Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Aktivitas Teroris di Media Sosial Sulit Dilacak
15 Mei 2018 20:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Ketua Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) dan Dosen Magister Teknik Informatika Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri UII, Yudi Prayudi M.Kom (kiri) saat memberi keterangan kepada wartawan di Kampus FTI UII, Selasa (15/5/2018). Foto : Philipus Jehamun/kumparan.com/tugujogja
ADVERTISEMENT
Upaya menentang aksi teroris yang bergerak dalam ruang siber ibarat berperang melawan bayangan karena pergerakan, strategi, sasaran dari pihak lawan tidak jelas, serba menduga dan menebak. Karena luasnya ruang siber, maka upaya tersebut tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan teknologi, namun juga harus melibatkan secara aktif para penggiat di ruang siber itu sendiri.
"Radikalisme dan terorisme adalah sebuah bentuk kejahatan yang terstruktur di masyarakat, maka upaya untuk mengatasi dan meminimalisirnya juga harus secara aktif melibatkan masyarakat itu sendiri," kata Ketua Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) dan Dosen Magister Teknik Informatika Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri UII, Yudi Prayudi M.Kom, kepada wartawan, Selasa (15/5/2018).
Menurut Yudi Prayudi, berdasarkan laporan yang dirilis oleh situs Statista.com, dari lima besar media sosial yang ada, Facebook dan Youtube adalah media sosial yang banyak digunakan untuk kepentingan terorisme. Dan menurut laporan yang dirilis Simon Wiesenthal Center tentang Social Media Grade untuk Terorism and Hate, Facebook mendapat nilai A minus dan Youtube C minus.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, menurut data dari We are Social yang dikutip Yudi Prayudi, pengguna terbesar social media di Indonesia adalah Youtube, Facebook, Whatssapp, Instagram, Line, BBM, Twitter.
Meski belum ada penelitian secara khusus tentang bagaimana korelasi penyebaran paham terorisme dalam ruang siber dan media sosial di Indonesia, namun kesesuaian data di atas menunjukkan bahwa Youtube, Facebook, Instagram, dan Twitter berpotensi besar sebagai media sosial yang banyak digunakan pula untuk penyebaran konten terorisme di Indonesia.
Menurut Yudi Prayudi, setidaknya ada empat hal yang menarik dari pemanfaatan media sosial yang dapat disalahgunakan untuk kepentingan aktivitas illegal, termasuk cybercrime dan terorisme, yaitu sifat anonim.
Media sosial tidak mampu mendeteksi dan memfilter identitas pengguna dan setiap orang dapat dengan mudah membuat akun dengan identitas diri sebagai siapa pun. Kemudian, memiliki cakupan tanpa batas. Aktivitas dalam media sosial dapat dilakukan kapan pun dan dimana pun selama ada koneksi internet. Selain itu, mudah dan murah.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar platform media sosial sifatnya adalah gratis dan sangat mudah untuk dioperasionalkan oleh siapa pun. Dengan modal smartphone sederhana, semua aktivitas media sosial dapat dijalankan dengan mudah.
Sementara itu, menurut Yudi Prayudi, ada enam fungsi media sosial yang umumnya dilakukan oleh para pelaku teroris, yaitu rekruitmen dan mobilisasi, membangun Jjjaring komunikasi terbatas sesama pelaku, sharing informasi : penyebaran paham, ideologi, perencanaan dan koordinasi untuk penyampaian taktik dan strategi.
Dan perang psikologis dan propaganda yakni menyebarkan ancaman dan propaganda yang berdampak pada munculnya ketakutan pada masyarakat serta untuk penggalangan dana.
"Selain keenam hal di atas, ada alasan lain mengapa media digunakan secara efektif oleh jaringan teroris. Pergerakan teroris dalam ruang nyata mungkin dapat dengan mudah terdeteksi melalui berbagai instrumen yang diterapkan oleh aparat, namun pergerakan mereka dalam ruang siber sulit dideteksi," ujar Yudi.
ADVERTISEMENT
"Penerapan sifat anonim terhadap setiap aktivitas dalam ruang siber dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian media sosial juga memungkinkan untuk melakukan profiling terhadap seseorang sehingga para pelaku dapat memberikan fokus target pada individu dan kalangan tertentu saja," kata Yudi Prayudi yang didampingi Ketua Program Pascasarjana FTI UII Dr R Teduh Dirgahayu..
Dan untuk mengantisipasi jatuhnya nyawa yang tidak berdosa sebagai korban serangan terorisme, maka harus disinergikan solusi berbasis teknologi dan pengamatan yang cermat secara manual.
Sejumlah platform media sosial telah menunjukkan komitmen untuk melawan segala propaganda teroris yang terjadi pada platformnya. Misalnya, Facebook secara khusus telah mempekerjakan lebih dari 3.000 staf yang bertugas untuk memantau berbagai konten yang mengarah pada kekerasan, pornografi anak, terorisme.
ADVERTISEMENT
Namun dengan besarnya konten yang dikelola oleh Facebook maka upaya untuk melakukan filtering sejumlah besar konten tidak mungkin dilakukan hanya dengan kemampuan internal, namun juga harus melibatkan dukungan dari komunitas yang juga turut aktif melaporkan konten yang dianggap membahayakan masyarakat dan negara. (lip)