Konten Media Partner

Massa Gejayan Memanggil Suarakan Darurat Demokrasi hingga Kritik Pemilu 2024

12 Februari 2024 19:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa di Gejayan Memanggil, Senin (12/2/2024). Foto: M Wulan
zoom-in-whitePerbesar
Massa di Gejayan Memanggil, Senin (12/2/2024). Foto: M Wulan
ADVERTISEMENT
Ratusan massa yang tergabung dalam Aksi Gejayan Memanggil ikut menyampaikan kritik ke pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (12/2/2024) di pertigaan Gejayan, Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Sleman.
ADVERTISEMENT
Mereka menilai Jokowi menyalahgunakan kekuasaan untuk melanggengkan kepemimpinan nya di akhir masa jabatan yang tak lama lagi akan berakhir. Hal ini terlihat dari berbagai pelanggaran yang ditunjukkan ke publik belakangan ini, mulai dari pencopotan Anwar Usman dari jabatannya selaku Ketua MK hingga ditemukan nya pelanggaran oleh DKPP terhadap KPU RI lantaran menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres yang ikut berkontestasi dalam Pemilu 2024.
"Dengan segala macam entitas kekuasaan seperti Mahkamah Konstitusi, kemudian melibatkan kroni-kroninya untuk kemudian mengeluarkan regulasi-regulasi yang betul-betul menciderai demokrasi," ujar Humas Jaringan Gugad Demokrasi, Sana Ulaili saat dijumpai di sela aksi tersebut, Senin (12/2/2024).
Selain itu, aksinya bersama teman-teman mahasiswa dari berbagai kampus itu sebagai wujud keprihatinan terhadap kondisi demokrasi saat ini. Kepada awak media, Sana juga menyayangkan minimnya lembaga keagamaan yang berani bersuara menyerukan perlawanan ke pemerintah atas kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Tak hanya menyentil Jokowi, sejumlah kritik juga ditujukan kepada pemimpin lainnya. Hari ini para elit oligarki menggaungkan bahwa masyarakat sedang berada dalam pesta demokrasi dan kontestasi pemilu dimana mereka mulai menebar berbagai janji untuk menggait hati dan mendapatkan suara rakyat.
Massa di Gejayan Memanggil, Senin (12/2/2024). Foto: M Wulan
Namun, pihaknya mempertanyakan dimana keutuhan demokrasi yang di cita-citakan itu. Sana menyebut para elit politik menjadikan demokrasi sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan tersebut. Pasalnya hanya partai politik dari kaum pemodal yang kaya raya yang bisa maju dalam pemilu, sementara bagi partai-partai alternatif dari rakyat, kecil untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu.
"Kita dipaksa memilih pada pilihan yang sudah ditentukan oleh lingkaran oligarki itu sendiri, dan bahkan pilihan yang tersedia tidak layak untuk dipilih," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Massa mengkritik ketiga pasangan capres dan cawapres yang akan ikut dalam kontestasi politik pada pilpres 14 Februari 2024 memiliki cacat masa lalu yang menjadi penghalang sebagai pemimpin kedepan.
Seperti contohnya, pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan pada pemilihan Gubernur pada tahun 2017 silam menggunakan politik identitas dan rasisme untuk bisa menang. Bahkan partai pengusungnya, PKS yang jelas-jelas konservatif dan menolak pengesahan RUU PKS. Sedangkan paslon nomor dua, Prabowo Subiyanto masih santer dengan isunya sebagai pelaku penculikan para aktivis yang belum diadili sampai sekarang.
Untuk Cawapres nya sendiri, Gibran Rakabuming Raka disebut sebagai anak haram konstitusi karena bisa lolos menjadi cawapres berkat bantuan dari pamannya di Mahkamah Konstitusi (MK) usai merombak syarat usia.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Capres Ganjar Pranowo juga bukan sosok yang pantas. Dia masih santer dengan kasus Wadas di Purworejo sehingga menjadikannya pemimpin dengan julukan yang merusak lingkungan.
"Walaupun saat ini para elit oligarki terlihat terpecah dalam berbagai kubu, tapi sejatinya mereka akan Kembali terkonsolidasi dalam satu kekuasaan dan akan membagi-bagi porsi kekuasaan dan jabatan, serta mengabaikan tuntutan dan hak rakyat," paparnya.
"Kita tidak bisa lagi untuk mempercayai dan menggantungkan nasib kita kepada penguasa. Sudah saatnya kita Bersatu dan membentuk kekuatan politik alternatif dari Gerakan rakyat itu sendiri, dan merebut demokrasi yang seadil-adil nya yaitu demokrasi kerakyatan," tandasnya.
Alhasil ada 11 tuntutan yang disampaikan oleh Jaringan Gugat Demokrasi dimana mereka meminta adanya revisi UU pemilu dan partai pemilu oleh badan independent, mengadili Jokowi sekaligus para kroninya, menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti, memberhentikan politisi bansos.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga meminta agar Pemerintah mencabut UU Cipta Kerja dan Minerba, menghentikan operasi militer, tuntaskan pelanggaran HAM dan memberikan hak menentukan nasib sendiri, menghentikan perampasan tanah, menghentikan kriminalisasi aktivis lingkungan serta menjalankan pengadilan HAM, memberikan pendidikan gratis dan segera mengesahkan UU PPRT.
Sebelumnya, massa datang dari sisi barat dan utara pertigaan Gejayan membawa berbagai spanduk dan postur kritik dari mahasiswa kepada Pemerintahan Presiden Jokowi.
(M Wulan)