Kisah Dusun Ngancar yang Ditinggalkan Warganya Usai Erupsi Merapi

Konten Media Partner
13 Januari 2020 9:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Erupsi Merapi 2010 meninggalkan sejumlah cerita bagi masyarakat Yogyakarta. Terutama, mereka yang tinggal di lereng Gunung Merapi dan terdampak wedhus gembel (awan panas) yang dimuntahkan oleh salah satu gunung teraktif di dunia itu.
Warga Glagaharjo bercerita tentang erupsi Merapi 2010. Foto: Istimewa
Salah satunya adalah Dusun Ngancar di Desa Glagaharjo. Dusun ini merupakan salah satu dusun terdampak erupsi Gunung Merapi yang sebagian besar hampir rata dengan tanah usai wedhus gembel menyapu wilayah ini. Ratusan KK (kepala keluarga) harus diungsikan ke desa lain yang lebih aman. Kini mereka tinggal di sebuah hunian tetap (huntap) yang jaraknya tidak jauh dari Dusun Ngancar.
ADVERTISEMENT
Kala erupsi Merapi 2010, sejumlah orang yang diduga sebuah keluarga berkumpul di sebuah bangunan bertingkat. Beberapa diantaranya berada di lantai dua.
“(mereka) terlalu percaya dengan HT (handy talkie). Ndak mau ngungsi,” ujar Heri, warga Glagaharjo, Sabtu (11/1/2020) yang ditemui disela-sela perjalanan pra-event Jumat Kliwon Night offroad.
Saat itu, sinyal operator selular dan listrik sudah tidak ada. Sehingga mereka memantau kondisi Gunung Merapi dengan menggunakan HT. Untuk penerangan, mereka menggunakan genset.
“Suara genset itu kan cukup keras. Jadi, mereka tidak mendengar suara Gunung Merapi yang sedang meletus,” lanjutnya.
Saat mereka menyadari ada letusan, beberapa di antaranya memilih untuk terjun dari lantai dua melalui jendela. Namun, karena mereka tak cukup cepat menghindar, seluruh warga yang ada di sana tewas lantaran dihantam material Merapi. Bahkan ada salah seorang korban yang tersangkut di pohon ketika hendak melompat dari bangunan bertingkat tersebut.
ADVERTISEMENT
10 tahun sudah Gunung Merapi memuntahkan isi perutnya. Dan, selama 10 tahun itu pula, warga Dusun Ngancar tak ada yang kembali ke kampung halamannya. Kecuali Eko Widodo, Bintara Pembina Desa Glagaharjo, yang kembali ke Ngancar pada lebaran 2018 silam. Berbagai kisah mistis sudah beredar di kalangan masyarakat.
“Beberapa warga mengaku melihat penampakan mirip manusia di Ngancar,” kata Heri. Menurutnya, Sopir-sopir truk tambang yang melalui dusun itu kerap menjadi korban. Sehingga tak heran jika beberapa stasiun TV tertarik melakukan program uji nyali di dusun Ngancar, tepatnya di bangunan bertingkat itu.
Sementara itu, Eko, anggota TNI yang menjadi warga pertama yang kembali ke Ngancar pasca Erupsi Merapi 2010, berkisah bahwa dusun tersebut sebenarnya tidak benar-benar kosong.
ADVERTISEMENT
“Di siang hari masih ada warga yang kembali ke Ngancar untuk mencari kayu dan beternak ayam,” kata Eko.
Rumah Eko pun sebenarnya masih kokoh berdiri walaupun diterjang panasnya wedhus gembel dan dihantam material letusan Merapi 2010 silam.
“Saya hanya renovasi sedikit,” lanjutnya.
Eko Widodo (kanan) dan Joko MKT (kiri) berbincang-bincang tentang kondisi dusun Ngancar. Foto: Istimewa
Kini, keluarga Eko bukanlah satu-satunya penghuni Dusun Ngancar. Lantaran, dua bulan silam paman dan bibinya juga turut pindah ke Ngancar.
Huntap itu kan bangunannya kecil. Cukupnya hanya untuk satu keluarga. Jika ada salah satu anak yang menikah dan tinggal di sana, ya pasti tidak cukup,” kata pria yang pernah beberapa tahun bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam itu.
Soal kisah mistis yang banyak beredar di Ngancar, ia mengakui kerap mendengar kisah tersebut. Hanya saja, Eko memilih untuk tidak menggubrisnya.
ADVERTISEMENT
“Enggak ada apa-apa ah. Kalau pun mereka ada di situ, saya juga enggak ganggu, enggak ada niat apa pun ya mungkin mereka tahu,” ujar Eko Widodo.
Ia pun mengaku tidak pernah mengalami hal mistis ketika melewati bangunan bertingkat tersebut. Sehingga, ia tidak terlalu mempercayai isu yang berhembus di kalangan masyarakat.
Saat ditanya apakah tak ada ketakutan untuk kembali ke kampung halamannya, jawabannya sederhana. “Untuk saya, bencana itu dimana-mana dan bisa terjadi kapan pun, ngapain kita takut,” katanya.
“Saya juga pribumi situ, tanah kelahiran saya di situ, kita sama-sama tahu, mereka (makhluk yang tak kelihatan) ada. Saya juga ada keterkaitannya, sama-sama makhluk Tuhan. Kita berdampingan saja,” jelasnya.
Kondisi bangunan korban erupsi merapi yang sudah ditinggal pemiliknya. Foto: Istimewa
Ia menceritakan, sebelum erupsi Merapi 2010, ada lebih dari 100 KK yang tinggal di Dusun Ngancar, Desa Glagaharjo. Namun kini, hanya tersisa 2 KK saja. Sisanya memilih untuk tetap berada di daerah pengungsian yang dibangun oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Ketika erupsi Merapi tahun 2010, wedhus gembel berhasil meluluhlantakkan dusunnya, kecuali rumahnya yang masih berdiri kokoh. Ia pun tidak menyangka bahwa rumahnya selamat dari terjangan wedhus gembel dan terpaan material Merapi.
“Saat erupsi 2010, rumah saya anehnya masih berdiri. Bahkan di dalem rumah nggak ada pasir. Di bilang aneh, karena itu kuasa Tuhan, tapi kenyataannya seperti itu,” ceritanya.