Konten Media Partner

KY Publikasi Sanksi 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur, IKAHI: Meresahkan!

16 September 2024 12:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pernyataan sikap oleh Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) atas adanya publikasi Komisi Yudisial terkait sanksi tiga hakim yang berikan vonis bebas Ronald Tannur. (Foto : M Wulan)
zoom-in-whitePerbesar
Pernyataan sikap oleh Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) atas adanya publikasi Komisi Yudisial terkait sanksi tiga hakim yang berikan vonis bebas Ronald Tannur. (Foto : M Wulan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Yudisial (KY) telah merekomendasikan sanksi pemecatan dengan hak pensiun, kepada tiga hakim yang sebelumnya memberikan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT) dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.
ADVERTISEMENT
Bahkan rekomendasi itu telah disampaikan pada Mahkamah Agung (MA) untuk ditindaklanjuti. Ketiga Hakim itu yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
Adapun sanksi pemecatan yang dijatuhkan KY ini sebagai bentuk keadilan bagi rakyat yang merasa tercederai atas vonis bebas yang diberikan oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Ronald Tannur.
Terkait hal tersebut, Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) kini angkat bicara. Namun mereka lebih menyoroti publikasi yang dilakukan Komisi Yudisial di ruang publik pada Senin (26/8) lalu terkait hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim itu lewat pernyataan sikapnya.
Ketua Umum PP IKAHI, Yasardin yang mewakili aspirasi para Hakim di seluruh Indonesia itu menyayangkan publikasi KY di ruang publik terkait hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim itu.
ADVERTISEMENT
Pihaknya menilai publikasi itu justru membuat resah profesi hakim di hadapan publik. Oleh karenanya mereka memberikan perhatian lewat penyataan sikap yang disampaikan.
"Pernyataan KY ini meresahkan bagi teman-teman hakim setelah kami meminta aspirasi dari teman-teman. Oleh karena itu PP IKAHI sepakat untuk menyatakan sikap," katanya.
Ada tiga poin yang disampaikan dalam pernyataan itu dimana IKAHI menilai bahwa pengawasan tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Adapun pertimbangannya, hal ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NKRI 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Hal mana juga diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat (2) UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 32 ayat (5) UU No 14 Tahun 1985 tentang MA yang sudah diubah berkali-kali, terakhir dengan UU No 3 Tahun 2009," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Poin kedua, IKAHI menyebut publikasi hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim bertentangan dengan prinsip yang telah diatur dalam perundang-undangan.
"Publikasi hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim oleh KY telah bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan kerahasiaan," tegasnya.
Sementara di poin ketiga, IKAHI menegaskan agar hakim di seluruh Indonesia dalam memutus perkara harus berdasarkan fakta, baik itu putusan berupa pemidanaan, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, maupun putusan bebas.
Yasardin menuturkan PP IKAHI sangat memahami kewenangan Komisi Yudisial dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Namun, pihaknya meminta agar semua pihak dapat menjaga martabat dan kehormatan institusi.
"Patut menjadi perhatian juga untuk bersama-sama menjaga kemandirian, kehormatan dan keluruhan profesi Hakim di Indonesia," tandasnya.
ADVERTISEMENT
(M Wulan)