Didik Nini Thowok Ngangsu Kawruh dengan Budayawan Sepuh Temanggung

Konten Media Partner
24 Juli 2019 23:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Didik Nini Thowok menjenguk budayawan sepuh Temanggung, Sri Rahayu Widati Adi (72), yang terbaring sakit di rumahnya Kampung Gemoh, Kelurahan Butuh, Temanggung, Rabu (24/7/2019). Foto: ari.
zoom-in-whitePerbesar
Didik Nini Thowok menjenguk budayawan sepuh Temanggung, Sri Rahayu Widati Adi (72), yang terbaring sakit di rumahnya Kampung Gemoh, Kelurahan Butuh, Temanggung, Rabu (24/7/2019). Foto: ari.
ADVERTISEMENT
Meski telah menyandang gelar penari kaliber internasional, tapi sosok seniman Didik Hadi Prayitno, atau lebih dikenal dengan nama, Didik Nini Thowok bukanlah orang yang lupa diri. Kesahajaan itu ditunjukkannya dengan mengunjungi rumah budayawan sepuh Temanggung Sri Rahayu Widati Adi (72), yang lebih dikenal dengan panggilan Bu Yayuk, di kediamannya Kampung Gemoh, Kelurahan Butuh, Kecamatan Temanggung.
ADVERTISEMENT
"Saya merasa terkejut ternyata anak lanang ini masih ingat sama mbokne. Dulu kami sangat dekat dalam tugas pada bidang seni budaya di Idakeb Temanggung bahkan kerap makan sepiring berdua,"ujar Yayuk, Rabu (24/7/2019)
Pertemuan kedua tokoh ini berlangsung hangat layaknya seorang kakak beradik dan dari diskusi itu muncul gagasab penting bagi kelangsungan kebudayaan terutama yang sesunggunya di miliki Kabupaten Temanggung, tapi jarang diketahui orang. Yayuk sendiri merupakan putri almarhum Adidarminto, budayawan tempo dulu di era perjuangan kemerdekaan yang juga ketua PNI Temanggung.
Perjumpaan itu terasa mengharukan terlebih saat ini kondisi Bu Yayuk dalam keadaan sakit dan sehari-hari harus terbaring di tempat tidur. Didik yang datang langsung masuk ke dalam kamar dan menyalami tangan seniornya itu dan keduanya berpelukan erat, bahkan dalam perbincangan sempat meneteskan air mata.
ADVERTISEMENT
Maklum dulu di awal tahun 1970-an keduanya sama-sama menjadi pegawai di Inspeksi Daerah Kebudayaan (Idakeb) Kabupaten Temanggung, sebelum akhirnya Didik memilih hengkang ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi dan serius mempelajari seni tari.
Dahulu sedikit banyaknya, Didik yang putra kelahiran Temanggung ini juga sempat ngangsu kawruh soal seni budaya dengan seniornya itu. Banyak kesamaan pandangan di antara keduanya seperti soal tari, budaya, batik, dan rias pengantin. Bahkan, hampir setiap hari Didik remaja bermain di rumah keluarga Adidarminto di Manggung Lor karena kebetulan satu kelas dengan Sumiati, adik Yayuk di SMA 1 Temanggung, dan juga akrab dengan Purwaningsih dan Tutugo Suwasono kakaknya.
"Saya dengan Mbak Yayuk dekat sekali, dulu sama-sama bekerja di Dinas Kebudayaan Temanggung dan kalau mau tahu saya kuliah di Jogja yang meminjami saya sepeda itu Mbak Ning (Purwaningsih), kakaknya Mbak Yayuk sampai saya lulus sarjana muda. Jadi luar biasa, kedekatan saya dengan keluarga Eyang Adidarminto itu bukan hanya sekadar pertemanan atau sahabat tapi sudah seperti saudara,"katanya.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan itu Didik mengaku mendapatkan banyak hal penting terkait kebudayaan, terutama kaitannya kebudayaan di tlatah Kedu. Dikatakan, sesungguhnya wilayah Kedu menyimpan banyak seni budaya, sejarah dan arkeologi, terutama dari era Mataram Kuno dan setelahnya sampai zaman Ki Ageng Makukuhan.
"Itu tadi ilmu yang luar biasa sekali, mungkin tidak semua orang mengira kalau ternyata mbak Yayuk menyimpan banyak sekali pengetahuan yang kita harus tahu. Pengetahuan yang telah diberikan kepada saya ini menjadi salah satu koleksi dokumen yang akan saya abadikan. Saya tidak akan lupa dengan yang pernah dekat dengan saya tapi karena kesibukan dan jarak jauh jadi tidak bisa berkomuniasi,"katanya sembari menyeka air matanya.
Yayuk sendiri menuturkan bahwa tlatah Kedu secara filosofi berarti "Kedunge Kabudayan" atau pusat kebudayaan, sehingga wajar jika banyak sekali khasanah seni budaya berasal dari sini. Mulai dari wayang, sebelum di Jogja Solo ada wayang di Kedu sudah memiliki wayang Kedu, yang kemudian menjadi babon wayang. Dalam dunia batik pun sesungguhnya ada batik klasik, termasuk rias pengantin. Melalui kreasinya Temanggung bahkan kini memiliki rias pengantin Temanggungan seperti Paes Ageng Mliwis Wana. (ari/adn)
ADVERTISEMENT