Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten Media Partner
Mengenal Patehan, Tempat Minum Keluarga Kerajaan Keraton Yogyakarta
17 Januari 2021 9:31 WIB

ADVERTISEMENT
Keraton Yogyakarta hingga kini masih menjaga salah satu tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu yakni tradisi minum teh. Mulai pukul 04.00 pagi Abdi Dalem Patehan mulai sibuk bekerja di Gedhong Patehan, tempat yang bertugas menyiapkan minuman khususnya teh untuk Sultan beserta keluarga. Di tempat ini pula minuman yang diperlukan dalam acara-acara Keraton dibuat.
ADVERTISEMENT
Di bawah tanggung jawab Kawedanan Purayakara, para Abdi Dalem Kepatehan bekerja selama 24 jam secara bergantian. Bersiap-siap jika sewaktu-waktu minuman dibutuhkan.
Air yang digunakan untuk membuat minum sendiri bukan air sembarangan melainkan diambil dari salah satu sumur yang terdapat dalam Gedhong Patehan. Air sumur Nyai Jalatunda di sisi sebelah barat menjadi sumur yang digunakan untuk membuat minum, sementara itu air sumur Kyai Jalatunda di sisi sebelah timur digunakan untuk keperluan dalam mencuci alat-alat.
Digunakan ceret berbahan tembaga untuk memasak air yang telah diambil dari sumur. Hal tersebut karena kepercayaan setempat meyakinkan tembaga dapat berfungsi menetralkan air sekaligus dapat menolak bala.
Sebelum dibawa menuju hadapan anggota keluarga kerajaan, dekokan atau seduhan teh yang kental akan dibagi dua dan separuhnya akan dicicipi terlebih dahulu rasanya oleh Abdi Dalem Keparak. Jika dirasa sudah pas, maka teh nantikan akan dicampurkan dengan air putih agar menjadi lebih encer.
Pada pukul 06.00 minuman teh yang telah dibuat oleh Abdi Dalem Patehan di dalam Gedhong Patehan akan dibawa oleh Abdi Dalem Keparak berjumlah sekitar lima orang beriring-iringan menuju tempat tinggal raja. Kelimat abdi dalem tersebut mempunyai tugas masing-masing di antaranya membawa satu set rampadan atau perlengkapan minum teh, satu set rampadan kopi, satu teko air panas, klemuk atau teko berisi air putih yang telah didiamkan semalaman, dan membawa paying kuning keemasan. Payung yang digunakan selain berfungsi untuk melindungi minuman yang sedang dibawa juga sebagai symbol meminta perlindungan dari yang di atas atas minuman-minuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Perlengkapan yang digunakan untuk minum pun juga tidak sembarangan. Di antaranya digunakan satu set cangkir minum teh berwarna merah muda, sendok emas, tempat gula, serta teko yang memiliki gagang emas. Meskipun perlengkapan ini telah ditetapkan tetap dapat disesuaikan dengan raja yang sedang bertahta karena bahwasanya setiap raja memiliki cara minum yang berbeda.
Kebiasaan minum teh ini secara turun temurun dilaksanakan mulai dari Sultan HB I hingga Sultan HB VIII. Tidak hanya sekedar minum tapi ada nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya seperti pelestarian tradisi, seni, olah rasa, hingga sarana legitimasi.
Pada masa pemerintahan Sultan HB IX, tradisi minum teh mulai pukul 06.00 hingga pukul 11.00 mengalami sedikit perubahan karena Sultan sering berada di luar kota. Dengan itu, tradisi membuat teh tetap dilaksanakan sesuai jamnya namun disajikan untuk Gedhong Prabayeksa. (Nada Pertiwi)
ADVERTISEMENT