Konten Media Partner

Kata Dua Kementerian Indonesia tentang 'Momok' Sampah Plastik

24 Januari 2025 14:43 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana (kiri) dan Kepala Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) KLH Indonesia, Drs. Ade Palguna Ruteka (kanan).(Foto: Olive)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana (kiri) dan Kepala Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) KLH Indonesia, Drs. Ade Palguna Ruteka (kanan).(Foto: Olive)
ADVERTISEMENT
Masalah sampah terutama sampah plastik masih jadi momok menakutkan di Indonesia. National Plastic Action Partnership (NPAP) memprediksi Indonesia akan menerima 800.000 ton sampah (plastik) pada 2025 ini.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) memprediksi bahwa perairan Indonesia akan lebih banyak dipenuhi sampah dibandingkan ikan pada 2050.
Atas permasalah tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia menekankan untuk pengelolaan sampah sebaiknya diselesaikan dikawasan sebelum pada akhirnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Hal ini dikatakan oleh Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) KLH Indonesia, Drs. Ade Palguna Ruteka usai turut mendampingi Menteri Pariwisata Indonesia (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana, dalam peluncuran program Gerakan Wisata Bersih (GWB) di Pantai Parangtritis, Kretek, Kabupaten Bantul, DIY, pada Kamis (23/1/2025).
"Pengelolaan sampah itu lebih bagus diselesaikan di kawasan. Kawasanlah yang bertanggung-jawab mengelola semua sampah-sampah," kata Ade Palguna.
Dengan demikian, sampah-sampah yang akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yakni berupa residu.
ADVERTISEMENT
"Jadi harapannya hanya residu yang dikirim ke TPA. Sehingga hanya sedikit sampah yang dikirim ke TPA," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana turut mengajak seluruh masyarakat terutama pelaku wisata untuk bisa merecyle sampah menjadi pupuk kompos.
Mengingat, permasalahan sampah juga berdampak negatif terhadap sektor pariwisata. Jika sebuah destinasi wisata terlihat kotor, wisatawan (mungkin) enggan untuk mengunjunginya.
"Jadi sosialisasi kepada masyarakat dan wisatawan tentunya juga penting agar jangan buang sampah sembaragan. Kalau bisa di recycle, atau memisahkan sampah-sampah (plastik) kemudian jadi kompos," kata Widiyanti.
Kementerian Pariwisata Indonesia sendiri dalam mengurangi atau mengatasi permasalah sampah, lanjut Widiyanti menyebut, pihaknya akan melakukan kerjasama dengan akademisi untuk memberi pengarahan sekaligus training pengelolaan sampah kepada masyarakar sekitar.
ADVERTISEMENT
"Kita akan kerjasama dengan akademisi untuk memberi pengarahan dan training kepada masyarakar sekitar dan cara mengolah sampah menjadi produk," tutur Widiyanti.
Sekedar informasi, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri, sejak penutupan TPST Piyungan dan desentralisasi pengelolaan sampah, Yogyakarta darurat sampah jadi sebutan baru. Dan diawal tahun 2025 ini, darurat sampah belum usai sampai detik ini.
Kota Yogyakarta dinilai menjadi penyumbang sampah terbesar diantara lima provinsi di DIY ini yakni produksi sampah hariannya mencapai 250 ton.
DLH Kota Yogyakarta mengklaim, dari jumlah tersebut baru ada 200 ton sampah yang mampu terkelola.
(Olive)