Kala Istilah ‘Beauty is Pain’ Tak Lagi Dipakai

Konten Media Partner
22 Desember 2019 19:07 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi menggunakan high heels. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menggunakan high heels. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Bagi kaum wanita, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah ‘Beauty is Pain’. Untuk menjadi sosok wanita yang cantik, tak sedikit wanita yang rela melalui berbagai proses yang menyakitkan. Salah satunya adalah dengan menggunakan sepatu high heels.
ADVERTISEMENT
Seperti yang diketahui, high heels tidak baik untuk dipakai terlalu lama. Selain merusak bentuk kaki, pemakaian high heels dalam jangka waktu yang lama akan merusak postur tubuh.
“Soal Beauty is pain, itu sebenarnya sudah tidak eksis lagi kalau di sini. Kalau dikatakan beauty is pain karena (sepatu) hak tinggi,” kata Harsono, CEO BOCOROCCO, saat meluncurkan sepatu edisi terbaru, Minggu (22/12/2019).
Harsono, CEO BOCOROCCO, saat meluncurkan sepatu edisi terbaru, Minggu (22/12/2019). Foto: len.
Menurutnya, untuk menjadi cantik seorang wanita tidak perlu melalui proses yang menyakitkan. Di sisi lain, wanita memiliki peranan penting dalam berbagai hal termasuk aktivitas sehari-hari.
Bertepatan dengan hari ibu, Anna Haryadi, istri Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, mengatakan bahwa seorang wanita khususnya ibu adalah sosok yang spesial. Jika dirunut, job description seorang ibu memiliki nilai yang tinggi.
ADVERTISEMENT
“Jadi ibu, jadi istri, job desc-nya banyak kalau dinilai sangat tinggi. Akan menjadi apa anak bangsa kita, saya titipkan pada ibu. Semuanya bergantung pada ibu dan ada di tangan ibu,” ujarnya.
Anna Haryadi, istri Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, saat memberikan sambutan di acara peluncuran sepatu edisi terbaru dari Bocorocco, Minggu (22/12/2019). Foto: len.
Menjadi sebuah tugas bagi seorang ibu untuk mengasuh dan menyayangi anak-anaknya. Hal ini bertujuan agar Bangsa Indonesia memiliki anak yang baik. Menurutnya, kehebatan sebuah negara di mana pun berasal dari kaum ibu yang temata.
“Temata itu wanita wani ditata (berani diatur), ditata perilakunya, ditata tuturkatanya, pikirannya, seluruh hidupnya,” kata Anna.
“Nggak ada bapak kota, adanya ibu kota. Tidak ada bapak negara walaupun presidennya perempuan, adanya ibu negara. Kenapa? Di ibulah bangsa ini akan jadi seperti apa,” tutupnya.
ADVERTISEMENT