Konten Media Partner

Kipo: Kue Legendaris Kotagede yang Sempat Langka

30 November 2019 7:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kue kipo (Foto: pariwisata.jogjakota.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Kue kipo (Foto: pariwisata.jogjakota.go.id)
ADVERTISEMENT
Kotagede tak hanya sebatas tempat warisan kerajinan perak. Di Kotagede, ada satu jenis makanan melegenda dan hanya bisa ditemui di daerah itu saja. Makanan ini bahkan sudah menjadi kegemaran dari masa lalu hingga sekarang. Namanya adalah kue kipo.
ADVERTISEMENT
Nama kue kipo terdengar lucu. Disebut dengan nama kipo ini karena pada zaman dahulu setiap orang yang hendak membeli jajanan ini selalu bertanya iki opo? (ini apa?). Seperti melafalkan salah satu bahasa gaul, yaitu kepo yang artinya ‘ingin tahu’. Namun, kipo adalah nama jajanan pasar dari Kotagede. Jika dilihat sekilas, bentuknya mirip biji petai. Ukurannya kira-kira sebesar ibu jari.
Daghulu keberadaan kue kipo sempat langka. Hingga pada tahun 1986 kipo dipopulerkan kembali oleh Paijem Djito Suhardjo, warga Kotagede yang saat itu mengikuti sebuah lomba makanan dengan bahan pokok berupa tepung ketan. Pada perlombaan memasak itu Bu Djito mendapatkan perhatian dari khalayak. Bu Djito selanjutnya mempromosikan kue kipo hingga meninggal pada tahun 1991. Kemudian usahanya tetap dilanjutkan oleh anaknya, Isti Rahayu yang lokasinya berada di Jalan Mondorakan, Kotagede.
Kue Kipo khas Kotagede. foto: Dok Tugu Jogja
Kipo dibuat dari bahan ketan sebagai bahan luarnya serta adonan nangka, kelapa, dan gula merah untuk bagian dalam. Pembuatan kipo dimulai dari pemilihan beras ketan yang baik yang kemudian dibuat tepung dan dijadikan adonan. Adonan ketan untuk kipo diberi perwarna alami kayu saju dan katu sehingga terlihat kehijau-hijauan.
ADVERTISEMENT
Meskipun ukuran kue ini tak terlalu besar, justru banyak orang yang ketagihan karena rasanya yang lezat. Rasa yang lezat ini tidak bisa lepas dari bahan alami yang digunakan dalam pembuatan kipo, yaitu perpaduan antara kelapa parut dengan gula merah, dan dilapisi oleh kulit yang diolah dari tepung ketan.
Adonan tepung ketan dibentuk sebagai kulit luarnya, sedangkan di dalam kulit ketan terdapat isi yang dinamakan enten-enten. Enten-enten ini terbuat dari kelapa muda parut dicampur dengan gula Jawa. Perpaduan ini diadoni dengan santan dan sedikit garam, kemudian dipanggang hingga menghasilkan rasa yang manis-manis gurih. Selain memang dari aroma bahan bakunya, kesedapan rasa kipo ini juga bergantung dari proses pemanggangan yang dilakukan di atas loyang ataupun cobek.
Ilustrasi Kipo Foto: Shutterstock/Adil Armaya
Kipo yang belum dipanggang biasanya diletakkan pada selembar daun pisang, dimana pada setiap satu lembar daun pisang biasanya diisi dengan susunan berjajar memanjang sebanyak lima hingga delapan kipo.
ADVERTISEMENT
Susunan kipo mentah di atas daun itulah yang selanjutnya dipanggang di atas loyang berdurasi dua hingga tiga menit. Setelah melalui proses pembakaran, bungkusan kipo yang dibuat kecil-kecil diletakkan di daun pisang yang dibentuk segi empat. Tiap lima kue kipo ditempatkan di atas selembar daun pisang.
Aroma kipo dari perasan daun suji, kelapa, gula, dan daun pisang benar-benar menjadi aroma khas yang alami. Rasa legit dan gurih yang berasal dari balutan adonan apabila dikunyah terasa kenyal. Akan tetapi berpikir dua kali untuk menjadikan kue kipo sebagai oleh-oleh karena kue kipo hanya bertahan 24 jam.
Fajar Kurniawan dalam skripsinya yang berjudul Potensi Wisata Kuliner dalam Pengembangan Pariwisata di Yogyakarta meneliti bahwa keberadaan wisata kuliner juga berperan dalam perkembangan industri pariwisata.
ADVERTISEMENT
Para pelaku wisata kuliner di Yogyakarta juga menghadapi kendala. Maka para pelaku wisata kuliner masih perlu melakukan perbaikan guna untuk lebih meningkatkan mutu dan daya tarik supaya dapat mengikuti perkembangan zaman.
Kue Kipo khas Kotagede. foto: Dok Tugu Jogja
Usaha yang dilakukan pemerintah kota Yogyakarta dalam melakukan perkembangan di dalam industri wisata kuliner, termasuk kue kipo, sudah cukup baik. Dapat kita lihat dukungan dari pemerintah dalam mengembangkan wisata kuliner di Yogyakarta dari diadakannya festival-festival kuliner, diberikannya penyuluhan-penyuluhan kepada pelaku wisata kuliner dengan tujuan agar wisata kuliner di Yogyakarta dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan ciri khas dari suatu daerah.
"Kendala yang dihadapi oleh para pelaku wisata kuliner di Yogyakarta tidak begitu banyak. Salah satu kendala yang sering di hadapai oleh kebanyakan pelaku wisata kuliner adalah kendala modal. Akan tetapi para pelaku wisata kuliner di Yogyakarta mempunyai tekat yang sangat besar untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan wisata kuliner di Yogyakarta dan mendapatkan dukungan dari pemerintah," tulis Fajar.
ADVERTISEMENT
(Ayu)