Jalan Panjang Menjadi Seorang Barista Profesional di Kedai Kopi

Konten Media Partner
19 September 2020 10:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi barista perempuan Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barista perempuan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Secangkir espresso yang mendarat di atas meja dalam hitungan menit setelah dipesan, ternyata tak sesederhana menyesapnya. Lebih dari itu, barista melewati jalan panjang untuk menjadi ahli demi meninggalkan after taste sempurna di lidah para penikmat kopi.
ADVERTISEMENT
Tren menjadi seorang barista semakin meroket seiring bertumbuhnya gerai-gerai kopi baru. Cukup dengan mampu membuat Latte Art yang ciamik, maka istilah coffee snob disematkan padanya. Padahal, barista dan coffe snob sekalipun tak hanya diukur dari kemampuannya saat melukis di atas Latte, melainkan ada proses panjang di balik itu.
Menjadi barista yang profesional hingga mampu beraksi di balik mesin espresso sebaiknya menempuh beberapa tahap. Pertama, calon barista harus memiliki kepekaan sensori indra pengecap dan pencium.
“Ketika dia sudah memiliki intermediate atau advance, itu fungsionalnya kemudian untuk melatih di manual brewing. Karena setelah menyeduh dengan rasa tertentu, dia akan mengecap apa yang dia seduh,” ujar Agus Prasetio, Kurator kopi di Yogyakarta, Jumat (18/9/2020).
Agus Prasetio, Kurator kopi di Yogyakarta. Foto: Gabryella Triwati Sianturi/Tugu Jogja
Dalam melatih kepekaan sensori, calon barista bisa melakukan observasi, analisa serta evaluasi rasa dari aroma kopi yang diseduh. Biasanya, bisa dilatih lewat pengisian form cupping dari hasil panen kopi. Hal tersebut dilakukan pula untuk memilih kualitas kopi terbaik.
ADVERTISEMENT
Dalam pengisian form cupping, dilakukan penilaian biji kopi dari beberapa kriteria seperti frekeunsi, aroma, giling basah, after taste, balance, kompleksitas, sweet exist, uniform cup dan lain-lain. Penilaian tersebut akan diakumulasikan yang kemudian hasil akhirnya menentukan kualitas kopi dengan berbagai macam catatannya.
“Sebelum disesap itu kopi, dicium dulu. Indra penciuman penting sekali untuk mengisi form cupping itu, terutama di frekeunsi dan aroma. Teknik pengecapan berikutnya itu di after taste, jadi after taste itu adalah rasa tinggalan di tenggorokan setelah pengecapan,” ujar Agus.
Setelah kopi dapat diterjemahkan ke dalam cupping form, maka calon barista akan mengetahui kualitas kopi.
“Ada quality skill mulai dari enam sampai sembilan, jadi dari mulai enam itu benar-benar dasar. Kalau dia ngga ada defect, berarti dia masuk specialty yang artinya skornya di atas tujuh. Kalau dia defect, berarti dia masuk ke premium,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Setelah memiliki kepekaan sensori, calon barista bisa mempelajari teknik brewing. Hal ini dilakukan agar bisa menggunakan alat-alat seduh manual. Calon barista juga akan mempelajari metode penyeduhan seperti pour over, aeropress dan lain-lain.
Terakhir, calon barista juga harus mengetahui teori dan praktik yang berfokus pada kalibrasi, pembuatan espresso, mengelelola susu dan kopi, serta membuat latte art. Tak hanya itu, calon barista harus memiliki pula kemampuan dalam merawat mesin kopi.
Barista di Jogja 80 persen stok ordernya masih lemah. Misalnya fresh milk dan kopi, seharusnya Jumat itu dia sudah stock order, karena orang Sabtu dan Minggu itu datang ke kedai. Dan itu pasti unpredictable. Artinya, kalau Minggu stok habis, berarti kecolongan. Barista harus selalu nimbang (fresh milk dan kopi) setiap close order,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, kedai kopi tak hanya sebagai tempat hangout atau ruang publik. Lebih dari itu, industri kopi berarti berbica soal logistik dan mata rantai. Begitu pula dengan barista, profesi tersebut harus menguasai dari hulu ke hilir.
“Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu seduh. Jangan orang beli kopi, ya kopi doang. Masing-masing profesi sudah disebut ahli. Kalau udah bicara ahli, dia harus bisa mendeskripsikan kepada customer sehingga customer puas," ujar Agus. (Gabryella Triwati Sianturi)