Cerita Pengusaha Pertashop di Gunungkidul yang Merugi

Konten Media Partner
23 Februari 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas di Pertashop Bantul sedang mengisikan Pertamax gratis untuk pengendara. Foto: Erfanto/Tugu Jogja.
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas di Pertashop Bantul sedang mengisikan Pertamax gratis untuk pengendara. Foto: Erfanto/Tugu Jogja.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pengusaha pertashop mengaku mengalami penurunan omzet penjualan paska lonjakan harga Pertamax beberapa waktu yang lalu. Meskipun sudah terjadi penurunan harga Pertamax, ternyata tak mampu menolong bisnis mereka.
ADVERTISEMENT
Meskipun harga Pertamax sudah turun kembali menjadi Rp 12.800 namun ternyata tak lantas membuat usaha mereka normal kembali sama seperti ketika harga di Rp 10.000 per liternya. Ada yang memilih untuk menutup usaha mereka namun ada juga tetap melanjutkan bisnisnya dengan strategi khusus.
Dian, salah seorang pemilik Pertashop di Kapanewon Semin misalnya. Dia mengaku sudah satu bulan ini menutup usahanya karena terus merugi. Omzet penjualannya terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Tentu hal tersebut membuatnya kesulitan membayar biaya operasional.
Dian mengaku waktu bulan-bulan awal dia membuka usaha Pertashop, dia mampu membukukan penjualan sekitar 1.000 liter perhari. Namun ketika harga Pertamax melonjak dari Rp 10 ribu menjadi Rp 15 ribu, omzetnya langsung anjlok 50 persen lebih.
ADVERTISEMENT
"Lha otomatis banyak yang beralih ke Pertalite lagi," ujar dia, Kamis (23/2/2023).
Pemerintah kemudian menurunkan harga Pertamax di angka Rp 12.800 seperti sekarang. Kendati demikian ternyata tak mampu mendongkrak penjualan. Omzetnya terus mengalami penurunan bahkan bulan kemarin hanya 150 liter perhari.
Kondisi ini tentu membuatnya merugi dan harus tombok untuk membayar biaya operasional seperti karyawan dan Listrik. Bahkan untuk membayar gaji karyawan, dia harus merogoh koceknya cukup dalam. Sehingga daripada terus merugi maka sebulan ini dia memilih menutup usahanya tersebut.
Menurutnya, selain karena harga Pertamax yang cukup tinggi, ternyata masih banyak pengecer pertalite yang beroperasi. Hal inilah yang membuat usahanya kian terjepit karena para pembeli eceran masih memilih membeli pertalite.
ADVERTISEMENT
"Saya berharap selisih antara pertalite tidak begitu jauh. Atau ya matikan pengecer pertalite," harapnya.
Berbeda dengan Mahmudi Hartanto, pengusaha Pertashop yang ada di Saptosari Gunungkidul ini. Dia mengaku ketika ada lonjakan harga Pertamax beberapa waktu lalu, memang omzetnya mengalami penurunan hingga 50 persen. Namun kemudian ketika ada penurunan harga Pertamax ke level Rp 12.800, omzetnya kembali naik 25 persen.
"Dulu dari 1.000 liter perhari turun jadi 500 liter. Kemudian naik di angka 650 liter perhari, dan sudah stabil meski belum pulih,"ujar dia.
Dia memang diuntungkan dengan lokasi Pertashop yang berada di pinggir Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) tersebut. Karena jarak untuk ke Pom Bensin (SPBu) memang cukup jauh di mana harus menempuh perjalanan sejauh 10 kilometer.
ADVERTISEMENT
Lokasi memang menentukan untuk bisnis Pertashop ini. Namun demikian, ancaman bisnis ini selain kenaikan harga Pertamax, yang terjadi adalah losses ukuran saat pengiriman dan losses di Pertashop sendiri.
"Kalau losses di pengiriman itu bisa terjadi. Kata karena penguapan saat mengirim. Tetapi ada yang mengatakan kalau itu karena truk Tanki 'kencing' di jalan. Tapi Alhamdulillah tempat saya tidak, selalu saya ketati kalau pengiriman," tambahnya.
Mahmud menambahkan pemerintah memang harus mendampingi para pengusaha Pertashop ini. Karena awalnya pemerintahlah yang mendorong masyarakat membuka bisnis ini di antaranya dengan memberikan subsidi berupa kemudahan KUR.
Pengusaha pertashop yang lain, Setya Prapanca mengatakan sejak harga turun ke 12.800 itu memang ada yang mencatat kenaikan penjualannya, ada yang tetap namun miliknya pribadi justru malah turun. Jadi sepertinya menurut dugaan dia memang sudah perilaku konsumen yang sudah berubah.
ADVERTISEMENT
"Di samping itu makin banyak penjual pertalite juga yang Saya dengar sih yang saya perhatiin juga seperti itu. eceran maksudnya," ujar mantan Sekjend Merah Putih DPD DIY-Jateng.
Dia mengakui jika satu persatu mulai bertumbangan karena terus merugi dan tidak bisa membayar karyawan. Dan jika sekarang masih ada Pertashop yang mangkrak meskipun sudah selesai dibangun, hal tersebut karena perizinan belum selesai bukan karena takut merugi.
"Kalau sekarang itu perizinan harus selesai di awal Kalau dulu kan waktu masa percepatan pembangunan itu ada dispensasi jadi dibalik jadi jalan dulu bangun dulu mulai dulu sambil perizinan di perjalanan gitu kalau sekarang perizinan harus selesai dulu sebelum beroperasi,"terangnya
Dia mengakui jika waktu pertama buka lalu di kala harga Pertamax masih di angka Rp 10 ribu penjualan terus mengalami kenaikan. Namun ketika harga melonjak naik maka perlahan-lahan turun dan jika diakumulasi ternyata tidak mampu menutup biaya operasional.
ADVERTISEMENT
Perilaku konsumen yang awalnya sudah menggunakan Pertamax akhirnya beralih ke Pertalite lagi bahkan pengguna pertamax lama justru memilih Pertalite yang memang disparitas harganya cukup besar. Di samping memang para pengecer pertalite bermunculan memanfaatkan peluang ini
"Di Gunungkidul yang sudah tutup ada 5," terangnya
Melihat kondisi ini, lanjut dia, Pertamina sebenarnya responsif hanya saja mereka membantu sejauh yang mereka bisa. Namun terkait harga, ternyata meskipun non subsidi pun tetap yang menentukan itu pemerintah. Sehingga yang Pertamina lakukan adalah mencoba memberikan pilihan untuk mensubsidi usaha tersebut yang seperti itu dengan membuka kemitraan dengan BUMN lain.
"Saya misalnya saya yang Gunung kidul saya kan mendaftar untuk kerja sama bermitra dengan Pos Indonesia dan BRI link itu sampai sekarang sudah berapa bulan nggak ditanggapi gitu terus beberapa hal itu misalnya soal perizinan karena kita juga coba backup itu meskipun belum belum tuntas sepenuhnya ya tapi berusaha memberikan dengan tapi mengenai harga mengenai disparitas harga ini kewenangan itu ada di pemerintah,"kata dia.
ADVERTISEMENT