Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten Media Partner
Kisah Penjahit Sol Sepatu di Jogja, Lumpuh dan Tinggal Seorang Diri
26 Desember 2020 9:41 WIB
![Een Sukendar, penjahit sol sepatu yang lumpuh dan tinggal seorang diri di Jogja. Foto : Gabryella Triwati Sianturi/Tugu Jogja](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1608948065/whlwcgsd3b5obfvaj3jn.jpg)
ADVERTISEMENT
Di pinggir Jalan Lempongsari Jogja , tampak sebuah spanduk usaha sol sepatu bertengger di depan rumah papan sederhana. Di sana, seorang bapak tua tampak sibuk menjahit sepatu, ia lumpuh dan tinggal seorang diri.
ADVERTISEMENT
Usaha sol sepatu itu ialah milik Een Sukendar (61), seorang penyandang disabilitas yang hidup seorang diri. Dengan jemari tuanya yang lihai, Een menarik benang dan menusuk jarum ke dalam sol sepatu milik pelanggannya. Telapak tangannya yang keriput seolah terhiraukan oleh wajah bersemangat Een saat melakukan pekerjaannya sebagai penjahit sepatu.
Een ialah warga Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman , Jogja, yang seumur hidupnya tak bisa berjalan seperti orang pada umumnya. Sejak lahir, kedua kakinya tak tumbuh dengan sempurna.
Hingga kini, kedua kaki itu pun hanya bisa terkulai lemas dan tak berdaya untuk digunakan berjalan. Di tengah keterbatasan itu, tangan tuanyalah yang digunakan Een untuk setiap langkah tubuhnya. Selain tak bisa berjalan, Een juga sulit berbicara dengan vokal yang jelas.
ADVERTISEMENT
Sejak 9 tahun lalu, Een tinggal dan hidup seorang diri di rumah papannya yang sederhana.
Rumah kecil yang gelap dan lembap itu memiliki dua ruangan, yang salah satunya dijadikan Een sebagai kamar tidur. Sedangkan ruangan yang lain, dijadikan Een sebagai kamar mandi sekaligus dapur.
Salsabilla, seorang keponakan Een yang sedang berkunjung sore itu, bercerita bahwa seluruh kegiatan pamannya tersebut dilakukan seorang diri. Kegiatan itu mulai dari menjahit, mandi, makan hingga merawat ayam peliharaannya.
“Dia (Een) makan dan mandi sendiri, juga kegiatannya biasanya memelihara ayam dan dia bisa semuanya sendiri. Kadang dia pakai kursi roda buat jalan-jalan di sekitar sini dan buat beli makan ke warung” ujar Salsabilla, saat diwawancarai pada Jumat (25/12/2020).
Sebelumnya, Een berada di Sekolah Luar Biasa (SLB). Selama di SLB, Een menggunakan waktunya untuk belajar dan kemudian membuka usaha sol sepatu pada tahun 2011.
ADVERTISEMENT
“Dulu Pak Een tinggal di rumah Nenek sebelum buka usaha, soalnya dulu Pak Een sekolah di SLB dan diajarin di sana. Dari situ dia baru buka usaha sol sepatu ini,” ujar Salsabilla.
Usaha jahit milik Een buka sedari pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB dengan menerima sepatu, sandal dan tas untuk diperbaiki kerusakannya. Een juga memberikan tarif harga yang terjangkau, yaitu untuk tas dikenakan biaya Rp10.000, sandal Rp12.000 dan sepatu Rp15.000.
Biasanya, Een mendapatkan pengasilan sebesar Rp200.00 dalam waktu seminggu dari usaha sol sepatunya. Namun, di tengah pandemi corona yang memukul telak perekonomian di Indonesia, Een hanya bisa mendapatkan Rp50.000-Rp.100.000 dalam waktu seminggu.
“Kalau sekarang seminggu paling Rp50.000 sampai Rp100.000, kalau dulu bisa Rp200.000. Sekarang sepi terus karena virus,” ujar Een.
ADVERTISEMENT
Walau penghasilannya berkurang, Een mengaku tetap menabung dan selalu berdoa untuk dilancarkan rezekinya. Ia juga berusaha menghemat biaya makannya sehari-hari.
“Saya rajin salat supaya rame, yang penting ada sebenarnya sudah alhamdulillah. Ngga apa-apa sepi, untuk makan ya bisa dihemat dan yang penting sehat,” ujar Een.
Een juga bercerita bahwa ia tak pernah mencoba untuk melakukan operasi pada kedua kakinya. Ia hanya melakukan pengobatan tradisional.
“Saya cacat, tidak pernah operasi. Cuma dulu pernah ke rumah sakit, difoto, tapi ngga dioperasi karena ngga bisa diobati, Biasanya juga dulu pengobatan pijat,” ujar Een.
Beberapa kali Een juga mendapatkan bantuan kursi roda dari sebuah yayasan di Yogyakarta. Ia merasa sangat senang karena bantuan kursi roda tersebut bisa membantunya dan bisa diganti jika sudah rusak.
ADVERTISEMENT
Selama bercerita tentang keterbatasannya pada sore itu, Een tak berhenti terseyum. Kedua matanya terus berbinar seolah menolak untuk berhenti mengarungi kehidupan. (Gabryella Triwati Sianturi)