Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Cara Warga Gunungkidul Jaga Hutan Adat Wonosadi Agar Tetap Lestari
20 Agustus 2022 13:50 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Keberadaan Rinding Gumbeng, kesenian asal Gunungkidul yang baru saja dipentaskan di Istana Negara dalam Upacara HUT ke-77 RI tidak lepas dari adanya Hutan Adat Wonosadi.
ADVERTISEMENT
Hutan yang ada di Dusun Duren, Kalurahan Beji, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul ini sampai sekarang masih lestari. Hutan ini menjadi hutan adat karena menjadi tempat untuk melakukan upacara Sadranan setiap tahunnya.
Selain tempat untuk penyelenggaraan upacara adat, keberadaan Hutan Wonosadi yang aman dari tangan jahil manusia juga karena banyaknya mitos yang berkembang di kawasan Kalurahan Beji tentang keangkeran hingga apesnya seseorang yang merusak hutan tersebut.
Ketua Jagawana Hutan Adat Wonosadi Sri Hartini (52) mengatakan hutan ini terletak di perbukitan yang berbatu hitam tanahnya merah kehitaman.
"Hutan ini berada di ketinggian 400 meter di permukaan laut (MDPL) dengan luas 25 hektare (ha) hutan inti dan 25 ha hutan penyangga. Hutan inti 25 ha ini tanahnya tanah negara berstatus tanah OO (oro-oro)," terangnya, Sabtu (20/8/2022).
ADVERTISEMENT
Menurut cerita, tanah OO tersebut merupakan pemberian dari Raja Mangku Negara di Surakarta kepada masyarakat untuk menggembalakan ternak mereka. Seperti diketahui, sebelum tahun 1958 Ngawen termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Mangkunegaran Surakarta.
berdasarkan cerita nenek moyang, Hutan Wonosadi terjadi ketika perang perang Demak dan Majapahit antara anak dan ayah jatuh dan kekuasaan Kerajaan berpindah ke Demak. Kemudian salah seorang garwa selir Raja Majapahit yang bernama Rara Resmi dengan kedua puteranya yang bernama Gadhing Mas dan Onggoloco tidak mau tunduk ke Demak.
"Mereka kemudian pergi ke Jawa Tengah untuk memenuhi pesan raja Majanahit yang terakhir Prabu Browijoyo supaya mencari wahyu Kraton dengan jalan bertapa. Sebab menurut para Pujangga Majapahit Wahyu kraton untuk selamanya berada di wilayah Jawa Tengah," ceritanya.
ADVERTISEMENT
Sampailah Rara Resmi dengan kedua puteranya itu di dusun Duren, Beji, Ngawen, Gunungkidul dan bertempat tinggal dan berbaur dengan masyarakat di Duren. Rara Resmi dengan kedua puteranya itu lebih pandai di segala ilmu serta sangat baik hati terhadap siapa saja suka menolong sesamanya.
Tempat tinggal Rara Resmi di Duren sampai sekarang masih ada bekasnya berupa sebidang tunah yang pekarangannya dianggap keramat dan ditumbuhi kayu beringin, gayam, mangga Kuno yang sudah berumur ratusan tahun.
Onggoloco bertapa sambil membuat hutan dengan maksud untuk membalas budi baik kepada masyarakat karena baik hatinya. Terjadilah hutan itu sumber mata air yang sangat berguna bagi ketutuhan hidup di masyarakat sekitarnya sampai sekarang.
"Suburlah tanah disekitar hutan itu sampai menunjang ke daerah lain," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pohon yang tumbuh cukup besar dan sangat rimbun di mana di dalamnya ada sumber mata air yang besar dan berguna untuk kepentingan masyarakat seperti pertanian maupun untuk rumah tangga. Masyarakat di sekitar Wonosadi dapat menanam padi setahun tiga kali.
"Sayangnya, akibat ulah manusia, tahun 1964 sampai dengan 1966 hutan Wonosadi rusak kayu-kayu habis ditebang. Hanya menyisakan 4 pohon asem yang berada di tengah," ujar dia.
Karena peristiwa tersebut tahun 1964 dan tahun 1966 disekitar Wonosadi terjadi banjir kerikil dan erosi. Sumber mata air mati, masyarakat bingung karena kekurangan air. Padahal ada musim kemarau atau ketiga.
Sawah sawah rusak tertimbun kerikil., Petani pada musim kemarau tidak bisa menanam tanaman lagi. Pada tahun 1965 terjadilah pemberontakan yang berhasil ditumpas oleh negara dan berujung dibubarkannya partai komunis. Pamong Besa Beji dipecat semua diganti baru.
ADVERTISEMENT
"Pak Iurah yang baru menunjuk bapak saya, pak Sudiyo untuk mengkoordinir penghijauan kembali. Kini hutan Wonosadi telah kembali lestari," ujarnya,
Banyak mitos atau kepercayaan akan terjadi sesuatu yang buruk ketika masyarakat merusak hutan Wonosadi. Dia menceritakan pernah ada Lurah yang nekat menebang pohon menggunakan mesin gergaji. Tak berselang lama Lurah tersebut meninggal.
"Beliau meninggal karena nyemplung (masuk got). Banyak kejadian-kejadian mistis di sini," ujarnya
Dan terakhir 3 tahun lalu, ada nenek hilang di hutan Wonosadi sampai sekarang belum ketemu. Bahkan SAR itu sampai menginap di Dusun tersebut selama berbulan-bulan tetapi tidak ketemu.
Keangkeran Hutan Wonosadi tersebut masih terjaga sampai saat ini. Hal tersebut tidak lepas dari pesan Rara Resmi yang melarang warganya untuk merusak hutan Wonosadi.
ADVERTISEMENT
"Jika melakukannya maka akan terjadi sesuatu yang negatif menimpa mereka. Sampai sekarang masih kami Ugemi (percaya) pesan beliau," ujar dia.