Konten Media Partner

Makna Filosofis di Balik Permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng

6 Desember 2019 7:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Permainan Cublak-cublak Suweng. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Permainan Cublak-cublak Suweng. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Cublak-cublak Suweng adalah permainan tradisional yang diselingi lagu pengiring yang dinyanyikan. Lagu pengiring dalam permainan ini berjudul sama dengan nama permainan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Permainan tradisional cublak-cublak suweng biasa dimainkan oleh anak-anak kecil di pedesaan dari Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Cublak-cublak Suweng diciptakan oleh salah satu anggota Wali Songo yaitu Syekh Maulana Ainul Yakin atau yang dikenal sebagai Sunan Giri pada tahun 1442 M di Jawa Timur.
Pada waktu itu Sunan Giri aktif menyebarkan agama Islam di Indonesia, terutama di pulau jawa lewat jalur kebudayaan. Karena itulah Sunan Giri menciptakan lagu Cublak-cublak Suweng yang akhirnya di jadikan lagu dolanan pengiring permainan tradisional anak-anak.
Cara permainan ini cukup sederhana. Pertama, lakukan hompimpa atau gambreng terlebih dahulu dan yang kalah menjadi Pak Empo berbaring telungkup di tengah, anak-anak lain duduk melingkari Pak Empo.
ADVERTISEMENT
Lalu, semua pemain membuka telapak tangan menghadap ke atas dan diletakkan di punggung Pak Empo. Salah satu anak memegang biji/ ke- rikil dan dipindah dari telapak tang- an satu ke telapak tangan lainnya diiringi lagu Cublak-Cublak Suweng. Lirik Cublak-cublak Suweng berbunyi,
Cublak cublek suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundung gudel, Pak empo lirak-lirik, sapa guyu ndhelikake, sir-sir pong dele kopong, sir-sir pong dele kopong."
Setelah itu pada kalimat sapa mau sing delekke dinyanyikan, salah satu anak harus menyerahkan biji atau kerikil ke tangan seorang anak untuk disembunyikan dalam genggaman tangan.
Lalu di akhir lagu, semua anak menggenggam kedua tangan masing-masing, pura-pura menyembunyikan kerikil, sambil menggerak-gerakkan tangan.
Kemudian, Pak Empo bangundan menebak tangan siapa yang menyembunyikan biji atau kerikil. Bila tebakannya benar, anak yang menggenggam biji atau kerikil harus bergantian menjadi Pak Empo. Bila salah, Pak Empo kembali ke posisi semula dan permainan diulang lagi.
ADVERTISEMENT
Lirik Cublak-cublak Suweng ternyata mengandung makna filosofis ‘Cublak Suweng’ sendiri memiliki arti tempat suweng. Suweng adalah bahasa Jawa yang berarti 'anting', yaitu perhiasan perempuan. Karena itulah, Cublak-cublak Suweng memiliki arti tempat harta berharga, yaitu Suweng (Suwung, Sepi, Sejati) atau 'harta sejati'.
Suwenge Teng Gelenter berarti suweng yang berserakan. Maka, harta sejati itu berupa kebahagiaan sejati yang berserakan di sekitar manusia. Sementara pada bait mambu ketundung gudel; kata mambu berarti 'bau', ketundung berarti 'dituju', sedangkan gudhel berarti 'anak kerbau'.
Maknanya, banyak orang berusaha mencari harta sejati itu. Bahkan orang-orang bodoh (diibaratkan Gudhel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego, korupsi dan keserakahan hanya demi menemukan kebahagiaan sejati.
Kemudian pada bait Pak Empo lirak-lirik, kata Pak Empo berarti 'bapak ompong', sedangkan lirak-lirik berarti 'menengok kanan-kiri'. Artinya orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun hartanya melimpah yang ternyata adalah harta palsu, buka harta sejati atau kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu keserakahannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Lalu pada bait sopo ngguyu ndhelikake, kata Sopo ngguyu berarti 'siapa tertawa'. Lalu Ndhelikake berarti 'dia yang menyembunyikan'. Menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan tempat harta sejati atau kebahagian sejati. Dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan orang-orang yang serakah.
Lalu pada bait terakhir sir-sir pong dele kopong, kata sir berarti 'hati nurani', sedangkan pong dele kopong berarti 'keledai kosong tanpa isi'.
Maknanya bahwa untuk sampai kepada tempat harta sejati (Cublak Suweng) atau kebahagiaan sejati, orang harus melepaskan diri dari kecintaan pada harta benda duniawi, mengosongkan diri, rendah hati, tidak merendahkan sesama, serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam sir-nya atau hati nuraninya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta, Ayu Niza Machfauzia dalam paper-nya yang berjudul Moral Values in the Song of Cublak-cublak Suweng membeberkan nilai-nilai moral bahwa sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, seseorang harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Lalu ia harus memahami esensi dari kehidupan ketika ia menghadapi tujuan dari kehidupan itu sendiri.
"Jangan lupakan hati yang murni dan mulia ketika bersyukur atas setiap rahmat yang diberikan kepada Tuhan," tulis Ayu dalam paper-nya.
Pesan moral dalam lagu ini adalah untuk mencari harta janganlah menuruti hawa nafsu tetapi semuanya kembali ke hati nurani yang bersih. Tidak dipengaruhi hawa nafsu. Dengan hati nurani akan lebih mudah menemukannya, tidak tersesat jalan hingga lupa akan akhirat. Bahkan, Ayu berpesan dalam paper-nya bahwa setiap individu harus saling menghormati satu sama lain. (Ayu)
ADVERTISEMENT