Konten Media Partner

Masangin: Mitos Melewati Beringin Kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta

5 Januari 2020 9:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pohon beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta yang menjadi tempat dilakukannya Masangin. Foto: Ayusandra.
zoom-in-whitePerbesar
Pohon beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta yang menjadi tempat dilakukannya Masangin. Foto: Ayusandra.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah hiruk pikuk Kota Yogyakarta yang mulai modern, rupanya tak menghilangkan mitos yang diyakini sampai kini. Salah satunya mitos beringin kembar di Alun-alun Kidul.
ADVERTISEMENT
Seusai puas berkeliling di area dalam kompleks Keraton Yogyakarta, jangan langsung kembali ke hotel maupun pergi ke mall. Berjalanlah ke sebelah selatan yang nantinya akan menuntun wisatawan menuju Plengkung Gading. Plengkung Gading adalah salah satu gerbang masuk Alun-alun Kidul.
Tak peduli siang atau malam, banyak pelancong dan orang asli Yogyakarta memadati tiap sudut alun-alun. Mereka duduk-duduk bergerombol bersama kerabat, bercengkrama dan menghabiskan waktu di area alun-alun.
Salah satu daya tarik yang membuat orang datang ke Alun-alun Kidul adalah adanya mitos beringin kembar. Di mana siapa saja yang berhasil berjalan di antara dua beringin dengan mata tertutup, maka konon keinginan dan hajatnya akan terkabul. Hal ini disebut Masangin.
Salah seorang wisatawan yang mencoba melewti Beringin Kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Foto: Ayusandra.
Meskipun terdengar mudah, ternyata banyak juga yang gagal. Namun, ada pula yang sudah berkali-kali mencoba dan berhasil. Seperti salah seorang wisatawan asal Bekasi, Elena (25), yang mencoba peruntungan melewati beringin kembar bersama teman-temannya.
ADVERTISEMENT
"Kemarin searching-searching ketemu soal ngelewatin beringin di sini (Alun-alun Kidul). Katanya kalau bisa ngelewati, keinginan bakal terkabul. Percaya ga percaya sih, tapi tertarik nyoba walaupun aku udah (mencoba) dua kali dan gagal terus," ujarnya, saat ditemui di Alun-alun Kidul, Sabtu (4/1/2020) malam.
Tradisi Masangin sendiri sudah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Masangin dilakukan saat tradisi tapa bisu yang dilakukan setiap malam 1 suro. Tradisi Topo Bisu dilakukan oleh para prajurit dan abdi dalem dengan mengelilingi benteng dalam keheningan tanpa mengucap satu kata pun.
Para prajurit dan abdi dalem dengan mengenakan pakaian lengkap adat jawa berbaris rapi. Mereka memulai ritual Topo Bisu dari halaman Keraton menuju pelataran alun-alun lalu melewati kedua beringin kembar tersebut. Hal tersebut diyakini untuk mencari berkah dan meminta perlindungan dari serangan musuh.
Pohon beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta yang menjadi tempat dilakukannya Masangin. Foto: Ayusandra.
Mahasiswa Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Umar Sahid dalam skripsinya berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Masangin meneliti bahwa persepsi masyarakat pada Masangin lebih banyak didasarkan pada aspek peruntungan. Mereka memohon agar diberi keselamatan dan kesejahteraan, serta mendapatkan suatu tujuan yang dikehendaki.
ADVERTISEMENT
"Masangin sebagai kegiatan publik penuh tradisi dan kian memperkukuh keyakinan akan makna hubungan antara mikrokosmos (jagad cilik) dan makrokosmos (jagad gedhe)," tulis Umar dalam skripsinya.
Dari situlah mitos Masangin berkembang. Jika kita dapat melintasi dua pohon beringin dengan mata tertutup, maka semua apa yang kita inginkan akan terkabul. (Ayu)