Batik Larangan Keraton Yogyakarta yang Terinspirasi dari Buah Pohon Aren

Konten Media Partner
5 Desember 2020 9:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Batik kawung, salah satu motif batik larangan Keraton Yogyakarta. Foto: kratonjogja
zoom-in-whitePerbesar
Batik kawung, salah satu motif batik larangan Keraton Yogyakarta. Foto: kratonjogja
ADVERTISEMENT
Batik merupakan salah satu pakaian tradisional Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi. Makna yang begitu dalam pada batik mendasari dijadikannya batik sebagai Intangable Cultural Heritage atau Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 silam.
ADVERTISEMENT
Setiap batik memiliki ciri khas yang berbeda di setiap daerah. Untuk batik gaya Yogyakarta, mulai dari motif hingga warnanya cenderung simbolis mengambarkan kondisi alam seperti flora, fauna, tanah, gunung, hingga bumi.
Salah satu batik tertua yang ada di Indonesia yakni Batik Kawungan. Batik ini diciptakan oleh Sultan Agung Yogyakarta sekitar tahun 1613 sampai 1645. Polanya geometris dengan empat lingkaran mengelilingi satu lingkaran pusat. Dalam budaya Jawa, pola atau bagan batik Kawung dikenal dengan keblet papat lima pancer yang bermakna empat sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin.
Informasi selengkapnya klik di sini
Sesuai namanya, batik Kawung terinsipirasi dari kawung atau biji buah pohon aren. Banyaknya manfaat yang dihasilkan oleh buah pohon aren, diharapkan kehadiran pemakai motif batik Kawung nantinya juga akan memberikan manfaat bagi sekitarnya.
Adv
Pada lingkungan keluarga Keraton, batik Kawung termasuk ke dalam salah satu batik larangan atau batik yang tidak boleh dipakai oleh orang sembarangan. Bersama dengan batik larangan lain di antaranya batik motif Huk, motif Semen, motif Cemukiran, dan motif Udan Liris. Hal tersebut karena adanya nilai-nilai spiritual dan makna tertentu yang dimiliki masing-masing batik.
ADVERTISEMENT
Batik larangan ditentukan secara berbeda tergantung pada raja yang sedang bertahta. Batik Parang Rusak menjadi batik pertama yang ditetapkan sebagai batik larangan oleh Sultan Hamengku Buwono I sekitar tahun 1785.
Batik Kawung sendiri ditetapkan sebagai batik larangan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII.  Secara khusus, batik ini pada masa HB VII hanya boleh digunakan oleh Sentana Dalem.
Penggunaan terkait batik larangan mengalami kelonggaran sejak masa pemerintahan HB IX hingga kini HB X sedang bertahta.  Dimana aturan terkait penggunaan batik larangan kini tidak berlaku untuk masyarakat umum, melainkan hanya diterapkan di lingkungan Keraton. (Nada Pertiwi)