanga dari aspek kebersihan dan kualitas saja, tapi juga pasca operasi perlu dipertimbangkan agar dalam proses perizinannya tidak menambah masalah yang ada," jelasnya.
Meski begitu, Hijrah mengaku tidak mengetahui secara persis terkait bagaimana nantinya mekanisme penunjukan vendor untuk program MBG.
“Apakah mereka bisa mengolah sampah sendiri atau ada peluang untuk vendor lain dalam mengelola sampahnya?” tanya dia.
Sisa Sampah Bisa Buat Pakan Ternak
Namun secara sederhana, Hijrah memaparkan, untuk pengolahan sampah sisa makanan itu bisa diberikan langsung ke ternak (tanpa pengolahan apa pun).
"Kalau urutan pengelolaan yang paling sederhana terhadap sisa makanan ini bisa dijadikan pakan hewan ternak misalnya bebek, ayam maupun babi. Baru tingkatan berikutnya yakni ke magot. Di magot ini tentunya membutuhkan proses dan biaya. Jadi biaya yang dikeluarkan untuk makanan itu plus biaya untuk pengolahan sampahnya, pasalnya tidak hanya makanan yang butuh diolah dengan biaya, tetapi ada sampah sisa makanan yang juga membutuhkan biaya,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
(Olive)