Darah Seni Mengalir dalam Tubuh Seniman Lukis Penyandang Autisme

Konten Media Partner
28 Agustus 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anugrah Fadly Kreato Seniman sedang melukis Nyi Blorong. Foto: Birgita
zoom-in-whitePerbesar
Anugrah Fadly Kreato Seniman sedang melukis Nyi Blorong. Foto: Birgita
ADVERTISEMENT
Tahun 1998 merupakan masa-masa penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut, reformasi lahir, menjadi anugerah sekaligus cobaan tersendiri. Banyak orang yang menyambutnya dengan suka cita.
ADVERTISEMENT
Bagi keluarga Samudro, suka cita itu mungkin berkali-kali lipatnya. Sebab pada tahun 1998, juga lahir seorang bayi yang kehadirannya melengkapi anggota keluarga mereka. Anak pertama. Tak pelak, kelahirannya disambut antusias.
Mulanya, tak tampak ada yang berbeda dari sosok bayi yang dinamakan Anugrah Fadly Kreato Seniman itu. Hingga suatu ketika, keluarga Samudro menyadari bahwa putra mereka terlahir berbeda.
Pada usianya yang baru beberapa bulan, Uga--panggilan Anugrah--mulai menunjukkan kelainan. Lazimnya, saat merasa tidak nyaman, bayi akan menangis. Namun, Uga sangat jarang menangis, beda dari bayi pada umumnya.
Bahkan pada usia yang harusnya anak mulai bisa merespons bunyi-bunyi di sekitarnya, termasuk panggilan dari orang tua, Uga malah tidak memberikan tanggapan. Tak hanya soal respons terhadap panggilan, Uga juga belum menampakkan tanda-tanda bisa bicara. Tentunya ini membuat kedua orang tuanya gelisah.
ADVERTISEMENT
Awal kisah Uga tertuang dalam video autobiografi yang dibuatnya. Video tersebut dibuatnya sendiri dengan bantuan dari keluarganya.
Sebuah filem dokumenter mengenai diriku yang divonis sebagai penyandang Autism. Namaku Uga, aku akan berkisah mengenai diriku untuk keluar dari duniaku yang sendiri,” tulis Uga di awal video itu.
Di video itu, dia menceritakan seluruh kisah hidupnya sejak bayi hingga kin menjadi mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Jurusan Seni Patung. Uga yang masih anak-anak berbicara di depan kamera dan dengan lancar menceritakan semuanya secara runut.
“Ceritanya Uga ada di video autobiografinya. Itu dia bikin sendiri,” ujar Samudro, sang ayah, saat ditemui di Kampung Mataraman, Selasa (27/8/2019).
Menurut cerita ayahku, aku tidak pernah menatap ibu dan bapakku. Hingga pada suatu hari, tampaknya ibu dan ayahku mulai gelisah karena di usiaku yang hampir dua tahun, aku belum bisa bicara,” kata Uga dalam videonya.
ADVERTISEMENT
Karena merasa ada yang aneh, kedua orang tua Uga lantas membawanya ke dokter THT. Mulanya, Uga didiagnosis memiliki gangguan pendengaran. Namun, diagnosis itu dirasa kurang meyakinkan, sehingga Uga dibawa ke rumah sakit lain untuk menjalani pemeriksaan mendetail. Akhirnya, diperoleh fakta bahwa Uga menyandang autisme.
Dari tes itu diketahui bahwa pendengaranku normal atau tiada gangguan. Menuruit dokter sarat anak, aku diketahui menderita autisme,” ujarnya.
Mengetahui hal itu, kedua orang tua Uga pantang berkecil hati. Bagi mereka, Uga adalah anak spesial. Mereka berusaha memberikan yang terbaik bagi putra tercinta dari segi pengobatan dan pendampingan.
Berkat usaha orang tua yang rela berjalan jauh demi menemui terapis, Uga yang tadinya didiagnosis tidak akan bisa bicara, akhirnya bisa lancar bicara. Bahkan, Uga tumbuh seperti anak normal pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Samudro juga mengaku enggan memasukkan Uga ke sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Samudro mengaku bahwa putranya sengaja dia masukkan keisekolah biasa supaya bisa berinteraksi dengan anak normal.
“Dia itu saya masukkan ke sekolah biasa. Dia saya anggap sebagai anak normal,” ujar pria dua anak ini.
Anugrah Fadly Kreato Seniman sedang melukis Nyi Blorong. Foto: Birgita
Diketahui, Uga sempat bersekolah di Jakarta. Dia kemudian pindah ke sekolah lain di Bekasi, kota kelahirannya. Di situ, dia masuk ke sebuah SD negeri. Uga pun belajar dan bermain dengan anak-anak lainnya.
Di sekolah yang baru itu, aku mulai berteman dengan teman-temanku. Teman-temanku mulai dapat menerima gaya dan sikapku. Aku senang bersekolah, guru-gurunya sangat baik dan banyak menolongku,” lanjut Uga dalam cerita videonya.
ADVERTISEMENT
Suka Melukis Saat di Rumah
Sejak kecil, Uga sudah sangat akrab dengan kanvas, kuas, dan cat. Aktivitas corat-coret dengan cat kerap ia lakukan bersama adiknya.
Ternyata, darah seni yang mengalir dalam tubuh Uga berasal dari sang ayah yang merupakan pelukis sekaligus pematung. Bahkan, kakek Uga pun seorang seniman. Tak jarang, ayah Uga memberikan putranya itu kanvas agar putranya bisa menuangkan cat menjadi bentuk lukisan.
Mimpi Uga tak muluk-muluk. Dia ingin menjadi pelukis atau bahkan pematung yang andal seperti sang ayah. Mimpi itu pun ditulisnya juga dalam video itu.
Cita-citaku menjadi peneliti satwa atau pelukis atau pematung seperti bapakku,” tulisnya.
Menginjak remaja, Uga dibiasakan untuk hidup mandiri. Dia bahkan dibiasakan untuk menyetrika seragam sekolahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Uga tidak diantar dan dijemput saat pergi ke sekolah. Orang tua Uga memberikan dia sepeda supaya bisa pergi ke sekolah sendiri. Karena kebiasaan mandirinya sudah dibentuk sejak usia dini, tak heran ketika memutuskan merantau untuk kuliah di ISI yang terletak di Yogyakarta.
Lukisan berjudul 'Kembali Ke Jalan Yang Benar' menceritakan titik balik Uga meninggalkan dunia 'gelap'. Foto: Istimewa
Menurutnya, dia harus tetap berkarya. Bahkan sang ayah pun sangat mendukung Uga agar kelak bisa menjadi orang yang berhasil.
Berkaryalah terus meski orang lain mencibir diriku. Aku akan terus berkarya meski orang mencibirku karena sebagai remaja autism. Aku BISA berkarya. Akan kubuktikan bahwa aku mampu berkarya,” tulis Uga. (Birgita/adn)