Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Filosofi di Balik Nama Ontoseno pada Motor Kustom di Yogyakarta
5 Oktober 2019 19:06 WIB
Diperbarui 15 Oktober 2019 19:42 WIB

ADVERTISEMENT
Dalam dunia pewayangan, Ontoseno merupakan Satria Pandawa, putra Werkudara yang mengorbankan dirinya untuk kemenangan dan kejayaan Pandawa di perang Baratayudha.
ADVERTISEMENT
"Jika berbicara pengorbanan pada masa sekarang, lebih banyak disisipi kepentingan tertentu. Bukan pengorbanan untuk kebaikan bersama," jelas Lulut Wahyudi, direktur Kustomfest, Sabtu (5/10/2019).
Filosofi tersebut yang melebur menjadi satu dengan banyak inspirasi untuk dituangkan dalam bentuk sepeda motor. Untuk edisi tahun ini, dia bersama tim Retro Classic Cycles menghadirkan lucky draw bernama Ontoseno yang merupakan sepeda motor untuk acara berisi kendaraan-kendaraan kustom tersebut.
Ontoseno merupakan representasi nyata tentang jiwa dan spirit berani berkorban demi negara dan orang-orang yang dicintainya. Kehadirannya diharapkan mampu membuat keseimbangan level berpikir. Tidak hanya menuntut, tetapi juga berpikir tentang apa saja yang dapat diberikan, diperjuangkan, dan dikorbankan.
"Motor kustom ini menganut gaya Flat Race," terang Lulut.
ADVERTISEMENT
Gaya tersebut terpilih karena motor itu basisnya sendiri menggunakan Triumph T140 Bonnevile 750 yang memiliki DNA balap. Dapur pacu berkapasitas 750cc-nya terkenal sukses di ajang-ajang balap dunia. Motor ini beringas di lintasan sekaligus tangguh melibas berbagai medan rintangan.
Pada tangki bahan bakar, terdapat motif kotak-kotak yang merupakan cerminan visual sesungguhnya sosok Ontoseno yang menggunakan balutan bermotif kotak-kotak. Lulut memilih Ontoseno untuk dijadikan inspirasi dan nama pada motor lucky draw kali ini karena beberapa alasan.
"Ontoseno berani mengambil keputusan atas dasar cinta yang besar terhadap negara yang ia sayangi," katanya.
Pada era milenial seperti sekarang nilai-nilai budaya luhur juga sudah jarang terlihat. Melalui Ontoseno, Lulut berharap para generasi muda untuk berbuat serta berkorban bagi negara dan orang-orang di sekelilingnya sehingga membuat mereka merasa ada di dalam kehidupan sosial masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Jika hal dasar tadi tertanam dengan baik, orang akan masuk pada level berpikir yang seimbang," imbuh Lulut.
Berkorban tidak harus mengorbankan nyawa seperti Ontoseno, tetapi bisa berkorban demi kebaikan serta kesatuan bangsa dan negara. (Dion/adn)