Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Jadah Tempe, Makanan yang Lahir dari Tangan Sekretaris Desa di Jogja
6 Desember 2019 7:14 WIB
ADVERTISEMENT
Jadah Tempe sesungguhnya adalah gabungan dari dua jenis makanan, yaitu jadah dan tempe bacem. Jadah adalah makanan yang terbuat dari ketan yang dicampur dengan parutan kelapa sehingga rasanya gurih saat disantap. Sementara pasangan jadah, tempe diolah dengan cara dibacem memiliki rasa yang manis. Sebuah kombinasi yang nikmat jika disantap bersama-sama. Bahkan lebih nikmat jika keduanya ditemani cabe rawit.
ADVERTISEMENT
Rasa makanan ini ketika disantap sangat manis dan pedas secara bersamaan. Makanan yang satu ini memang sangat cocok dinikmati pada hawa dingin di daerah Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Makanan ini umumnya disajikan dengan bungkus daun pisang.
Syafaruddin Murbawono dalam bukunya yang berjudul Monggo Mampir: Mengudap Rasa Secara Jogja menulis bahwa sejarah tempe bacem berawal dari ide unik seorang carik atau sekretaris desa di Kaliurang bernama Sastrodinomo. Sebelum menemukan jadah tempe, Sastrodinomo rajin menyerahkan persembahan berupa nasi jagung kepada keluarga Keraton Yogyakarta. Pernyerahan persembahan itu adalah bentuk pengabdian abdi dalem kepada keluarga Keraton, termasuk Sastrodinomo salah satunya.
Pada tahun 1927, ia diminta oleh keluarga Keraton untuk membuat jenis makanan lain yang unik dan berbeda dari persembahan berikutnya. Sastrodinomo sempat bingung makanan unik apa yang akan dipersembahkan kepada keluarga Keraton. Setelah berpikir cukup lama, Sastrodinomo beserta istri mengolah beras ketan menjadi jadah, lalu dipadukan dengan tempe bacem yang kita kenal saat ini. Kemudian Sastrodinomo menyerahkan persembahan jadah tempe kepada keluarga Keraton. Ternyata, makanan ini disukai oleh orang-orang di istana.
ADVERTISEMENT
"Sejak saat itu, Sastrodinomo selalu mengirimkan persembahan berupa jadah tempe. Lalu ia tertarik ingin membuka usaha jadah tempe. Dibantu istri dan anak-anaknya, ia memutuskan mulai berjualan makanan tersebut dan membuka warung kecil di kawasan Telaga Putri, Kaliurang pada tahun 1950," tulis Sayafaruddin dalam bukunya.
Suatu hari pada tahun 1965, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berkunjung ke Kaliurang dan mampir ke warung jadah tempe milik Sastrodinomo. Setelah mencobanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX merasa bahwa jadah tempe buatan Sastrodinomo memang beda dan unik daripada yang lain. Untuk membedakannya dengan jadah tempe yang lain, istri Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Kanjeng Ratu Ayu Hastungkara, menyarankan kepada Sastrodinomo agar warung tersebut diberi nama Jadah Tempe Mbah Carik.
ADVERTISEMENT
Alasan pemberian nama Jadah Tempe Mbah Carik karena Sastrodinomo dulunya adalah seorang carik (sekretaris desa). Sejak itulah, Sri Sultan Hamengku Buwono IX rajin mengutus pengawal Keraton untuk membeli jadah tempe milik Mbah Carik karena ia suka dengan jadah tempe buatan Mbah Carik.
Siapa yang menyangka bahwa ide unik Sastrodinomo untuk menggabungkan jadah dengan tempe sebagai makanan persembahan berhasil mendapatkan respon positif dari Keraton. Bahkan alasan Sastrodinomo membuka warung jadah tempe agar para warga Yogyakarta juga ingin mencoba jadah tempe buatan Sastrodinomo atau yang kita sekarang sebagai Mbah Carik. Jadah tempe yang pada awalnya adalah makanan persembahan untuk keluarga Keraton sekarang menjelma menjadi makanan yang paling dicari di Kaliurang. (Ayu)
ADVERTISEMENT