Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Belakangan ini figur naga tengah menjadi perbincangan kaitannya dengan keberadaan patung naga di Bandara YIA , Kulon Progo. Ini bermula dari komentar politikus Partai Ummat yang menilai bahwa naga tidak akrab dengan budaya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, eksistensi naga cukup banyak di dalam budaya Jawa sendiri. Pengamat budaya Jawa sekaligus pendidik di Prodi Sastra Jawa FIB UGM, Djarot Heru Santosa menyebut eksistensi naga dapat ditemukan di kisah legenda atau cerita rakyat sampai dengan ornamen.
“Naga ini banyak ditempatkan di pintu gerbang atau tempat strategis tempat masuknya orang banyak. Kalau di manuskrip atau buku naskah Jawa, diletakkan di cover atau halaman awal,” kata Djarot saat dikonfirmasi, pada Senin (3/1/2022).
Bahkan ia juga mengatakan makhluk mitologi ini terbilang populer bahkan ceritanya bisa didengar hingga saat ini.
“Dalam dunia sastra Jawa kisah legenda Naga juga banyak digunakan para pengarang dan buktinya populer juga. Ada juga dalam cerita pewayangan, kisah persilatan, dan bentuk cerita roman lainnya,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dengan cukup banyaknya eksistensi itu, ia menyebut bahwa naga sendiri memiliki kedekatan dan keakraban dengan budaya Indonesia khususnya Jawa sendiri. Meski ia menduga bahwa kepercayaan masyarakat akan naga sudah cukup lama, namun peran lintas budaya Hindu-Budha dan juga China tak bisa dilepaskan.
“Kalau saya menganggap akrab (keberadaan naga dengan budaya Indonesia). Sebagai salah satu peninggalan budaya Hindu-Budha dan pengaruh budaya China di lingkungan kita,” tadasnya.
Lantas mengapa budaya itu sendiri bisa diterima? Menurut pendapatnya ada berbagai faktor. Hal tersebut lantas juga kemudian diadaptasi dalam berbagai kemunculan yang diketahui masyarakat kebanyakan seperti sekarang ini.
“Ornamen dan penggambaran bentuk naga/ular (dalam budaya kita) sangat indah dan enak dipandang. Itu yg membuat kita bisa menerima simbol naga/ular itu dengan baik. Ornamen ukiran gebyok, rana/penyekat dan semacamnya juga banyak muncul ornamen ular naga,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Penggambaran Naga dalam Budaya Jawa
Hanya saja memang ada yang lain antara naga Jawa dengan naga China. Djarot menyebut perbedaan itu ialah pada penggambarannya dimana naga dalam budaya Jawa berwujud ular tanpa kaki selain itu filosofinya sebagai perlindungan dari hal ghaib maupun marabahaya.
“Naga dalam budaya Jawa, biasanya digambarkan seperti ular tak berkaki. Itu bisa bisa dimaknai sebagai sang penjaga mata angin artinya bahaya dari segala arah penjuru angin. Jadi kekuatannya dianggap dahsyat untuk penangkal dan perlindungan,” ungkapnya.
Sebelumnya patung Jawa menjadi perbicangan publik. Karya seni instalasi dari barang bekas berbentuk Naga Jalur Sutra dengan panjang 7 meter, lebar 3 meter, dan tinggi 2,5 meter itu menjadi buah bibir karena dipersoalkan politikus Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya.
ADVERTISEMENT
Mustofa melalui akun Twitternya mempertanyakan mengapa memasang patung berbentuk naga bukan patung burung garuda yang merupakan manifestasi lambang negara Indonesia.