LPKA Jadi Tempat Rehabilitasi Pelaku Klitih di Bawah Umur

Konten Media Partner
9 Februari 2020 16:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) DIY yang ada di Wonosari. Foto: Erfanto
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) DIY yang ada di Wonosari. Foto: Erfanto
ADVERTISEMENT
Klitih, kini menjadi fenomena kejahatan jalanan yang membuat resah warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyak pihak yang menyoroti penganiayaan di jalanan tersebut karena pelakunya didominasi anak remaja usia sekolah.
ADVERTISEMENT
Parahnya, korban yang dipilih pun tak selalu sesama anak sekolah, namun siapa saja yang ketemu di jalan. Pengemudi Ojek Online, pedagang daging ayam ataupun mahasiswa merupakan pihak yang pernah menjadi korban.
Tak sedikit pelaku yang sudah tertangkap dan diadili melalui Pengadilan. Dan para pelaku yang sudah mendapat putusan dari pengadilan pun ada yang telah menjalani proses hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) DIY yang ada di Wonosari. LPKA ini baru beroperasi 6 bulan yang lalu, karena sebelumnya adalah Lapas Anak yang bangunannya menjadi satu dengan Rutan Kelas II B Wonosari.
Kepala LPKA DIY, Teguh Suroso menuturkan, setidaknya ada 17 anak di bawah umur yang dibina oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). 7 di antaranya adalah karena kasus yang digolongkan masuk dalam kategori Perlindungan Anak yaitu klitih.
ADVERTISEMENT
"Sisanya ada yang terlibat pembunuhan, narkotika dan obat-obatan terlarang serta beberapa kasus kriminal lainnya," tuturnya, Minggu (9/2/2020).
Mereka dibina sesuai dengan lama hukuman yang diberikan oleh Hakim Pengadilan mulai dari 6 bulan hingga 7 tahun. Ia mengungkapkan, pelaku kriminalitas di DIY yang masih di bawah umur mungkin cukup banyak.
Dan terkadang ia mengakui jika memang muncul pertanyaan ketika suatu kasus kriminalitas yang melibatkan pelaku anak di bawah umur yang tertangkap cukup banyak, namun yang ditahan atau dibina di LPKA hanya sedikit.
"Ya karena memang ada proses hukum yang namanya diversi," paparnya.
Diversi adalah proses hukum tanpa melalui pengadilan karena alasan hak atas anak seperti hak pendidikan, hak perlindungan dan hak-hak lainnya. Proses Diversi akan melibatkan berbagai pihak baik oleh aparat kepolisian, BAPAS, LPKA dan pihak-pihak lain sesuai dengan undang-undang.
ADVERTISEMENT
Tidak semua pelaku kriminal yang tergolong anak di bawah umur dapat menempuh upaya Diversi. Hanya remaja yang dengan ancaman hukuman di bawah 7 tahun yang bisa menempuh proses diversi.
"Di atas 7 tahun tidak bisa. Namun kalau sudah menghilangkan nyawa orang, maka diversi itu tidak bisa dilakukan,"paparnya
Biasanya, lanjutnya, ada satu pihak yang tidak setuju jika anak pelaku kriminal diproses hukum secara diversi. Di LPKA ini ada yang divonis 6 bulan namun tidak diversi karena ada pihak yang tidak setuju.
"Mungkin karena telah menghilangkan nyawa orang lain,"ujarnya.
Ia mengatakan, di dalam LPKA ini, hak anak tetap diberikan terutama dalam hal pendidikan. Anak-anak tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah di mana mereka tetap bisa belajar seperti anak-anak yang lain dan juga ujian.
ADVERTISEMENT
Hanya saja yang membedakan adalah metode di mana bahan-bahan belajar seperti buku diberikan ke anak untuk belajar sendiri dan nanti ketika ujian, pihak LPKA akan mengantarkan ke sekolah namun tetap dalam pengawasan ketat.
"Hak pendidikan tersebut tetap akan diberikan jika memang ada yang putus sekolah bisa diikutsertakan dalam program kejar Paket sesuai jenjangnya,"ungkapnya.
Tak hanya itu, hak kesehatan, bimbingan kerohanian, bimbingan spiritual, psikologi, psikologi sosial tetap diberikan agar masa depan mereka tetap bisa cerah seperti anak-anak yang lain.