Konten Media Partner

Aliansi Buruh Jogja: Perpres Tenaga Kerja Asing Prematur

26 April 2018 11:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Aliansi Buruh Jogja: Perpres Tenaga Kerja Asing Prematur
zoom-in-whitePerbesar
Keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dinilai prematur. Sebab, saat ini angka pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi dan pemerintah belum bisa memberi solusi dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sepatutnya Perpres tersebut ditinjau ulang. Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY),  Kirnadi mengatakan, Indonesia masih bermasalah dengan pengangguran. Tak hanya itu, pekerja Indonesiapun masih jauh dari kesejahteraan karena upah buruh yang mereka terima selalu di bawah angka Koefisien Hidup Layak (KHL) setiap daerahnya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, buruh harus mengencangkan ikat pinggang.
"Ini dulu yang harus dipecahkan oleh pemerintah sebelum mengeluarkan Perpres tersebut," tutur Kirnadi, saat dihubungi kumparan.com/tugujogja, Rabu (25/4/2018). Selain itu, menurut Kirnadi, investasi dalam sebuah negara sangat diperlukan guna menumbuhkan ekonomi. Sehingga harapannya melalui investasi tersebut akan ada penyerapan tenaga kerja lokal.
Namun investasi asing juga perlu dibatasi tentang penggunaan tenaga kerja asing agar investasi tersebut bukan hanya di nikmati oleh Warga Negara Asing (WNA). Ia membenarkan jika saat ini sudah ada aturan yang ketat tentang penggunaan (jenis pekerjaan yang boleh diduduki)  oleh tenaga kerja asing. Namun yang perlu dijelaskan adalah tentang pengawasan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Pengawasan dan penegakan hukum sangat penting agar tidak semua TKA bisa bekerja di semua lini jenis pekerjaan.
ADVERTISEMENT
"Karena jelas akan menyengsarakan bagi pengangguran di Indondesia,"tegasnya. Terkait dengan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang membanjiri negara-negara tetangga, Kirnadi menyatakan hal tersebut justru merupakan fakta. Fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh pemerintah saat ini TKI yang bekerja di luar negeri sebagian besar berada di sektor non formal seperti asisten rumah tangga ataupun juga karyawan bagian produksi sebuah pabrik.
Ketika pemerintah sudah bisa membuka lapangan pekerjaan dengan standar gaji yang layak, maka jumlah warga Indonesia yang bekerja di luar negeri akan berkurang. TKI bekerja di luar negeri karena kesenjangan gaji yang cukup tinggi antara di Indonesia dengan luar negeri. Ia khawatir nanti ketika Perpres tersebut diimplementasikan, maka akan semakin banyak warga Indonesia yang terpinggirkan. "Penekanannya adalah soal implementasi atas tenaga kerja asing itu bener-benar tenaga kerja asing yang profesional atau hanya yang biasa atau justru buruh kasar," tambahnya. (erl)
ADVERTISEMENT