Memahami Filosofi Bentuk dan Isi Gunungan, Tradisi Sedekah Raja Jogja

Konten Media Partner
13 Agustus 2019 17:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gunungan yang dibuat oleh Keraton Yogyakarta. Foto: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Gunungan yang dibuat oleh Keraton Yogyakarta. Foto: Kumparan.
ADVERTISEMENT
Pada setiap momen perayaan hari besar umat Islam, Keraton Yogyakarta selalu mengadakan tradisi sedekah Grebeg Gunungan yang diadakan tiga kali setahun: Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan khusus di momen Idul Adha ada yang namanya Grebeg Besar. Gunungan itu berisi berbagai makanan yang disusun hingga menjulang, lalu nantinya diperebutkan oleh rakyat.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya, menjadi cara bagi Raja Yogyakarta untuk bersedekah. Banyak orang percaya, jika mereka bisa memperoleh isi Gunungan, maka mereka bisa mendapat keberkahan yang berlimpah.
“Masyarakat masih memercayai kalau dapat gunungan akan memperoleh berkah, sejahtera hidupnya. Kalau yang petani ya sawahnya akan subur, kalau peternak ya ternaknya sehat, kalau pedagang ya jualannya lancar,” tutur Murdijati Gardjito, salah satu peneliti pangan senior di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, Senin (12/8/2019).
Ukuran gunungan memiliki pakem tertentu. Murdijati mengatakan, ukurannya selalu berdiameter 1 meter dan tingginya 2 meter.
Dia mengungkapkan, tak banyak yang tahu asal muasal bentuk Gunungan itu. Rupanya, pemilihan bentuk ini tak lepas dari kepercayaan masyarakat Jawa bahwa gunung merupakan tempat yang sakral dan suci. Mereka juga meyakini bahwa di tempat itulah Yang Maha Kuasa bersemayam.
ADVERTISEMENT
“Gunung itu tinggi jadi yang di atas gunung itu dilambangkan sebagai tempat yang paling suci, yang paling terhormat, dan yang paling berkuasa. Di situlah adanya para dewa-dewa di zaman dulu. Lalu setelah Islam masuk ya Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi bentuk gunung itu simbol tempat yang suci, paling atas,” ujarnya.
Bentuk Gunungan ada tujuh jenis, dan masing-masing melambangkan anggota keluarga keraton: Raja, permaisuri, pangeran, putri, hingga anak dan cucu. Masing-masing disimbolkan dalam rupa Gunungan: Gunungan Jaler, Estri, Darat, Gepak, Pawuhan, Picisan, dan Bromo.
Gunungan Bromo bisa dibilang Gunungan yang spesial karena hanya muncul setiap Tahun Dal dalam penanggalan Jawa atau sekali setiap delapan tahun. Gunungan ini unik dibanding gunungan lainnya karena bisa memunculkan asap dari dalam.
ADVERTISEMENT
“Kalau Tahun Dal itu istimewa. Ada satu lagi Gunungan-nya, Gunungan Bromo yang bisa mengeluarkan asap. Bromo itu api,” ungkap KRT Purwadiningrat selaku Pengageng Kalih saat ditemui di Bangsal Magangan pada Jumat (9/8).
Isian Gunungan juga tak boleh sembarangan. Ada pakem tertentu yang harus dipatuhi karena masing-masing punya filosofi. Misalnya, pada Gunungan Jaler atau Gunungan Kakung, harus ada rangkaian telur, kacang panjang, cabai merah, cabai hijau, dan kucur.
“Telur mengingatkan supaya selalu mengingat Sang Maha Pencipta. Karena telur itu awal kehidupan di samping itu telur memiliki makna kebulatan tekad,” kata Murdijati.
Selain itu, kacang panjang memiliki makna atau doa supaya memiliki umur yang panjang. Lalu cabai merah dengan warna merah dan rasanya pedas bisa disimbolkan kekuatan dan keberanian.
ADVERTISEMENT
Pada Gunungan Estri, isinya beda lagi. Gunungan ini melambangkan permaisuri raja. Bentuknya pun berbeda karena berupa kerucut yang terbalik.
Isinya juga berbeda, ada upil-upilan yang terbuat dari beras ketan dibentuk segi empat, rengginang, dan tlapukan yang juga terbuat dari tepung beras berbentuk segi enam. Gunungan Darat kurang lebih mirip dengan Gunungan Estri tapi warna dan urutan susunannya berbeda.
Gunungan Gepak merupakan lambang putri yang berisikan buah-buahan, umbi-umbian, juga ada kudapan berupa jadah, wajik, lemper, apem, serabi, geplak, mendut, juga rengginang. Dalam buku Makanan Terkait Tradisi Dan Ritual Masyarakat Jawa yang ditulis oleh Murdijati, Gunungan ini akan dibagikan pada petugas yang terlibat dalam upacara Grebeg.
Gunungan Pawuhan yang merupakan simbol cucu raja punya bentuk dan isi yang sama dengan Gunungan Estri dan Darat, hanya ukurannya lebih kecil. Gunungan picisan dibentuk dari batang pisang dan di setiap sisi akan ditancapkan picisan.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir adalah Gunungan Bromo. Berdasarkan tulisan Murdijati, Gunungan ini tidak untuk diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa masuk lagi ke dalam keraton setelah diarak untuk disantap oleh para abdi dalem keraton. (Birgita/adn)