Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kunjungi Jogja, 14 Delegasi Muslim Australia Akui Dapat Energi sebagai Minoritas
26 September 2023 17:46 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Daerah Istimewa Yogyakarta turut menjadi salah satu wilayah yang disambangi oleh 14 pemimpin muda komunitas Muslim Australia. Adapun kunjungan itu merupakan rangkaian kegiatan dari kunjungan seminggu ke Indonesia dalam program Pertukaran Muslim Australia - Indonesia (AIMEP) 2023.
ADVERTISEMENT
Mereka mendatangi Vihara Karangdjati, Selasa (26/9/2023) untuk mengetahui banyak hal khususnya tentang perkembangan toleransi antar umat beragama di Yogyakarta yang masuk ke dalam kategori minoritas.
Di Vihara tersebut, mereka disambut hangat dari perwakilan lintas agama yang terdiri dari perwakilan Buddha, Ahmadiyah, Konghucu, maupun Penghayat Kepercayaan. Kegiatan diisi dengan dialog mengenai perkembangan masing-masing keyakinan dan toleransinya antar umat beragama.
Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia, Steve Scott menyebut yang berpartisipasi dalam kunjungan ini merupakan para pemimpin komunitas yang berasal dari Melbourne, Sydney, Perth, dan Gold Coast. Mereka adalah para pemimpin pemuda, pengusaha, praktisi kesehatan mental, guru, pengacara, dan orang-orang yang bekerja di bidang pemberdayaan perempuan.
Ia mengatakan hubungan antar masyarakat yang terjalin melalui AIMEP tersebut ingin membangun pemahaman yang lebih besar antara Indonesia dan Australia dan memperkaya kedua komunitas. Pasalnya mereka berfokus pada pertukaran dan dialog antar warga yang bertujuan untuk menghapus stereotipe, membangun pemahaman yang lebih dalam tentang komunitas minoritas dan masyarakat masing-masing, serta mendorong kolaborasi hingga terjadinya hubungan yang langgeng.
ADVERTISEMENT
"Ini menjadi kesempatan bagi para pemimpin muda untuk merasakan secara langsung kehidupan masyarakat multikultural di Indonesia dan Australia," kata Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia, Steve Scott, Selasa (26/9/2023).
Ketua Vihara Karangdjati serta Pembina Masyarakat Buddha Kota Jogja, Totok Tejamano menyambut baik kehadiran belasan delegasi itu. Dalam paparannya, ia menceritakan mengenai sejarah berdirinya Vihara Karangdjati, termasuk aktivitas yang ada di Vihara Karangdjati, dimana tidak hanya sebagai tempat ibadah, namun juga untuk kegiatan lintas agama seiring berkembangnya zaman.
"Vihara ini dibangun atau dideklarasikan pada tahun 1962 oleh Romo Among Pradjarto. Visi nya menjadi rumah pengembangan spiritual untuk kebahagiaan bersama," kata Ketua Vihara Karangdjati, Totok Tejamano membuka paparannya di hadapan delegasi, Selasa (26/9/2023).
ADVERTISEMENT
"Disini juga sering dijadikan tempat diskusi antaragama," terangnya.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa umat Buddha di Yogyakarta saat ini relatif sedikit, hanya sekitar 3.000 orang yang tersebar di lima Kabupaten/kota. Totok tak menepis hal tersebut menjadi faktor dari salah satu masalah utama yang dihadapi dimana pendidikan Agama Buddha di sekolah masih sulit karena keterbatasan guru agama Buddha.
"Ini yang kami hadapi. Akan tetapi secara garis besar, umat Buddha disini hidup rukun," ucap dia.
Sementara, Perwakilan Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN), Eka Putra turut memaparkan bahwa Konghucu di DIY juga termasuk kelompok minoritas lantaran belum banyak berkembang. Hal ini juga dikarenakan terbatasnya gerakan yang dilakukan oleh pemuda Konghucu di DIY.
Bahkan masih banyak masyarakat yang masih keliru antara agama Buddha dan juga Konghucu. Kendati begitu, banyak pihak yang rupanya datang untuk mempelajari terkait agama Konghucu yang saat ini juga tersebar di kota istimewa ini.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga, tapi juga dari UGM dan Sanata Darma," kata Perwakilan Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN), Eka Putra.
Selama diskusi berlangsung, para delegasi AIMEP 2023 tampak antusias menyimak. Bahkan beberapa mengaku mendapatkan energi baru sebagai kaum minoritas di Australia. Salah satunya diungkap oleh seorang peserta AIMEP, Mifah Mahroof.
Ia mengatakan mendapatkan pengalaman baru dari program ini, karena selama di Indonesia baik di Jakarta maupun Yogyakarta, dirinya banyak mendapatkan gambaran baru terkait kerukunan umat beragama.
"Ke depan saya ingin kembali lagi dan sebuah tantangan bagi kami untuk mengaplikasikannya di negara kami," kata salah satu peserta AIMEP, Mifah Mahroof.
Sementara peserta lain, Oz Malik juga merasakan hal senada. Ia mengaku kagum dan tertarik dengan bagaimana kerukunan dan toleransi antarumat beragama itu bisa terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Sangat mengagumkan terkait kerukunan beragama di sini. Kami berharap ke depan pemerintah dan masyarakat kami lebih aware juga terkait dengan perbedaan," kata Oz Malik.
Lebih lanjut Malik mengaku tertarik dengan adanya hubungan internasional yang terjalin antara Australia dan Asia, terutama dengan Negara Indonesia. Sebagai muslim, dirinya mengaku bisa belajar banyak dari toleransi yang ada di Indonesia.
"Ini pertama kali saya ke sini, sangat indah. Dan saya sangat kagum. Kagum dengan Jakarta dan Yogyakarta. Jakarta pembangunannya sangat baik. Yogyakarta sangat indah, budaya dan saya sangat kagum dengan perempuan di Indonesia yang sangat sentral memegang bagian dari kepemimpinan, dan sangat dianggap ada," pungkasnya.
(M Wulan)