Konten Media Partner

BBPOM Jogja Temukan Peredaran Jamu Herbal Mengandung Bahan Kimia

4 Oktober 2024 19:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jogja, Bagus Heri Purnomo saat menunjukkan produk jamu tak sesuai izin peredaan, Jumat (4/10/2024) di Kantor BBPOM Jogja, Tompeyan, Umbulharjo, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Foto: Hadid H
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Jogja, Bagus Heri Purnomo saat menunjukkan produk jamu tak sesuai izin peredaan, Jumat (4/10/2024) di Kantor BBPOM Jogja, Tompeyan, Umbulharjo, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Foto: Hadid H
ADVERTISEMENT
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Yogyakarta menyampaikan hasil intensifikasi pengawasan pada Triwulan 3 tahun 2024 terhadap produk Obat bahan alam (OBA) dan Suplemen Kesehatan (SK).
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan tersebut dilakukan secara full spectrum meliputi evaluasi terhadap keamanan, manfaat dan mutu produk obat dan makanan. Sementara pengawasan post market meliputi pengawasan sarana produksi-distribusi, sampling, pengujian, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat.
Sejumlah produk yang ditemukan Oleh BPOM di sejumlah depot didapati tidak memenuhi syarat sebagai OBA dan SK.
Kepala Balai Besar POM Yogyakarta, Bagus Heri Purnomo menyampaikan jika tidak terpenuhinya syarat tersebut berisiko pada kesehatan .
Tidak hanya itu, angka pengawasan pada tahun 2024 disebutnya juga naik dibandingkan dengan tahun 2023.
Pada Agustus 2023 untuk OBA dan SK kita periksa sebanyak 45 saranan (depot) kemudian yang memenuhi ketentuan 11 sarana dan yang tidak memenuhi persyaratan sebanyak 34  sarana atau 75 persen
ADVERTISEMENT
Sementara Intensifikasi pengawasan yang dilakukan tahun 2024 ditemukan sebanyak 58 sarana (depot) dengan 16 depot atau 28 persen memenuhi persyaratan (28 persen) dan sebanya 42 depot tidak memenuhi persyaratan (72 persen).
Dari hasil intensifikasi pengawasan  pada tahun 2023 pula  ditemukan OBA yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) sebanyak 176 item yang terdiri dari 2.348 dan Tanpa Izin Edar (TIE) sebanyak 85 item yang terdiri dari 754 pieces.
Angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2024 dengan temuan BKO sebanyak 249 item dengan 3.044 pieces dan untuk TIE ditemukan 51 item dengan 742 pieces.
"Kemudian tindak lanjut kami lakukan  dengan pemusnahan oleh pemilik saran temuan produk tanpa ijin edar tersebut," katanya saat jumpa pers di Kantor Balai Besar POM Yogyakarta, Tompeyan, Tegalrejo, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (4/10/2024).
ADVERTISEMENT
"Kemudian tantangan kami ke depan dalam pengawasan Obat Bahan Alam  yang sebagian besar ada depot jamu yang masih belum belum memiliki NIB. Ini merupakan kewenangan dari Pemerintah Daerah baik ditingkat kabupaten maupun kota untuk pengurusan ijin berusahanya," imbuhnya.
Ia menyebut jika pengadaan OBA dan SK yang disediakan di depot dinilai tidak sesuai ketentuan peredaran karena didapatkan dari penyedia freelance.
Hal tersebut menurutnya menyulitkan dari sisi penindakan secara meluas. Ia juga menyampaikan  bahwa pemilik usaha tidak kooperatif yang mempersulit pihaknya memberikan pemahaman.
Disisi lain masyarakat disebutnya masih banyak yang memakai produk-produk bermasalah tersebut. "Masyarakat masih banyak menggunakan obat BKO," katanya.
"Kami akan lakukan pemberdayaan dan edukasi kepada masyarakat agar lebih cerdas dalam memilih produk untuk dikonsumsi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Bagus menyampaikan jika beragam jeni OBA yang berfungsi untuk mengurangi penyakit seperti pegal linu, gemuk badan, hingga menjaga daya tahan tubuh.
Ia menyampaikan jika bermasalah karena adanya penambahan zat kimia yang bukan peruntukannya.
Beberapa Bahan Konsumsi Obat yang ditambahkan seperti parasetamol, dexamethasone, fenilbutazon, chlorpheniramine maleate (CTM), ranitidin, sildenafil, hingga sibutramin.
Balai Besar POM Yogyakarta disebutnya tidak bekerja sendiri. Pihaknya turut mengakak berbagai instansi lainya seperti Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan) dan Satpol PP untuk terlibat dalam intensifikasi pengawasan. (Hadid Husaini).