irwan bajang.jpg

Jurus Ampuh Sebarkan Virus Menulis pada Kaum Muda

28 April 2020 16:41 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pendiri Indie Book Corner, Irwan Bajang. Foto: dok. Tugu Jogja.
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri Indie Book Corner, Irwan Bajang. Foto: dok. Tugu Jogja.
ADVERTISEMENT
“Buku adalah Jendela Dunia”
Ungkapan itu sudah ada sejak lama. Membaca buku dinilai mampu memperluas pandangan seseorang terhadap suatu hal. Tak hanya itu, lewat buku, sejumlah informasi baru akan didapatkan oleh seseorang. Sayangnya, akses terhadap buku kerap kali menjadi halangan seseorang untuk membaca buku-buku yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebuah negara yang memiliki ribuan pulau dan ratusan juta penduduk ternyata memiliki tingkat literasi yang cukup rendah. Berdasarkan data literasi yang diambil dari World’s Most Literate Nations tahun 2016 yang merupakan produk dari Central Connecticut State University, Indonesia berada di urutan kedua dari belakang (ke-60 dari 61 negara) untuk tingkat literasi negara-negara di dunia.
Pada saat banyak pihak yang menyetujui bahwa tingkat literasi di Indonesia rendah, maka tidak dengan pria yang satu ini. Menurutnya, tingkat literasi di Indonesia tidak seburuk seperti apa yang telah diberitakan.
“Menurutku, literasi itu tidak cuma sekadar baca buku, tapi bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain walaupun di media sosial,” begitulah katanya.
ADVERTISEMENT
Ia adalah Irwan Bajang, pendiri Indie Book Corner. Sebuah penerbit di Yogyakarta yang kini disegani banyak orang. Kecintaannya terhadap dunia jurnalistik khususnya penulisan kreatif dituangkannya lewat Indie Book Corner.
Ia justru tidak setuju jika ada anggapan literasi baca anak Indonesia rendah. Menurutnya, literasi tidak hanya sekadar soal seberapa sering seseorang membaca buku saja. Tetapi juga bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain salah satunya di media sosial. Menurutnya, banyak media sosial yang membagikan informasi-informasi terkini dan memiliki keterbacaan tinggi.
“Kita tidak bisa hanya mengartikan sekadar baca buku saja. Pasalnya, masyarakat Indonesia susah untuk mengakses buku yang bagus dan murah,” kata Irwan Bajang, Senin (27/4/2020).
Harga buku yang mahal membuat masyarakat enggan membeli buku. Tak hanya itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap buku juga membuat harga buku melambung.
ADVERTISEMENT
Awal Mula Indie Book Corner
Rasa cintanya pada dunia jurnalistik membuat Irwan Bajang ingin terjun lebih dalam. Ia melihat beberapa tahun yang lalu bukan hal yang mudah untuk belajar jurnalistik dari para senior namun banyak orang muda yang tertarik di dunia jurnalistik. Tahun 2009, ide untuk mendirikan Indie Book Corner pun muncul dari sini.
Tak hanya sekadar merintis usaha penerbitan saja, Irwan juga merintis sekolah menulis, yang selanjutnya diberi nama Independent School.
“Konsepnya sekolah menulis gratis, tapi sekarang sudah berkembang tidak hanya menulis saja, tapi juga fotografi, marketing digital, dan kelas kreatif lainnya,” ujar pria kelahiran Lombok Timur ini.
Tahun 2009, sebagai penerbit baru di Yogyakarta, tak sedikit orang-orang yang memandang Indie Book Corner sebelah mata. Namun, hal ini tidak mampu mematahkan semangat Irwan Bajang untuk memajukan usahanya itu.
Kantor Indie Book Corner di Yogyakarta. Foto: Tugu Jogja.
Indie Book Corner Kini dan Nanti
ADVERTISEMENT
“Kami berhasil buktikan kalau teman-teman di Indie Book Corner itu enggak main-main,” ujarnya bangga.
Setelah melalui berbagai tantangan, Irwan Bajang dan tim berhasil membuat eksistensi Indie Book Corner diakui masyarakat. Tak tanggung-tanggung, sejumlah buku garapan Indie Book Corner berhasil dibawa ke Frankfurt Book Fair untuk menjangkau pasar internasional.
Salah satu buku karangan Irwan Bajang yang berjudul 'Kepulangan Kelima', berhasil diterjemahkan ke Bahasa Inggris untuk dibawa ke London Book Fair.
Pesan pada Generasi Muda yang Ingin Jadi Penulis
Menurutnya, kemajuan teknologi, seharusnya mempermudah para penulis baru untuk menerbitkan karyanya. Selain itu, banyak aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang tak lepas dari tulis menulis. Mulai dari berbisnis yang harus membuat proposal, posting status galau di media sosial, dan chatting-an.
ADVERTISEMENT
“Selalu ingat bahwa aktivitas sehari-hari itu enggak jauh-jauh dari menulis. Perbanyak belajar, coba buat postingan di media sosial yang menarik perhatian banyak orang,” ujarnya.
Ia pun meminta pada para generasi muda untuk tidak minder saat dikritik pedas oleh warganet. Kritikan inilah seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas karya ke depannya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten