news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Kain Lurik, Busana Prajurit Keraton Yogyakarta

Konten Media Partner
14 Desember 2019 12:18 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain lurik. Foto: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Kain lurik. Foto: Kumparan.
ADVERTISEMENT
Kain lurik merupakan hasil kerajinan kain yang tergolong tua. Kata lurik berasal dari bahasa Jawa lorek yang berarti 'lajur atau garis'. Menurut sumber prasasti pada masa raja Erlangga tahun 1033 M, kata kain luluh yang artinya sama dengan kain lurik. Pada dasarnya kain lurik memiliki tiga motif. Ketiga motif itu adalah motif lajuran dengan corak garis-garis searah dengan panjang kain, motif pakan malang dengan corak garis-garis searah lebar kain, dan motif cacahan dengan corak kecil-kecil.
ADVERTISEMENT
Buku Ensiklopedi Yogyakarta halaman 384 mencatat bahwa pada awalnya kain lurik ditenun menggunakan benang katun dari kapas yang dipintal dengan tangan. Penggunaan benang katun menyebabkan kain lurik memiliki tekstur yang jelas seolah kasar. Namun justru tekstur yang demikian itu menjadi salah satu ciri kain yang masuk dalam kategori kain lurik.
Alat yang digunakan untuk menenun disebut gedog (tenun gedog). Oleh karena itu, kain lurik yang dihasilkan sering disebut lurik atau tenun gedog.
Kain Lurik Dengklung yang langka di Pekan Lurik Indonesia, Sarinah, Jakarta, Selasa (19/3). Foto: Elsa Toruan/kumparan
Pada umumnya, kain yang dibuat dengan gedog hanya memiliki lebar 60 cm sesuai dengan ukuran panjang gedog-nya. Namun seiring perkembangan waktu, kain lurik dibuat dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Dengan alat tersebut, kain yang dihasilkan lebih lebar dibandingkan dengan gedog. Tenun ATBM lebarnya 150 cm dan benang yang digunakan adalah benang pabrik yang teksturnya lebih halus dibanding benang kapas.
Hakim garis mengenakan kemeja lurik dan belangkon saat bertugas di pertandingan babak semifinal Blibli Indonesia Open 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/7). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Awalnya kain lurik hanya dibuat dengan dua warna, yakni hitam dan putih. Kini kain lurik warnanya lebih bervariasi; misalnya biru, merah, kuning, coklat, dan hijau. Dengan variasi warna yang lebih beragam membuat kain lurik tampak menarik. Di Yogyakarta, kain lurik mempunyai peran penting karena tidak hanya dipakai oleh masyarakat biasa (petani dan pedagang), tetapi juga digunakan di lingkungan Keraton.
ADVERTISEMENT
Di lingkungan Keraton, kain lurik digunakan sebagai busana prajurit Keraton dan abdi dalem (baju pranakan). Baik yang berdinas di dalam Keraton maupun yang berdinas di makam-makam raja seperti Pasarean Imogiri dan Kotagede.
Kain Lurik Jarak Dawuk yang langka di Pekan Lurik Indonesia, Sarinah, Jakarta, Selasa (19/3). Foto: Elsa Toruan/kumparan
Fungsi kain lurik tidak hanya sebagai bahan pakaian sehari-hari, tetapi juga ada jenis kain yang berfungsi sebagai perlengkapan upacara. Seperti gedog madu atau tulak watu untuk perlengkapan upacara siraman saat mitoni (usia tujuh bulan kehamilan) dan kain lasem untuk perlengkapan temanten. Motif-motif lain dalam kain lurik antara lain adalah kembang widhi, dom kecer (hujan jatuh), dan hujan gerimis.
Pengrajin kain lurik di Yogyakarta saat ini ada di Jogokaryan dan di Krapyak Wetan, Sewon, Bantul. Produk kain lurik Yogyakarta mampu menembus pasar luar negeri. Seperti Selandia Baru, Australia, dan Belanda. (Ayu)
ADVERTISEMENT