Kata Cak Nun soal Indonesia Bubar Tahun 2030

Konten Media Partner
23 Maret 2018 19:10 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cak Nun (Foto: YouTube)
zoom-in-whitePerbesar
Cak Nun (Foto: YouTube)
ADVERTISEMENT
Budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun punya  pandangan sendiri terkait isu Indonesia akan bubar 2030 yang sempat menuai sorotan setelah hal tersebut menjadi materi pidato Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan bubar tahun 2030. Prabowo mengutip pandangan buku fiksi karya ahli strategi Amerika, Peter Warren Singer, berjudul "Ghost Fleet".
“Asumsi Indonesia bubar tahun 2030 itu jangan lalu disalahartikan Indonesia terus tidak ada,” ujar Cak Nun, ditemui di kediamannya di Yogyakarta, Jumat (23/3).
Menurut Cak Nun, bubarnya Indonesia dalam proyeksi itu lebih merujuk makna sombolik bukan harfiah seperti gedung-gedung runtuh dan sebagainya.  
"Indonesia di tahun 2030 justru menjadi negara yang besar dengan kemajuan pesat," katanya.
Cak Nun menambahkan, ia menilai tahun 2030 Indonesia dan negara Asia Pasifik akan menjadi negara adikuasa, pusat perputaran ekonomi dunia.
Malah, kata Cak Nun, negara seperti Amerika dan Eropa yang sekarang berjaya kelak akan berbalik menjadi second world country atau negara dunia kedua. Sedangkan sejumlah negara seperti benua Afrika diprediksi tetap menjadi negara dunia ketiga.
ADVERTISEMENT
“Yang jadi masalah itu kalau kelak 2030 kamu tetap menjadi pelayan karena Indonesia bukan lagi milikmu, bukan bosnya,” ujarnya.
Sebagian besar rakyat Indonesia di tahun 2030 nanti, ujar Cak Nun, akan tetap dalam posisi tergantung pada para pemilik modal yang menguasai aset Indonesia.  
Agar situasi itu tak terjadi, Cak Nun menuturkan, rakyat saat ini harus belajar memiliki martabat dengan berkuasa atas dirinya sendiri. Bukan bergantung.
“Ayo belajar punya martabat, jangan ngemas-ngemis terus seperti sekarang, itu yang hilang sekarang,” ujarnya.
Cak Nun menuturkan, saat ini kehilangan terbesar bangsa Indonesia bukanlah harta benda seperti kekayaan alam dan sebagainya. “Yang hilang itu martabat, kita tak punya konsep jelas tentang harga diri,” ujarnya. (atx)
ADVERTISEMENT