Jembatan Progo Temanggung Jadi Saksi Bisu Pembantaian Ribuan Pejuang RI

Konten Media Partner
10 November 2022 20:35 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tabur bunga di Jembatan Sungai Progo dilakukan Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq dan segenap elemen di Hari Pahlawan untuk menghormati ribuan pejuang yang gugur dibantai tentara Belanda, Kamis (10/11/2022). Foto: ari/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Tabur bunga di Jembatan Sungai Progo dilakukan Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq dan segenap elemen di Hari Pahlawan untuk menghormati ribuan pejuang yang gugur dibantai tentara Belanda, Kamis (10/11/2022). Foto: ari/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Peringatan Hari Pahlawan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, selalu menjadi momen mengharukan bagi segenap masyarakat di lereng Gunung Sumbing-Sindoro ini. Lantaran, di Jembatan Sungai Progo yang menjadi pembatas Kecamatan Temanggung dengan Kranggan ini tersimpan cerita pilu pembantaian ribuan pejuang RI pada tahun 1948-1949 saat Belanda berupaya kembali menjajah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kala itu, terjadi perlawanan massif dari para pejuang di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali di Temanggung. Namun demikian, hal itu harus ditebus dengan pengorbanan ribuan nyawa pejuang. Selain perang terbuka, para pejuang di Temanggung kala itu banyak kemudian yang ditangkap, dipenjarakan di sebuah kamp di Kota Temanggung. Lalu di eksekusi satu persatu di Jembatan Progo kemudian tubuhnya di buang di aliran sungai yang membelah Jateng dan DIY tersebut.
Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq mengatakan, lokasi ini merupakan saksi bisu pembantaian ribuan pejuang RI oleh tentara Belanda. Oleh karenanya, untuk memperingati peristiwa heroik itu Pemkab Temanggung selalu menggelar upacara dan tabur bunga di Jembatan Progo setiap tanggal 10 November.
"Jadi di Jembatan Progo ini dulu terjadi peristiwa mengenaskan, pada tahun 1949. Para pejuang yang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dibantai oleh pasukan Belanda. Dari jembatan ini mereka ditembak, korbannya cukup banyak dari tokoh pejuang di Temanggung. Di sini juga dimakamkan Bapak Bambang Soegeng merupakan KASAD yang asli Temanggung. Maka setiap peringatan Hari Pahlawan kita selalu menabur bunga dari atas jembatan ini,"katanya ditemui usai tabur bunga, Kamis (10/11/2022).
ADVERTISEMENT
Diceritakan, perisiwa tragis di Temanggung terutama pada tahun 1949 dimulai dari banyaknya pejuang dan orang yang dicurigai Belanda ditangkap dan pada malam hari di eksekusi secara kejam di Jembatan Progo. Jumlah berapa korban memang tidak dapat diketahui secara pasti, namun diperkiarakan lebih dari seribu orang meregang nyawa di tangan tentara Belanda.
Dalam buku Kesaksian Progo, karya Bekti Prijono dituturkan dalam pembantaian yang bisa dikategorikan kejahatan perang itu, para pejuang gugur dalam keadaan mengenaskan. Tanpa ampun leher mereka ditebas menggunakan parang, kemudian tubuhnya diberondong peluru tajam, lantas mayatnya dibuang di Sungai Progo yang kala itu berbau anyir karena banjir darah manusia.
Cerita itu, didapat dari salah satu pejuang yang selamat, bernama Pak Saleh. Pejuang ini berhasil lolos dari maut, sebab saat hendak dieksekusi dia meminta kepada algojo dari Batalyon Anjing Nica agar diberi waktu untuk berdoa. Di remang malam dalam lantunan doa, dan hitungan sepersekian detik saat serdadu lengah, Saleh pun melompat ke aliran sungai yang tengah banjir, diapun lolos dari maut. Saleh sendiri sebelum dibawa dari tahanan menuju Progo mengaku mendatangani buku data tahanan di nomor lebih dari 1.300-an padahal masih banyak tahan lain.
Tabur bunga di Jembatan Sungai Progo dilakukan Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq dan segenap elemen di Hari Pahlawan untuk menghormati ribuan pejuang yang gugur dibantai tentara Belanda, Kamis (10/11/2022). Foto: ari/Tugu Jogja
Dijelaskan, Khadziq, setiap 10 November selain tabur bunga di Jembatan Sungai Progo, penghormatan juga dilakukan tak jauh dari tepian sungai tersebut yang terdapat makam petinggi tentara Angkatan Darat yang punya peran sentral di masa agresi militer Belanda ke-2, yakni Mayjend TNI Bambang Sugeng. Perwira TNI ini memiliki hubungan erat dengan para prajurit dan pejuang yang gugur di Progo karena mereka adalah anak buang sang perwira.
ADVERTISEMENT
Bambang Sugeng merupakan perwira militer Indonesia, pernah menjabat Panglima Divisi III, di mana Letkol Suharto Komandan Brigade X yang kelak menjadi Presiden RI ke 2 adalah salah satu anak buahnya. Di puncak karier militernya dia menjabat sebagai KASAD.
Bambang Soegeng sendiri merupakan inisiator Serangan Umum 1 Maret 1949 yang menghebohkan dunia internasional dan membuktikan bahwa TNI dan Indonesia masih ada dan berdiri tegak. Dalam wasiatnya di akhir hayat Soegeng ingin dimakamkan di tepian Sungai Progo, dengan alasan agar bisa dekat dengan ribuan anak buahnya yang gugur dibantai Belanda, sebagai kusuma bangsa. (ari)