Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
JCW: Perilaku Korupsi di Yogyakarta Merambah ke Tingkat Desa
2 Januari 2020 13:54 WIB

ADVERTISEMENT
Jogja Corruption Watch (JCW) prihatin kasus korupsi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tertangkap tangannya oknum Jaksa oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu menjadi catatan kelabu proses pemberantasan korupsi di provinsi yang istimewa ini.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, JCW menilai jika perilaku korupsi di DIY sudah mulai merambah ke tingkat desa. Gelontoran dana miliaran rupiah ke desa tanpa kontrol yang ketat memunculkan potensi korupsi dilakukan oleh aparat pemerintahan desa. Oleh karenanya, JCW mewanti-wanti agar peran kelembagaan desa perlu ditingkatkan.
Koordinator Pengurus Harian JCW, Baharuddin Kamba mengatakan, kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan di wilayah hukum Polda DIY maupun Kejaksaan Tinggi DIY pada tahun 2019 terbilang masih cukup tinggi dari nilai kerugian negaranya. Berdasarkan klaim dari Kajati DIY sebesar Rp 23, 114 miliar dari sejumlah kasus korupsi yang ditangani.
"Dari catatan Jogja Corruption Watch (JCW) ada beberapa kasus yang menjadi perhatian bersama,"ujarnya, Kamis (2/1/2020).
ADVERTISEMENT
Catatan tersebut di antaranya kasus korupsi yang terungkap pada bulan Juni 2019. Di mana saat itu, terjadi kasus korupsi aset tanah pada Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di Purwomartani, Kalasan, Sleman, DIY.
Selain tanah 2.240 meter persegi ada pula rumah seluas 1.000 meter persegi dan mobil yang disita oleh pihak kejaksaan, diduga berasal dari hasil korupsi pengadaan tanah BPMRP pada Kemendikbud. Total kerugian mencapai Rp 5,9 miliar. Dalam kasus ini dua orang ditetapkan sebagai tersangka.
Selanjutnya pada bulan Juli 2019 kasus korupsi pada kantor Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Seni dan Budaya Yogyakarta dengan nlai kerugian negara pantastis yakni Rp 21, 6 miliar lebih. Kasus P4TK ini ditangani oleh Polda DIY. Empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Modus yang digunakan adalah mendirikan perusahan fiktif.
ADVERTISEMENT
Pertengahan bulan Agustus 2019, warga Yogyakarta dikejutkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap oknum jaksa dan pengusaha di Solo, Jawa Tengah.
KPK telah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus suap lelang pada proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) dijalan Soepomo Cs pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
"Ketiga tersangka adalah ES, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta selaku anggota Tim Pengawal Pengaman Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D) , SS merupakan jaksa pada Kejaksaan Negeri Surakarta dan GY selaku Direktur Utama pada PT Manira Arta Mandiri,"ungkapnya.
Terdakwa GY dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan pidana penjara selama dua tahun dan pidana denda Rp 150 juta. Kasus dengan terdakwa GY masih berproses sidang di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Sejumlah nama baik eksekutif maupun legislatif telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti; Kepala Dinas PUPKP, Agus Tri Haryono; Asisten Perekonomian Sekda Kota Yogyakarta, Kadri Renggono; dan Ketua DPRD Kota Yogyakarta periode 2014 - 2019, Sujanarko; juga diperiksa sebagai saksi. KPK sedang mendalami aliran dana proyek SAH ke pihak lain.
"Sepanjang tahun 2019 kasus korupsi dana desa dibeberapa daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta juga cukup mencolok,"tambahnya.
Pada pertengahan Juli 2019, Kejaksaan Negeri Sleman menetapkan Kepala Desa (Kades) Banyurejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman sebagai tersangka korupsi dana desa pada tahun 2015 dan 2016. Diduga kerugian negara sebesar Rp 633,8 juta dari hasil korupsi.
Selanjutnya awal Desember 2019 dua pejabat di Desa Banguncipto Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo diduga terlibat korupsi dana desa. Kepala Desa dan Bendahara diduga menyelewengan dana desa sebesar Rp 1,15 miliar yang bersumber dari APBDes, APBN dan bantuan dari Pemkab Kulonprogo dalam kurun waktu 2014 - 2018.
ADVERTISEMENT
"JCW memberikan apresiasi beberapa kasus korupsi dibeberapa daerah baik yang ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan baik yang masih dalam tahap penyidikan maupun penuntutan,"ungkapnya.
Namun demikian, JCW prihatin terhadap oknum jaksa yang diduga terlibat dalam kasus SAH. Jaksa yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap pembangunan tetapi diduga ikut bermain. Ibarat hakim garis yang mengawasi permainan dalam sepakbola tetapi ikut sebaagai pemain. Masih adanya kasus korupsi dana desa di Sleman dan Kulonprogo merupakan potret buruk lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa.
Menurutnya, minimnya keterlibatan dan sulistnya akses masyarakat dalam mengawasi dana desa menjadi salah biang keladi terjadinya penyelewengan dana desa. Aktor-aktor yang bermain dalam korupsi dana desa hanya itu-itu saja yakni Kades maupun perangkat desa lain seperti bendahara.
ADVERTISEMENT
Kasus korupsi SAH dijalan Soepomo, Kota Yogyakarta diharapkan menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus lain.
Pendalaman yang sedang dilakukan oleh KPK perihal aliran dana dari atau ke pihak lain pada kasus SAH diharapkan tidak berhenti pada tiga tersangka saja tetapi jika ditemukan minimal dua alat bukti yang kuat, maka kebenarian pimpinan KPK saat ini diuji.