Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten Media Partner
Batik Parang, Motif Batik yang Tak Bisa Digunakan Sembarangan
2 Oktober 2020 17:22 WIB
ADVERTISEMENT
2 Oktober menjadi Hari Batik Nasional yang diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ada berbagai macam motif dan jenis batik di Indonesia. Tiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Salah satu motif batik di Yogyakarta yang unik adalah motif batik Parang. Bukan hanya bentuknya saja, tetapi filosofi dan aturan di balik motif batik parang ini.
Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam budaya. Salah satunya adalah batik yang telah diakui keberadaannya oleh UNESCO.
Batik memiliki beragam motif dengan filosofi tersendiri. Salah satunya adalah motif parang yang dikenal sebagai motif batik sakral.
Batik Parang berasal dari kata pereng yang berarti lereng atau tebing. Motif batik ini merupakan simbol dari ombak laut karena memiliki pola geometris membentuk huruf S yang saling terhubung dan tidak terputus membentuk diagonal.
ADVERTISEMENT
Motif batik peninggalan Kerajaan Mataram ini memiliki filosofi paduan dari sifat tangkas, waspada dan kontinuitas. Kontinuitas dalam mengupayakan kesejahteraan, berbuat baik serta menjalin pertalian keluarga.
Motif ini pada zaman dahulu tidak bisa digunakan oleh sembarang orang, kecuali Raja dan Ksatria Kerajaan. Batik ini melambangkan simbol dan semangat saat turun ke medan perang, penuh keberanian dan pantang menyerah seperti ombak yang memecah karang.
Batik Parang di Jogja melambangkan kewibawaan, kekuasaan dan kebesaran. Namun, hanya keluarga Keraton yang boleh memakai Batik Parang.
Adalun jenis dari motif parang yang meliputi Parang Rusak, Parang Barong, Parang Kusumo, Parang Kletik, Parang Curiga, Parang Slobok dan lainnya. Jenis-jenis tersebut dipakai dengan beberapa ketentuan.
ADVERTISEMENT
Parang Kletik memiliki arti sebagai Parang yang sangat kecil dan biasa digunakan oleh Putri dan anak perempuan Raja. Sementara itu, Parang Gendreh memiliki ukuran medium dan biasa digunakan oleh Ratu dan anak Raja.
Adapun Parang Barong yang memiliki ukuran Parang yang besar dan digunakan oleh Raja. Oleh karena itu, tidak ada yang boleh memakai Parang Barong saat ke Istana atau Keraton.
Selain Parang Barong, adapun Parangkusumo yang juga digunakan secara turun-temurun oleh keturunan Raja dan dipakai saat di keraton. Ada juga Parang Pamor digunakan dengan harapan agar si pemakai mampu berwibawa.
Sementara itu, Parang Rusak merupakan motif yang hanya dapat digunakan di Keraton. Biasanya motif ini mampu mengidentifikasi asal Keraton pemakainya.
ADVERTISEMENT
Adapun Bating Parang Rusak Barong yang juga hanya dapat digunakan oleh Raja dalam ritual keagamaan dan meditasi. Lalu ada Parang Slobok sebagai batik yang melambangkan keteguhan, ketelitian dan kesabaran.
Dikutip dari buku Ethnomathematics Teori dan Implementasinya karangan Irma Risdiyanti dan Rully Charitas Indra Prahmana, Parang Pamor juga menjadi bagian dari Batik Parang yang diharapkan dapat memancarkan cahaya keindahan. Cahaya keindahan tersebut berupa kewibawaan bagi sang pemakainya.
Selain itu, dikutip dari Cerita Batik karangan Iwet Ramadhan, adapun Parang Tuding yang digunakan saat akan bernegosiasi atau berunding. Lalu ada Parang Curigo Kesit digunakan oleh para permaisuri pada zaman dahulu dan mengandung makna kebijaksanaan.
Selain itu, motif Parang juga terbagi dua, yaitu Gareng dan Mlinjon. Gareng terdiri dari lengkungan-lengkungan dan Mlinjon yang terdiri dari persegi atau belah ketupat.
ADVERTISEMENT
Motif Parang konon ditemukan oleh Sultan Agung dari Mataram ketika sedang bermeditasi di Pantai Selatan. Saat itu Sultan Agung tengah melihat ombak yang memecah karang dan merasa jika harus ada kekuatan untuk dilambangkan oleh motif Batik. (Okty Setianingrum)