Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengenal Kain Lurik, Busana Prajurit Keraton Yogyakarta
14 Desember 2019 12:18 WIB
ADVERTISEMENT
Kain lurik merupakan hasil kerajinan kain yang tergolong tua. Kata lurik berasal dari bahasa Jawa lorek yang berarti 'lajur atau garis'. Menurut sumber prasasti pada masa raja Erlangga tahun 1033 M, kata kain luluh yang artinya sama dengan kain lurik. Pada dasarnya kain lurik memiliki tiga motif. Ketiga motif itu adalah motif lajuran dengan corak garis-garis searah dengan panjang kain, motif pakan malang dengan corak garis-garis searah lebar kain, dan motif cacahan dengan corak kecil-kecil.
ADVERTISEMENT
Buku Ensiklopedi Yogyakarta halaman 384 mencatat bahwa pada awalnya kain lurik ditenun menggunakan benang katun dari kapas yang dipintal dengan tangan. Penggunaan benang katun menyebabkan kain lurik memiliki tekstur yang jelas seolah kasar. Namun justru tekstur yang demikian itu menjadi salah satu ciri kain yang masuk dalam kategori kain lurik.
Alat yang digunakan untuk menenun disebut gedog (tenun gedog). Oleh karena itu, kain lurik yang dihasilkan sering disebut lurik atau tenun gedog.
Pada umumnya, kain yang dibuat dengan gedog hanya memiliki lebar 60 cm sesuai dengan ukuran panjang gedog-nya. Namun seiring perkembangan waktu, kain lurik dibuat dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Dengan alat tersebut, kain yang dihasilkan lebih lebar dibandingkan dengan gedog. Tenun ATBM lebarnya 150 cm dan benang yang digunakan adalah benang pabrik yang teksturnya lebih halus dibanding benang kapas.
ADVERTISEMENT
Awalnya kain lurik hanya dibuat dengan dua warna, yakni hitam dan putih. Kini kain lurik warnanya lebih bervariasi; misalnya biru, merah, kuning, coklat, dan hijau. Dengan variasi warna yang lebih beragam membuat kain lurik tampak menarik. Di Yogyakarta, kain lurik mempunyai peran penting karena tidak hanya dipakai oleh masyarakat biasa (petani dan pedagang), tetapi juga digunakan di lingkungan Keraton.
Di lingkungan Keraton, kain lurik digunakan sebagai busana prajurit Keraton dan abdi dalem (baju pranakan). Baik yang berdinas di dalam Keraton maupun yang berdinas di makam-makam raja seperti Pasarean Imogiri dan Kotagede.
Fungsi kain lurik tidak hanya sebagai bahan pakaian sehari-hari, tetapi juga ada jenis kain yang berfungsi sebagai perlengkapan upacara. Seperti gedog madu atau tulak watu untuk perlengkapan upacara siraman saat mitoni (usia tujuh bulan kehamilan) dan kain lasem untuk perlengkapan temanten. Motif-motif lain dalam kain lurik antara lain adalah kembang widhi, dom kecer (hujan jatuh), dan hujan gerimis.
ADVERTISEMENT
Pengrajin kain lurik di Yogyakarta saat ini ada di Jogokaryan dan di Krapyak Wetan, Sewon, Bantul. Produk kain lurik Yogyakarta mampu menembus pasar luar negeri. Seperti Selandia Baru, Australia, dan Belanda. (Ayu)